Aksi Damai Ribuan Tenaga Kesehatan Tuntut Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan
Ribuan tenaga kesehatan dan tenaga medis melakukan aksi damai penolakan RUU Kesehatan. Pembahasan RUU Kesehatan dinilai tidak terbuka serta tidak mengakomodasi masukan dari organisasi profesi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
DEONISIA ARLINTA
Sejumlah peserta aksi damai yang terdiri dari tenaga kesehatan dan tenaga medis mencoba menurunkan spanduk yang bertuliskan dukungan terhadap RUU Kesehatan yang dipasang di depan kantor Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (8/5/2023). Dalam aksi damai tersebut, sejumlah tenaga kesehatan dan tenaga medis menyerukan penolakan RUU Kesehatan. Pembahasan dari rancangan undang-undang tersebut dinilai terburu-buru, tidak terbuka, serta belum mencakup aspirasi publik secara luas.
JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari 10.000 tenaga kesehatan dan tenaga medis turun ke jalanan di sekitar kawasan Monas serta depan kantor Kementerian Kesehatan, Senin (8/5/2023), untuk menyerukan penolakan Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Pembahasan regulasi itu dinilai terburu-buru, tidak terbuka, dan belum mencakup aspirasi publik secara luas.
Aksi damai dilakukan ribuan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang tergabung dalam lima organisasi profesi kesehatan, yakni Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia. Aksi tersebut dimulai sejak pagi di kawasan Monas dan dilanjutkan hingga siang hari di depan kantor Kementerian Kesehatan.
”Baru kali ini lima organisasi profesi kesehatan turun bersama, terdiri dari tenaga medis, tenaga kesehatan, dan mahasiswa. Ini artinya ada kepentingan bersama, ada persoalan yang harus diperhatikan pemerintah. Selain itu, ada potensi damage (kerugian) yang bisa terjadi jika RUU Kesehatan ini tetap dilanjutkan,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Moh Adib Khumaidi saat aksi damai di depan kantor Kementerian Kesehatan.
Menurut dia, substansi yang dibahas dalam RUU Kesehatan belum mengakomodasi persoalan kesehatan secara keseluruhan di Indonesia. Selain itu, pembahasan dari rancangan undang-undang tersebut dinilai terburu-buru. Banyak masukan dari publik, termasuk masukan dari tenaga kesehatan dan tenaga medis, tidak diperhatikan dan tidak masuk dalam pembahasan RUU Kesehatan.
Adib menyebutkan, salah satu aturan yang didorong adalah memperkuat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dan tenaga medis dalam menjalankan praktik keprofesian dengan standar yang berlaku. Namun, hal itu justru tidak diatur dalam RUU Kesehatan.
”Hal ini menjadi bentuk kriminalitas bagi tenaga kesehatan dan tenaga medis. Negara seharusnya hadir melalui norma yang konkret yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan dan tenaga medis tidak dapat dituntut pidana sepanjang menjalankan praktik profesinya sesuai standar,” tuturnya.
RUU Kesehatan sebelumnya disetujui sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna ke-16 masa persidangan III tahun sidang 2022-2023 di Jakarta, Selasa, 14 Februari 2023. Setelah itu, pembahasan dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait untuk penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM). Pada Rabu, 5 April 2023, DIM dari Kementerian Kesehatan resmi diserahkan kepada DPR dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI.
Substansi yang dibahas dalam RUU Kesehatan belum mengakomodasi persoalan kesehatan secara keseluruhan di Indonesia. Selain itu, pembahasan dari rancangan undang-undangan tersebut juga terburu-buru. (Adib Khuamidi)
Dalam penyusunan DIM, Kementerian Kesehatan telah melakukan kegiatan dengar pendapat dan konsultasi publik pada sejumlah organisasi dan lembaga terkait. Namun, masukan yang disampaikan organisasi profesi kesehatan dinilai tidak terakomodasi dalam DIM yang diserahkan Kementerian Kesehatan tersebut.
”Dalam public hearing (dengar pendapat) kemarin, tidak ada satu pun pemikiran saya yang masuk dalam DIM. Padahal, itu cukup bagus dan mewakili suara organisasi profesi. Artinya (dengar pendapat) kemarin itu apakah hanya ’nina bobo’?” ujar Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Makassar Eka Erwansyah saat perwakilan aksi damai ditemui oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha di halaman kantor Kementerian Kesehatan.
DEONISIA ARLINTA
Sejumlah peserta aksi damai yang terdiri dari tenaga kesehatan dan tenaga medis mencoba menurunkan spanduk yang bertuliskan dukungan terhadap RUU Kesehatan yang dipasang di depan kantor Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (8/5/2023). Dalam aksi damai tersebut, sejumlah tenaga kesehatan dan tenaga medis menyerukan penolakan RUU Kesehatan. Pembahasan dari rancangan undang-undang tersebut dinilai terburu-buru, tidak terbuka, serta belum mencakup aspirasi publik secara luas.
Maka dari itu, menurut Eka, yang juga koordinator lapangan aksi damai perwakilan PDGI, pembahasan RUU Kesehatan yang tidak sesuai dengan aspirasi publik tersebut perlu dihentikan. Organisasi profesi kesehatan yang melaksanakan program kesehatan di lapangan harus menjadi subyek, bukan obyek dalam RUU Kesehatan.
Ketua Bidang Organisasi PB Ikatan Dokter Indonesia Mahesa Paranadipa Maikel menyampaikan, pembahasan RUU Kesehatan dinilai telah melanggar proses demokrasi dalam penyusunan perundang-undangan. Pembahasan dalam rancangan undang-undang tersebut juga dinilai telah mengadu domba dan mendiskreditkan organisasi profesi kesehatan.
Ia pun berharap agar pembahasan RUU Kesehatan dihentikan. Pembahasan tidak perlu dilakukan secara terburu-buru sehingga dapat menghasilkan regulasi yang baik untuk semua pihak. Dalam pembahasan pun harus melibatkan semua pihak terkait serta mengakomodasi aspirasi dari organisasi profesi.
”Jika pemerintah ingin memperbaiki sistem kesehatan ke depan, mohon stop dulu pembahasan RUU Kesehatan. Kita duduk bersama lagi, kita bicarakan lagi visi misi untuk perbaikan Indonesia ke depan. Apabila dalam satu-dua hari ke depan tidak ada respons terkait itu, penolakan ini akan berlanjut ke aksi yang lebih besar dengan penghentian layanan di luar unit darurat,” kata Mahesa.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, semua masukan yang disampaikan dalam aksi damai dari organisasi profesi kesehatan akan didengarkan. Meski demikian, ia menegaskan, transformasi kesehatan tetap harus dilakukan. Reformasi dilakukan untuk masyarakat, bukan hanya untuk organisasi, kepentingan pribadi, ataupun kepentingan satu pihak saja.
DEONISIA ARLINTA
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha menyapa sejumlah perwakilan aksi damai tenaga kesehatan dan tenaga medis di halaman kantor Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (8/5/2023).
”(Masukan) kami dengarkan. Kami akan diskusikan tetapi intinya satu, transformasi harus dilakukan. Pengalaman kita dengan Covid-19 telah mengajarkan hal itu,” katanya.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan, penyampaian pendapat yang disampaikan organisasi profesi kesehatan merupakan hal wajar. Perbedaan pendapat pun juga hal biasa.
”Sekarang tinggal bagaimana kita secara civilized (beradab) bisa mendiskusikan perbedaan pendapat itu. Tujuan pemerintah itu untuk memastikan layanan kesehatan bagi masyarakat meningkat sebaik-baiknya dan saya rasa itu juga tujuan semua tenaga kesehatan,” ucapnya.