Perlu Transformasi, Koalisi Organisasi Nakes Dukung RUU Kesehatan
Koalisi 17 Organisasi Tenaga Kesehatan mendukung pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Kesehatan pada Masa Persidangan V DPR, Mei-Juni 2023.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Sejumlah organisasi tenaga kesehatan melakukan deklarasi dukungan terhadap Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Mereka menganggap RUU Kesehatan perlu segera disahkan sebagai bentuk transformasi dalam dunia kesehatan Indonesia. Di sisi lain, hal ini juga sebagai bentuk reaksi atas rencana demonstrasi sejumlah organisasi profesi yang menolak RUU Kesehatan.
Koalisi 17 Organisasi Nakes terdiri dari Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan, Forum Dokter Susah Praktek, Perkumpulan Apoteker Seluruh Indonesia, Farmasis Indonesia Bersatu, Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker Indonesia, Siti Fadilah Foundation, Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia, hingga Masyarakat Farmasi Indonesia.
Selain itu, ada juga Forum Bidan Desa, Dewan Kesehatan Rakyat, Junior Doctor Network, Aliansi Apoteker dan Asisten Apoteker Peduli Negeri, Lembaga Pemerhati Perawat Indonesia, Dewan Kesehatan Rakyat, Persatuan Honorer Nakes Indonesia, Korban Panitia Nasional Uji Kompetensi Apoteker Indonesia, serta Forum Pendukung RUU Kesehatan.
Dewan Pembina Koalisi 17 Organisasi Nakes Judilherry Justam berharap RUU Kesehatan bisa disahkan pada Masa Persidangan V DPR, Mei-Juni 2023. ”Transformasi kesehatan melalui RUU Kesehatan akan memudahkan tenaga kesehatan mendapat izin pelayanan sehingga bisa menjangkau ke semua lapisan masyarakat,” kata Judilherry saat deklarasi Koalisi 17 Organisasi Nakes mendukung RUU Kesehatan, di Gedung Joang 45, Jakarta, Sabtu (6/5/2023).
Judilherry melihat, selama ini kewenangan pada organisasi profesi terlalu berlebihan. Hal ini diikuti organisasi profesi lain, bahkan yang tidak berbadan hukum yang sah. Dia menganggap, praktik seperti ini kerap menghambat izin praktik bagi nakes sehingga sejumlah daerah tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata.
Selain itu, UU yang berlaku selama ini terlalu berbelit-belit. Dalam UU Praktik Kedokteran tahun 2004, misalnya, Konsil Kedokteran Indonesia tidak dapat mengeluarkan Surat Tanda Registrasi tanpa terlebih dahulu memiliki sertifikat kompetensi yang dikeluarkan kolegium bentukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Kewenangan seperti yang ada dalam UU Praktik Kedokteran ini diikuti organisasi tenaga kesehatan lain, seperti Ikatan Apoteker Indonesia, Perkumpulan Perawat Nasional Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia.
Adapun, Ketua Perkumpulan Apoteker Seluruh Indonesia Mufti Djunusir menganggap, RUU akan menjadi angin segar bagi apoteker di Indonesia. Dengan RUU Kesehatan, akan memudahkan apoteker menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat.
”Keberadaan RUU Kesehatan memudahkan apoteker melakukan dan membuka praktik ke semua lapisan yang diatur dan dilindungi dalam UU,” ucap Mufti.
Tidak terburu-buru
Di sisi lain, Judilherry menampik anggapan sejumlah organisasi profesi bahwa RUU Kesehatan digodok tergesa-gesa dan tidak transparan. Justru upaya komunikasi revisi UU sudah dilakukan sejak 2017. Saat itu, dia bersama 36 dokter dan guru besar mengajukan permohonan uji materi (judicial review) UU Praktik Kedokteran di DPR.
”Sejak saat itu, kami terus melakukan advokasi kepada banyak pihak. Hingga akhirnya pada era Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ditindaklanjuti. Di sisi lain, menkes juga telah melakukan forum diskusi tentang RUU ini dengan sangat transparan,” kata Judilherry.
Sementara itu, koordinator Koalisi 17 Organisasi Tenaga Kesehatan Yenni Tan menganggap, RUU Kesehatan tidak akan menghilangkan perlindungan bagi tenaga kesehatan. Perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan pada UU No 36/2014 dalam Pasal 57 justru kembali dipertegas dalam RUU Kesehatan Pasal 282.
”Pencabutan RUU Praktik Kedokteran akan sangat memberikan manfaat pada dokter dan sekaligus bagi masyarakat yang membutuhkan akses pelayanan kesehatan,” kata Yenny yang juga merupakan ketua Forum Dokter Susah Praktik.
Adapun, Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi menyampaikan, aksi damai yang akan dilakukan sejumlah anggota organisasi profesi kesehatan pada Senin (8/5/2023). Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan atas pembahasan regulasi yang terburu-buru dan tidak memperhatikan masukan dari organisasi profesi.
Namun, ia memastikan, aksi damai yang akan dijalankan tersebut tidak akan mengganggu pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga pelayanan tetap bisa berjalan dengan baik.
Ia menuturkan, terdapat sejumlah pesan yang akan disuarakan dalam aksi damai tersebut. Pesan itu, antara lain, mengingatkan pemerintah akan banyaknya masalah kesehatan yang perlu dibenahi oleh pemerintah, meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, dan meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk layanan di masyarakat. Pesan lainnya ialah mendorong pemerintah untuk memperluas pelayanan di kelompok masyarakat yang belum terjangkau infrastruktur serta sarana prasarana kesehatan (Kompas, 3/5/2023).