Imunisasi Kejar untuk Meningkatkan Cakupan Imunisasi Rutin Lengkap
Pemerintah melaksanakan program imunisasi kejar untuk meningkatkan cakupan imunisasi rutin lengkap pada anak yang masih rendah saat Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN).
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·5 menit baca
AYU OCTAVI ANJANI
Pertemuan media dalam rangka Pekan Imunisasi Dunia 2023 di Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Capaian cakupan imunisasi pada Bulan Imunisasi Anak Nasional rendah. Masih ada jutaan anak Indonesia yang belum mendapatkan imunisasi lengkap. Pemerintah pun mempercepat cakupan vaksinasi dengan program imunisasi kejar.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prima Yosephine mengatakan, pemerintah mempercepat peningkatan cakupan vaksinasi dengan mengupayakan setiap orang memiliki akses yang sama sesuai dengan jadwal imunisasi dan melaksanakan program imunisasi kejar (catch up immunization). Program ini bagi anak yang belum lengkap imunisasinya ataupun yang belum pernah imunisasi tetapi usianya sudah lewat.
”Tujuan akhir peringatan Pekan Imunisasi Dunia agar lebih banyak anak, orang dewasa, dan masyarakat terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi kejar menjadi solusi yang diperlukan untuk melengkapi imunisasi anak yang tertunda selama pandemi sehingga memungkinkan mereka hidup lebih sehat,” ujar Prima pada temu media dalam rangka Pekan Imunisasi Dunia 2023, di Jakarta, Senin (8/5/2023).
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2021, sebanyak 25 juta anak di dunia belum mendapatkan imunisasi lengkap. Jumlah ini 5,9 juta lebih banyak daripada tahun 2019 yang sebanyak 19,1 juta anak dan merupakan jumlah tertinggi sejak 2009. Sementara di Indonesia, terdapat 1.525.936 anak yang belum mendapatkan imunisasi lengkap pada 2017-2021.
DEONISIA ARLINTA
Niskala Bintang (4 bulan) dipangku oleh neneknya sedang disuntik untuk mendapatkan imunisasi di Posyandu Cempaka, RW 014, Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, Jumat (14/4/2023).
Pandemi Covid-19 yang mengganggu pelayanan kesehatan telah menyebabkan penurunan signifikan imunisasi rutin pada anak. Cakupan imunisasi lengkap untuk bayi usia 0-11 bulan sebesar 84,2 persen pada 2020 dan 84,5 persen pada 2021. Sementara jumlah anak yang belum mendapat imunisasi sama sekali meningkat dari 10 persen pada 2019 menjadi 26 persen pada 2021.
Berdasarkan laporan State of the World Children dari Unicef, Indonesia menjadi salah satu dari 55 negara dengan kepercayaan terhadap program imunisasi yang menurun selama pandemi.
Untuk menekan jumlah anak yang belum imunisasi, pemerintah melaksanakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Namun, capaian cakupannya belum maksimal, terutama di wilayah luar Jawa dan Bali. Capaian rata-rata cakupan BIAN di luar Jawa dan Bali masih di bawah 35 persen. Padahal, imunisasi sangat bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Prima menyampaikan, Pekan Imunisasi Dunia 2023 menjadi momentum untuk mendorong edukasi publik guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi kejar. Kesuksesan program imunisasi nasional dapat tercapai jika masyarakat percaya imunisasi sebagai solusi pencegahan penyakit yang aman dan efektif.
”Imunisasi menjadi salah satu investasi dalam kesehatan global serta berperan penting mencapai 14 dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SGDs),” kata Prima.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Hartono Gunardi mengatakan, imunisasi kejar dapat diberikan pada anak bersamaan dengan pemberian beberapa jenis vaksin rutin. Artinya, setiap anak bisa memperoleh suntikan vaksin lebih dari satu kali dalam satu waktu.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Seorang anak menahan sakit saat disuntik vaksin campak dan rubela (MR) saat berlangsung program imunisasi di posyandu Kelurahan Cinangka, Sawangan, Depok, Sabtu (23/9/2017).
”Setiap anak dapat memperoleh lebih dari satu suntikan sekaligus, misalnya dengan pemberian vaksin hexavalent, yaitu kombinasi vaksin difteri, tetanus, dan pertusis (DPT) haemophilus influenzae tipe B (HIB), hepatitis B, dan polio,” kata Hartono.
Maka dari itu, menurut Hartono, masyarakat harus betul-betul memahami bahwa hanya dengan imunisasi rutin lengkap (IRL), anak-anak Indonesia terlindungi secara optimal dari PD3I sehingga dapat tumbuh menjadi generasi emas di masa mendatang.
Pada 2023, Kemenkes menambahkan antigen baru dalam program imunisasi nasional. Keempat jenis vaksin tersebut adalah vaksin Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) untuk mencegah pneumonia (radang paru), Human Papilloma Virus (HPV) untuk mencegah kanker leher rahim (serviks), vaksin Rotavirus (RV) untuk mencegah diare berat, dan Inactivated Poliovirus Vaccine (IPV) dosis kedua untuk memperkuat perlindungan polio.
Imunisasi PCV telah diberikan pada 2016-2021 yang mencakup semua kabupaten/kota di Bangka Belitung dan Nusa Tenggara Barat serta beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat dan Jawa Timur. Pada 2022, cakupannya diperluas secara nasional. Imunisasi tersebut diberikan dua kali pada saat anak berusia 0-11 bulan dan sebanyak satu kali saat anak usia 12-24 bulan.
Selain itu, imunisasi HPV juga sudah diberikan kepada siswa sekolah dasar kelas V dan VI sejak 2016 di 20 kabupaten/kota di DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Pada 2022, pemberiannya diperluas ke 112 kabupaten/kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara. Kemudian, pada 2023, imunisasi ini akan diperluas sebagai program nasional.
Imunisasi kejar menjadi solusi yang diperlukan untuk melengkapi imunisasi anak yang tertunda selama pandemi sehingga memungkinkan mereka hidup lebih sehat.
Direktur Medis Vaksin GSK Indonesia Deliana Permatasari mengatakan, produksi dan distribusi vaksin perlu dibantu sejumlah pemangku kepentingan. Pemerintah, asosiasi dokter, dan praktisi kesehatan perlu bekerja sama menyukseskan program imunisasi nasional.
”Kolaborasi ini penting dilakukan untuk mempercepat cakupan imunisasi lengkap terhadap PD3I, di antaranya rotavirus, flu, dan PCV. Selain itu, kolaborasi ini penting untuk mengedukasi secara berkesinambungan,” tutur Deliana.
Pendiri komunitas Smart Mum Indonesia, Vibriyanti, menyambut baik kolaborasi GSK, Kemenkes, dan IDAI untuk mengedukasi para ibu dan orangtua soal imunisasi kejar serta vaksinasi dalam rangka Pekan Imunisasi Dunia 2023. Vibriyanti bahkan menyatakan keikutsertaan Smart Mum Indonesia menjadi agen perubahan dalam mengedukasi para ibu dan orangtua Indonesia soal imunisasi dan vaksinasi.
”Perlu diketahui para orangtua, tidak semua vaksin diberikan melalui suntikan, salah satunya vaksin rotavirus yang diberikan secara oral, sehingga orangtua ataupun bayi tidak perlu cemas akan jarum suntik,” kata Vibriyanti.
Vaksin rotavirus merupakan pencegahan paling utama yang dapat dilakukan orangtua untuk mencegah virus penyebab diare paling umum pada bayi dan anak-anak di seluruh dunia.