Status Kedaruratan Nasional Covid-19 Masih Berlaku
Kementerian Kesehatan masih menyiapkan rekomendasi untuk presiden sebagai pertimbangan mencabut status kedaruratan kesehatan nasional Covid-19. Terdapat sejumlah parameter yang harus diperhatikan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah belum mencabut status kedaruratan nasional penularan Covid-19. Kementerian dan lembaga terkait masih membahas tindak lanjut pencabutan status darurat Covid-19 global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai rekomendasi bagi presiden.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, Kementerian Kesehatan tengah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk menyusun rekomendasi yang dapat menjadi pertimbangan presiden dalam memutuskan kebijakan pengendalian Covid-19 di Indonesia, termasuk keputusan pencabutan status kedaruratan nasional Covid-19. Sebelumnya, status tersebut diputuskan presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional.
”Dalam waktu dekat, di waktu yang tepat, akan disampaikan hasilnya. Kami juga akan melaporkannya melalui Menko PMK (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) dan Menko Marves (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi) untuk menjadi pertimbangan presiden apakah Indonesia sudah waktunya dicabut kedaruratannya,” katanya di Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Syahril menuturkan, merujuk pencabutan status kedaruratan Covid-19 global atau kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (PHEIC) pada 5 Mei 2023 oleh WHO, terdapat sejumlah parameter yang menjadi pertimbangan. Parameter tersebut ialah jumlah kasus baru, jumlah kasus meninggal, jumlah kasus yang dirawat di rumah sakit, serta cakupan vaksinasi Covid-19 di masyarakat. Keempat parameter tersebut harus menunjukkan kondisi yang baik dan terkendali sebagai pertimbangan pencabutan status kedaruratan di suatu wilayah.
Saat ini, kasus Covid-19 di Indonesia sudah mulai menunjukkan penurunan. Kasus positif baru yang dilaporkan pada 8 Mei 2023 tercatat 1.149 kasus atau turun 16,6 persen dari rata-rata harian dalam satu minggu terakhir. Selain itu, pasien meninggal dilaporkan sebanyak 21 orang atau turun 19 persen dibandingkan dengan rata-rata harian dalam seminggu terakhir. Jumlah kasus yang dirawat di rumah sakit pun turun 5 persen.
Syahril menambahkan, pemerintah kini sedang menyiapkan transisi untuk mengakhiri status kedaruratan Covid-19 nasional. Upaya yang disiapkan sesuai dengan rekomendasi sementara dari WHO, antara lain, mempertahankan kapasitas nasional dan bersiap menghadapi pandemi ataupun endemi di masa depan, mengintegrasikan program vaksinasi Covid-19 ke dalam program rutin nasional, memperkuat surveilans terutama surveilans penyakit saluran pernapasan, menyiapkan kebijakan nasional jangka panjang, dan mendukung penelitian terkait Covid-19.
Perubahan kebijakan
Syahril mengatakan, apabila status kedaruratan kesehatan nasional dicabut, akan berpengaruh pada kebijakan pengendalian dan penanganan Covid-19 yang selama ini berlangsung. Upaya pengendalian dan penanganan Covid-19 tidak lagi menjadi terpusat di pemerintah pusat, tetapi bergeser pada pemerintah daerah dan masyarakat.
Perubahan kebijakan tersebut, antara lain, penggunaan masker yang tidak lagi menjadi kewajiban. Penggunaan masker nantinya perlu dipahami sebagai kebutuhan masyarakat untuk melindungi diri dari berbagai penyakit. Selain itu, aturan kewajiban vaksinasi untuk perjalanan juga dapat dicabut.
Pembiayaan perawatan pasien Covid-19 pun tidak lagi ditanggung pemerintah. Biaya perawatan Covid-19 nantinya akan masuk ke dalam mekanisme pembayaran yang sudah ada, seperti dalam program JKN-KIS, asuransi lainnya, ataupun pembayaran mandiri. ”Itu termasuk vaksinasi yang tidak akan gratis semua,” kata Syahril.
Perubahan kebijakan tersebut, antara lain, penggunaan masker yang tidak lagi menjadi kewajiban. Penggunaan masker nantinya perlu dipahami sebagai kebutuhan masyarakat untuk melindungi diri dari berbagai penyakit.
Pandemi
Syahril menyatakan, tidak ada batasan yang jelas terkait selesainya masa pandemi termasuk pandemi Covid-19. Itu sebabnya, WHO sulit memperkirakan dan menentukan selesainya masa pandemi. ”Namun, yang terpenting saat ini kita sudah berhasil melewati masa terberat pandemi dan kita sudah mulai melakukan transisi menuju endemi,” ucapnya.
Berdasarkan penjelasan dalam Principles of Epidemiology Lesson 1 yang disusun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, istilah pandemi secara epidemiologi dijelaskan sebagai penularan penyakit yang meningkat yang menyebar secara serempak di beberapa negara atau benua dan berpengaruh pada banyak orang. Sementara epidemi ialah penularan penyakit secara tiba-tiba pada populasi di suatu area geografis tertentu, cakupannya tidak seluas pandemi.
Adapun endemi yaitu penularan penyakit di suatu daerah atau di suatu kelompok masyarakat yang muncul secara konstan. Kondisi endemi ini contohnya penularan malaria dan demam berdarah dengue di Indonesia.
Secara terpisah, Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi Tjandra Yoga Aditama menuturkan, pencabutan PHEIC oleh WHO tidak sama dengan pencabutan status pandemi Covid-19. WHO secara resmi tidak menyatakan pandemi Covid-19 berakhir.
Menurut dia, WHO belum secara tegas menyatakan pademi berakhir dengan mempertimbangkan kewaspadaan yang masih diperlukan dalam menghadapi risiko penularan Covid-19, termasuk penularan dari varian baru. Jika merujuk situasi pandemi H1N1 pada 10 tahun yang lalu, WHO mengeluarkan pernyataan bahwa dunia memasuki masa pascapandemi.
”Walau tentu bisa saja ada kemungkinan WHO tidak menegaskan resmi pandemi berakhir. Yang terpenting, kita harus tetap waspada. Walau sudah dinyatakan bukan darurat kesehatan global, virusnya masih ada dan pasien masih ada, bahkan kematian juga ada,” kata Tjandra.