Gaungkan Isu Keadilan Ekologis dalam Perdebatan Politik 2024
Isu keadilan ekologis perlu terus digaungkan dalam perdebatan politik tahun 2024. Tidak akan ada ekonomi unggul dan pembangunan yang berkelanjutan jika aspek ekologi terus dikesampingkan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Perdebatan politik di Indonesia semakin intens dan panas menjelang pemilihan umum legislatif dan eksekutif yang diselenggarakan secara serentak di tingkat pusat hingga daerah pada 14 Februari 2024. Sejumlah nama tokoh pun kian gencar muncul ke publik untuk menarik perhatian dan simpati masyarakat.
Selama ini, perdebatan menjelang pemilu lebih banyak membahas isu politik, ekonomi, dan sosial masyarakat. Padahal, isu lingkungan hidup juga merupakan persoalan politik. Sebab, pada dasarnya mayoritas kerusakan alam yang terjadi diakibatkan oleh kebijakan politik di pusat dan daerah yang tidak berpihak atau mengabaikan aspek lingkungan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dorongan untuk menggaungkan isu ini mengemuka dalam diskusi bertajuk ”Mencari, Merumuskan, dan Menempatkan Keadilan Ekologis dalam Perdebatan Politik 2024” di Kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jakarta, Rabu (3/5/2023). Diskusi ini menghadirkan sejumlah akademisi dan praktisi yang berfokus pada isu lingkungan.
Generasi muda dan masyarakat pedesaan merupakan kelompok yang dapat menggaungkan isu keadilan ekologis di tahun politik ini.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi 2005-2008 Chalid Muhammad mengemukakan, tensi politik pada 2024 akan sangat tinggi karena adanya pemilihan presiden sekaligus kepala daerah secara serentak di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, ketegangan politik ini perlu diimbangi dengan suara perjuangan dari masyarakat sipil.
”Jika dilihat selama ini, pemilu selalu digunakan sebagai momentum untuk ijon politik di mana penyokong dari kontestasi politik datang dari para oligarki. Nantinya, setelah kandidat mereka menang akan ada tagihan berupa konsesi industri berbasis lahan yang menimbulkan dampak lingkungan hidup secara akumulatif,” ujarnya.
Chalid menduga, kondisi ini juga masih akan terjadi pada kontestasi Pemilu 2024. Padahal, kondisi ekologi di Indonesia sudah dalam keadaan rusak. Bahkan, sejumlah kegiatan ekstraktif dan eksploitasi yang terjadi selama ini telah menimbulkan dampak besar.
Isu lingkungan yang semakin jauh dari diskursus politik di Indonesia ini membuat semua pihak perlu mencari solusi guna mengarusutamakan isu tersebut. Salah satu upaya Walhi menggaungkan isu ekologis dalam politik yakni melalui narasi ekonomi pemulihan.
”Narasi ini merupakan salah satu tawaran yang menarik. Hal ini karena pada dasarnya ekonomi pemulihan merupakan bagian dari keadilan sosial dan ekologis,” tuturnya.
Sejak belasan tahun lalu, Walhi telah memberikan perhatian lebih terhadap kondisi politik di Indonesia. Beberapa hal yang dikedepankan Walhi yaitu membuat narasi tentang keadilan antargenerasi. Dalam narasi ini, Walhi menekankan bahwa keputusan politik harus berimplikasi tidak hanya pada generasi saat ini, tetapi juga generasi mendatang.
Selain itu, Walhi juga terus mengingatkan kepada pemerintah bahwa keputusan politik yang diambil akan berdampak luas terhadap seluruh spesies makhluk hidup. Sebab, kebijakan yang menyebabkan kerusakan di satu wilayah akan memicu dampak serupa di wilayah lain.
Berikutnya, Walhi menekankan agar keputusan politik negara tidak menimbulkan bencana besar akibat kegiatan ekonomi yang mengeksploitasi alam. Oleh karena itu, Walhi pun datang dengan kampanye terkait bencana ekologis. ”Dari sinilah Walhi melihat hal yang perlu dikedepankan adalah keadilan ekologis,” ujar Chalid.
Menurut dia, aspek keadilan merupakan landasan dalam bernegara yang sangat penting dan ditekankan dua kali dalam Pancasila. Dengan kata lain, setiap aturan atau kebijakan yang dibuat oleh negara harus mempunyai dimensi keadilan sosial dan ekonomi bagi warga negaranya, termasuk alam dan lingkungan tempat mereka berpijak.
Ekologi politik
Pengajar di Fakultas Ekologi Manusia IPB University,Soeryo Adiwibowo,mengatakan, narasi awal yang disampaikan dalam isu ini ialah terkait dengan keadilan lingkungan yang hanya berfokus pada perbaikan lingkungan. Namun, narasi ini terus berkembang menjadi keadilan ekologi dengan cakupan hal yang lebih luas seperti kebijakan politik jangka panjang.
Soeryo memandang bahwa mencapai keadilan ekologis ini harus didukung dengan aspek ekologi politik. Dalam ekologi politik terdapat relasi kuasa antar-pihak dari tingkat lokal hingga global. Pemetaan ini merupakan sesuatu hal yang baik jika terjadi sebuah perubahan struktural.
”Kerusakan atau pencemaran ekologi pada dasarnya adalah inti persoalan sosial, ekonomi, dan politik. Jadi, hal yang perlu diubah bukan sekadar soal teknis atau manajerial pengelolaan lingkungan, melainkan sebuah struktur (sosial dan politik),” ungkapnya.
Soeryo menilai, generasi muda dan masyarakat perdesaan merupakan kelompok yang dapat menggaungkan isu keadilan ekologis di tahun politik ini. Sebab, mereka merupakan kelompok yang banyak diincar sebagai ceruk suara oleh pemilih. Oleh karena itu, kesadaran tentang pentingnya isu ini sangat penting diberikan kepada kedua kelompok tersebut.
Ketua Program Studi Kajian Gender Universitas Indonesia Mia Siscawati menyebut, tidak adanya keadilan ekologis karena eksploitasi sistemik manusia dan alam juga berdampak terhadap isu jender dan anak-anak. Bahkan, tidak sedikit anak-anak di daerah yang harus mengubur mimpinya karena orang tua mereka kehilangan sumber penghasilan yang mayoritas berasal dari alam.
Keadilan ekologis berisi perlakuan yang adil terhadap semua orang, termasuk perempuan serta kelompok marjinal dan kelompok rentan. Artinya, keadilan ini untuk seluruh rakyat sehingga bila hal ini diadopsi dalam sebuah kebijakan maka harus mengatasi terlebih dahulu penyebab kerusakan lingkungan sekaligus segala bentuk diskriminasi yang ada.
”Keadilan ekologis juga mengakui keprihatinan dan situasi berbeda yang dihadapi perempuan maupun laki-laki dari berbagai kelompok sosial yang tinggal di perkotaan atau pedesaan. Dengan demikian, keadilan ekologis tidak terlepas dari keadilan jender,” ujarnya.