Intervensi Pendidikan Belum Berfokus pada Peningkatan Mutu Guru
Kesenjangan mutu pendidikan antardaerah masih tinggi. Pemerintah daerah perlu bergeser orientasinya dari pembangunan fisik di pendidikan pada intervensi mutu secara holistik.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Sejumlah siswa di SDN 4 Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Selasa (16/5/2023), memanfaatkan waktu istirahat untuk membaca buku di perpustakaan sekolah. Sekolah-sekolah di Lombok Utara mulai bangkit untuk membenahi kualitas pendidikan yang sempat tertekan akibat bencana gempa bumi dan Covid-19.
LOMBOK UTARA, KOMPAS – Peningkatan mutu pendidikan di daerah bergantung pada komitmen pemerintah daerah. Sayangnya, intervensi untuk perbaikan pendidikan lebih fokus pada pembangunan fisik dibandingkan peningkatan mutu guru maupun pembelajaran berpusat pada siswa.
Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga, Kabupaten Lombok Utara Adenan mengakui hal itu, saat menerima kunjungan tim Indonesian Overseas Alumni (IOA) yang mendukung peningkatan mutu guru di Lombok Utara, Nusa Tenggara, Selasa (16/5/2023).
Apalagi di Kabupaten Lombok Utara yang pada tahun 2018 mengalami gempa yang juga berdampak pada kerusakan banyak sekolah, sampai saat ini masih terus memebenahi sarana dan prasarana pendidikan dengan dukungan pemerintah pusat.
“Dukungan anggaran peningkatan mutu pendidikan sebenarnya harus dialokasikan secara serius dari pemerintah daerah. Namun, tiap daerah ada kebutuhan prioritas yang butuh anggaran, misalnya kesehatan. Jadi, dukungan dari program dan dana nonpemerintah untuk peningkatan mutu masih dibutuhkan,” ungkap Adenan.
Apalagi peningkatan mutu guru, lanjut Adenan, masih menjadi pekerjaan rumah yang juga harus diprioritaskan. Namun, berbagai program pelatihan dan pendidikan bagi guru, terutama untuk meningkatkan metode pengajaran, penilaian, atau hal-hal teknis lainnya, diakui mulai membuat guru tak antusias.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Guru-guru SD di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Senin (15/5/2023), mulai menjalani pelatihan kepemimpinan transformasional batch ke-21. Pelatihan yang didukung Indonesian Overseas Alumni (IOA) ini menguatkan softskills dan motivasi para guru untuk berubah guna mendukung peningkatan kaulitas pendidikan.
Hal ini disebabkan pelatihan yang dilaksanakan pemerintah pusat maupun daerah terkait pendidikan dinilai belum sesuai kondisi dan kemampuan guru, sehingga para guru sulit mengimplementasikan di sekolah, Apalagi pelatihan biasanya dengan materi padat, namun waktu singkat, dan minim pendampingan.
Menurut Adenan, upaya meningkatkan motivasi internal dari guru untuk mau mengembangkan diri perlu dilakukan secara efektif. Karena itu tawaran dari IOA untuk melatih sebanyak 1.500 guru SD dari total 3.191 guru jenjang pendidikan anak usia dini hingga SMP dan pendidikan luar sekolah di Kabupaten Lombok Utara sejak tahun 2020 disambut baik.
“Memang banyak keluhan dari guru tidak antusias lagi mendapat panggilan pelatihan. Kami berharap pelatihan untuk membangkitkan kembali antusiasme guru dengan menguatkan jiwa kepemimpinan sebagai pendidik agar para guru kembali berkomitmen sepenuh hati melayani para siswa," ujarnya.
Apalagi kami mendapat dukungan peningkatan mutu guru dengan nol rupiah dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Pelatihan kepemimpinan transformasional bagi guru ini akan kami dukung dengan anggaran supaya semua guru bisa mendapatkannya,” kata Adenan.
Dari studi diagnositik pendidikan dasar di Kabupaten Lombok Utara yang dilakukan The SMERU Research tahun 2016 disebutkan kurangnya pelatihan dan tidak efektifnya pelatihan yang diselenggarakan selama ini. Hal ini memperkecil kesempatan guru untuk meningkatkan kapasitasnya.
Pelatihan yang selama ini diadakan lebih banyak untuk hal-hal bersifat administratif, seperti pelatihan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) ataupun pelatihan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Kami berharap pelatihan untuk membangkitkan kembali antusiasme guru dengan menguatkan jiwa kepemimpinan sebagai pendidik.
Selain itu, penyelenggaraannya dinilai kurang efektif karena waktu terlalu singkat, materi dan cara penyampaian yang tidak dimengerti para guru, dan tidak tepat guna (tidak sesuai kondisi guru atau sekolah yang bersedia menerapkan).
Ada juga temuan tentang masalah kebijakan sektor pendidikan di Lombok Utara berkaitan erat dengan dominasi politik yang melatarbelakangi pengambilan keputusan. Selama penelitian ini berlangsung di tahun 2016, mislanya, Pemda Lombok Utara melakukan mutasi dan rotasi kepala sekolah secara besar-besaran.
Dituntut tangguh
Pengawas SD di Lombok Utara Dewa Ketut Sudana yang juga sering diminta menjadi fasilitator daerah untuk berbagai program pelatihan guru, termasuk kepemimpinan tranformasional dari IOA mengutarakan pendidikan di daerah ini mengalami tekanan karena gempa dan Covid-19.
Para guru sebagai garda terdepan pendidikan, juga menghadapi situasi kehidupan personal tidak mudah beradaptasi dengan situasi tersebut. Sementara mereka tetap dituntut untuk tangguh menjalankan pendidikan secara baik.
“Para guru ini punya peran penting, tapi dukungan secara holistik untuk pengembangan kapasitas diri, terutama tentang kepribadian dan sosial guru belum diperhatikan. Akibatnya, guru sekedar menjalankan tugasnya. Padahal, guru juga sebagai pemimpin yang mampu memandu siswa untuk berkembang secara holistik,” kata Dewa.
Masalah pendidikan yang dihadapi guru tidak hanya soal pembelajaran. Ada juga masalah anak-anak rawan putus sekolah karena faktor ekonomi, keluarga tidak harmonis, dan perkawinan dini. Di sinilah, kapasitas guru sebagai pemimpin transformasional dibutuhkan, tak sekadar mentransfer ilmu.
“Guru perlu diteguhkan kebali untuk menjadi penebar kebaikan, yang peduli, hingga kreatif mencari cara-cara untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, termasuk masalah anak didiknya,” kata Dewa.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Pelatihan dan pendidikan untuk peningkatan kualitas guru jarang menyentuh keasadaran diri dan kepemimpinan transformasional dari para pendidik. Dengan dukungan Indonesian Overseas Alumni (IOA) , sekitar 1.500 guru SD di Kabupaten Lombok Utara diajak untuk menemukan potensi diri menjadi pendidik yang mau berubah dan terus belajar.
Sementara itu, Kepala SDN 4 Tanjung, Herman, mengakui membangun kesadaran diri guru dengan perubahan mindset atau pola pikir berdampak baik dalam layanan pendidikan di sekolah. Diakui banyak guru sekadar menjalankan tugas mengajar, namun belum proaktif untuk memusatkan perhatian pada siswa dengan beragam program yang dibutuhkan peserta didik.
Dengan adanya kesadaran diri para guru, mereka mudah diajak berubah dan membangun perilaku sebagai pendidik dengan tanggung jawab. Dengan kepemimpinan kepala sekolah dan sejumlah guru yang memahami pentingnya peran mereka bagi pendidikan anak-anak, sekolah ini mulai bangkit dengan berbagai program untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Herman menambahkan, Merdeka Belajar dimanfaatkan sebagai ruang merdeka bagi sekolah dan guru untuk merancang program-program yang sesuai kebutuhan. Ditambah lagi dengan kompetensi kepemimpiann transformasional yang ditunjukkan kepala sekolah dan guru, perbaikan secara bertahap dilakukan.
Sekolah, misalnya, mengadakan program bersama sebelum belajar di kelas, dari pukul 07/30 hingga pukul 09.00. Di hari Senin fokusnya tema kebangsaan, Selasa diisi dengan Kesehatan (olahraga), Rabu sarapan pagi bersama, Kamis pentas seni budaya oleh siswa, dan Jumat kegiatan iman taqwa/kerohanian.
“Anak-anak menjadi lebih semangat ke sekolah. Bahkan, datang lebih awal karena antusias untuk menjalankan kegiatan brrsama dan mendapatkan kesempatan untuk tampil di hadapan teman-teman dan guru,” kata Herman.