Memaknai Gotong Royong ASEAN lewat Tradisi Gebogan
Perjalanan lebih dari setengah abad menguji kematangan ASEAN dalam mengatasi sederet persoalan. Gotong royong menjadi pijakan bersama menghadirkan berbagai terobosan yang menguatkan kerja sama di kawasan Asia Tenggara.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
Kurang dari tiga jam, sidang ASEAN Socio Cultural Community (ASCC) di Nusa Dua, Bali, rampung digelar, Senin (8/5/2023). Para delegasi pertemuan pilar sosial budaya di kawasan Asia Tenggara itu bertolak menuju Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana atau GWK.
Di sana para delegasi diajak menyusun gebogan, persembahan atau sesaji tradisi umat Hindu di Bali. Mereka bekerja sama merangkai aneka buah-buahan, seperti pisang, jeruk, apel, dan salak yang disusun secara bertingkat.
Buah ditusuk menggunakan bambu dan ditancapkan ke batang pisang. Kemudian buah-buahan disusun mengelilingi batang pisang tersebut.
Tidak ada menang atau kalah dalam kegiatan ini. Namun, dibutuhkan kerja sama dan kontribusi setiap delegasi agar gebogan bisa tersusun dengan kokoh.
Keriuhan pun tak terhindarkan. Bahkan, sering kali mereka tertawa, terutama saat menyadari buah-buah yang disusun dalam posisi miring.
Menteri Pembangunan Sosial dan Keluarga Singapura Masagoz Zulkifli mengatakan, kegiatan itu merupakan salah satu cara bagi negara anggota ASEAN untuk mengenal kekayaan budaya dan tradisi Indonesia. Selain itu, juga mengandung makna pentingnya kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
”Ini pendekatan yang menarik. Kita jadi tahu bagaimana gotong royong itu menyatukan negara-negara ASEAN,” katanya.
Zulkifli menuturkan, selain memperkuat kerja sama, penting bagi negara-negara ASEAN untuk menghormati kedaulatan masing-masing. Ini sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas kawasan.
”Perlunya konsensus agar kita bisa bergerak ke depan. Tidak ada yang terlalu dominan dan memaksa. Ini yang membuat ASEAN unik dan berbeda dengan blok-blok lain,” ucapnya.
Penyusunan gebogan juga diikuti Menteri Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kamboja Nath Bunroeun, Sekretaris Departemen Kesejahteraan Sosial Filipina Rex Gatchalian, Menteri Informasi, Budaya, dan Pariwisata Laos Suanesavanh Vignaket, Wakil Menteri Solidaritas Sosial dan Inklusi Timor Leste Signi Chandrawati Verdial, serta Deputi Menteri Tenaga Kerja, Penyandang Disabilitas, dan Sosial Vietnam Nguyen Ba Hoan.
Berbagai isu kawasan, seperti masalah kependudukan, kemiskinan, ketenagakerjaan, keamanan, dan perdagangan orang masih menjadi tantangan ASEAN yang belum terselesaikan. Sidang ASCC membahas persoalan tersebut untuk dibawa ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada 10-11 Mei.
Berbagai isu kawasan, seperti masalah kependudukan, kemiskinan, ketenagakerjaan, keamanan, dan perdagangan orang masih menjadi tantangan ASEAN yang belum terselesaikan.
Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bidang Kerja Sama Internasional Kusnanto Anggoro menuturkan, penyusunan gebogan merupakan simbol memperkuat kerja sama antarnegara ASEAN. Kegiatan ini sebagai wujud gotong royong dan kesatuan dari berbagai perbedaan.
”Penyusunan gebogan merupakan bentuk good team ASEAN for unity, kerja sama tim yang baik dan mewujudkan kesatuan ASEAN,” ucapnya.
Pendekatan kawasan
Sidang ASCC yang digelar tertutup membahas tiga isu prioritas, yaitu kesehatan, tenaga kerja, dan pembangunan perdesaan. Sidang juga mendiskusikan beberapa isu terkini, seperti perdagangan orang.
Dalam beberapa hari terakhir, 20 pekerja migran asal Indonesia dievakuasi dari Myanmar karena menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Mereka merupakan korban yang dipekerjakan untuk scam online atau penipuan daring.
Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn mengatakan, dalam sidang ASCC, para delegasi membahas isu perdagangan orang dalam berbagai bentuk, termasuk lewat teknologi. Menurut dia, penting bagi ASEAN menggunakan pendekatan isu kawasan ketimbang secara individu. ”Mengelolanya sebagai isu kawasan sehingga menjadikannya sebagai kepentingan bersama,” katanya.
Menurut Kim Hourn, ASEAN mempunyai tugas mengungkap pelaku kejahatan perdagangan orang di kawasannya. Oleh karena itu, dibutuhkan investigasi dan berbagai cara untuk menemukan pelakunya.
”Ini concern dan kepentingan ASEAN. Harapannya agar kepemimpinan Indonesia tahun ini bekerja secara erat dengan negara-negara anggota ASEAN untuk melawan segala bentuk perdagangan orang,” ujarnya.
Menko PMK Muhadjir Effendy menyebutkan, empat dokumen deklarasi yang dibahas dalam ASCC telah disepakati di tingkat menteri. Keempat dokumen itu meliputi ASEAN Leaders Declaration on One Health Initiative, ASEAN Declaration on the Protection of Migrant Workers and Family Members in Crisis Situations, ASEAN Declaration on the Placement and Protection of Migrant Fishers, dan ASEAN Leaders Statement on the Establishment of the ASEAN Village Network.
Deklarasi diharapkan menghadirkan kesepahaman dalam mengelola isu sosial budaya di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, deklarasi juga dapat ditindaklanjuti di level bilateral.
”Banyak urusan di ASEAN, baik bilateral maupun multilateral, lebih efektif melalui pendekatan sosial budaya, soft diplomasi. Kita akan mencoba mengarusutamakan isu itu untuk mempererat persaudaraan,” ujarnya.