Belum Semua Perguruan Tinggi Terbuka dengan Kehadiran Praktisi
Tidak semua perguruan tinggi terbuka soal pengajar praktisi. Kehadiran program Praktisi Mengajar, menjadi kebutuhan dan perlu dibiasakan di seluruh kampus Indonesia.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kehadiran program Praktisi Mengajar dinilai memberikan tambahan wawasan secara praktis bagi mahasiswa lewat kolaborasi antara praktisi dunia kerja dengan dosen di perguruan tinggi. Namun, tidak semua perguruan tinggi terbuka dengan hadirnya para praktisi karena tidak semua dosen dapat menerima perubahan pembelajaran di dalam kelas.
Program Praktisi Mengajar merupakan program yang diinisiasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang diluncurkan pada 2022. Program ini merupakan kolaborasi aktif antara praktisi ahli dengan dosen pengampu di perguruan tinggi di Indonesia yang disampaikan di ruang kelas baik secara luring maupun daring.
Praktisi Mengajar adalah bagian dari Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang disiapkan bagi mahasiswa di perguruan tinggi agar lulusan perguruan tinggi lebih siap masuk ke dunia kerja.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek Nizam mengungkapkan, tidak semua perguruan tinggi di Indonesia terbuka dengan kehadiran praktisi. Ketidakterbukaan itu menjadi salah satu kendala yang dihadapi sejalan dengan bergulirnya program Praktisi Mengajar hingga saat ini.
”Tidak semua perguruan tinggi terbuka dengan perubahan di dalam kelas, terlebih dengan dosen-dosen yang bukan berasal dari dalam kelas itu sendiri. Selain itu, tidak semua praktisi juga andal dan memiliki waktu yang cukup untuk mengajar,” ucap Nizam, Kamis (4/5/2023).
Lebih lanjut, Nizam menilai, meskipun masih menghadapi kendala, kehadiran program Praktisi Mengajar di perguruan tinggi menjadi kebutuhan dan perlu dibiasakan di seluruh kampus di dalam negeri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi justru akan semakin cepat dan beragam dengan adanya program dari MBKM itu.
“Saya menyebutnya huluisasi, yaitu membawa tacit knowledge atau pengetahuan yang sulit dimengerti menjadi explicit knowledge atau pengetahuan yang dikumpulkan sedemikian rupa, sehingga lebih mudah dipahami mahasiswa. Membawa pengalaman lapangan menjadi ilmu formal yg bisa dipelajari,” tutur Nizam.
Selama manfaat program itu betul-betul dirasakan oleh mahasiswa, dosen, dan praktisi, program Praktisi Mengajar semestinya dapat diterima, terus berlanjut, serta semakin besar. Oleh karena itu, Kemendikbudristek dan Tim Praktisi Mengajar bertugas memastikan program terus berjalan dan berdampak positif pada kompetensi dan kesiapan lulusan menghadapi masa depan di dunia profesi.
Evaluasi
Manajer Program Praktisi Mengajar Nila Tristiarini, mengatakan, Praktisi Mengajar di tahun 2023 diikuti 245 perguruan tinggi di Indonesia dengan 7.935 kelas kolaborasi yang melibatkan 4.738 praktisi dan lebih dari 265.000 mahasiswa. Sedangkan pada 2022 Praktisi Mengajar menghasilkan lebih kurang 12.000 kolaborasi yang melibatkan ribuan praktisi di lebih dari 800 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
”Praktisi Mengajar ini merupakan satu dari delapan program MBKM dan digelar tiap semester dalam satu tahun. Para praktisi berdiskusi dengan dosen pengampu mata kuliah untuk menciptakan materi yang berkualitas sebagai bahan ajar,” ucap Nila pada konferensi pers kegiatan perkuliahan program Praktisi Mengajar Kampus Merdeka oleh Prilly Latuconsina secara daring di Universitas Udayana, Bali, Kamis.
Oleh karena itu, evaluasi terus dilakukan terlebih soal kualifikasi praktisi, mengingat belum semua perguruan tinggi terbuka soal dosen praktisi. Kualifikasi jangka waktu pengalaman praktisi diperlebar dari sebelumnya minimal tiga tahun, saat ini menjadi lima tahun sesuai bidang ajarnya.
"Sekarang para praktisi tidak hanya mengunggah curriculum vitae (CV) dan ijazah perkuliahan, tapi juga portofolio," tambah Nila.
Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Ova Emilia menyebut, kolaborasi antara pengajar praktisi dengan perguruan tinggi bukanlah hal baru. Sudah lama para alumni universitas berbagi pengalaman kerjanya kepada mahasiswa yang masih berkuliah.
UGM sebagai pelaksana pusat Kampus Merdeka mendukung program Praktisi Mengajar, berkaca pada pengalaman mahasiswa di bangku kuliah. Program ini menciptakan peluang bagi anak-anak didik agar dapat belajar langsung dengan dosen praktisi yang ahli di bidang-bidang tertentu.
Praktisi Mengajar di tahun 2023 diikuti 245 perguruan tinggi di Indonesia dengan 7.935 kelas kolaborasi yang melibatkan 4.738 praktisi dan lebih dari 265.000 mahasiswa.
”Sebenarnya kami juga memanfaatkan praktisi dan alumni yang berbagi pengalaman kerja kepada mahasiswa jauh sebelum ada program Praktisi Mengajar. Tapi, program ini adalah suatu penguatan dan harus terus berinovasi karena ini bukan hal baru,” ucap Ova.
Kemudian, Ova mengatakan, Praktisi Mengajar masih mendapatkan dukungan dari pemerintah. Terdapat koordinasi dan fasilitasi dari pemerintah, karena program ini perlu diintensifkan dan dikuatkan, salah satunya dengan anggaran dari pemerintah juga.
Sementara itu, dosen praktisi Prilly Latuconsina menceritakan pengalamannya sebagai praktisi di dua universitas, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Universitas Udayana (Unud) Bali. Prilly menjadi praktisi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM pada 2022 dan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Unud pada 2023.
”Program Praktisi Mengajar menjadi favorit saya. Saya harap, saya bisa terus mengajar di universitas lainnya. Sebagai seorang praktisi, saya juga ikut belajar karena dalam proses mengajar itu banyak sudut pandang mahasiswa lain. Semoga mahasiswa yang hari ini mendengarkan paparan saya, mendapat banyak manfaat di lapangan kerja nantinya,” tutur Prilly.
Prilly memberikan berbagai materi sebagai bahan ajar, seperti cara mengatur media, pemasaran produk, branding, hubungan masyarakat, strategis bisnis kreatif, dan strategi pemasarannya.