Organisasi Profesi Kesehatan Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan
Sejumlah organisai profesi berencana menggelar aksi damai menolak pembahasan RUU Kesehatan. Pembahasan RUU tersebut yang berjalan selama ini dinilai belum mampu mengakomodasi masukan dari organisasi profesi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Spanduk bertuliskan penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law yang terpasang di mobil komando saat demo tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di depan gedung DPR RI, Jakarta, Senin (28/11/2022). Demo digelar untuk mendesak anggota DPR RI untuk mencabut RUU Kesehatan Omnibus Law dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas di tahun 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah organisasi profesi kesehatan tetap meminta pemerintah menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Proses pembahasan yang berlangsung saat ini dinilai terlalu terburu-buru serta belum mampu mengakomodasi masukan dari organisasi profesi.
Organisasi profesi kesehatan dimaksud ialah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), serta Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Kelima organisasi profesi tersebut menyerukan aksi damai sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Kesehatan yang rencananya akan dilaksanakan pada 8 Mei 2023.
”RUU kesehatan berpotensi memperlemah perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat ataupun nakes dan masyarakat, serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional,” ujar Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadillah dalam konferensi pers ”Stop Pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law)” di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Ia menambahkan, RUU Kesehatan yang saat ini dibahas juga berpotensi melemahkan peran masyarakat madani dalam iklim demokrasi di Indonesia. Hal tersebut terjadi dengan cara memecah organisasi profesi yang selama ini bertugas mengawal profesionalisme anggotanya. Selain itu, pembahasan RUU juga dinilai lebih mementingkan tenaga kesehatan asing.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melewati spanduk penolakan RUU Kesehatan di Tebet, Jakarta Selatan, Junat (25/11/2022). Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang disusun dengan menghimpun sejumlah regulasi atau omnibus law masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2023.
Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Paulus Januar menuturkan, aturan lain yang juga dikritisi, yakni adanya pengecualian pada program adaptasi terhadap dokter lulusan luar negeri. Hal itu dikhawatirkan dapat menyebabkan lahirnya tenaga kesehatan yang substandar sehingga berdampak pada kualitas layanan kesehatan di masyarakat.
RUU kesehatan berpotensi memperlemah perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat ataupun nakes dan masyarakat, serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional.
Wakil Ketua II Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mahesa Paranadipa Maikel menilai, RUU Kesehatan tidak memberikan jaminan hukum yang kuat mengenai kepastian kerja dan kesejahteraan tenaga kesehatan dan tenaga medis. Jaminan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan pun tidak diberikan dalam aturan tersebut.
Ia pun menyoroti pemberhentian kontrak kerja dokter spesialis bedah saraf yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Zaenal Mutaqqin di RS Umum Pusat Kariadi Semarang atas sikap kritisnya terhadap pembahasan RUU Kesehatan.
”Kalau terhadap seorang guru besar dan dokter spesialis konsultan dengan reputasi internasional dapat diperlakukan demikian, bagaimana dengan tenaga kesehatan yang lebih lemah posisinya. Ternyata pada RUU Kesehatan tidak melindungi tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam mendapatkan kepastian dalam menjalankan pekerjaan profesinya,” kata Mahesa.
Aksi damai
Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi menyampaikan, aksi damai yang akan dilakukan sejumlah anggota organisasi profesi kesehatan merupakan bentuk keprihatinan atas proses pembahasan regulasi yang terburu-buru dan tidak memperhatikan masukan dari organisasi profesi. Namun, ia memastikan, aksi damai yang akan dijalankan tersebut tidak akan mengganggu pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga pelayanan tetap bisa berjalan dengan baik.
Ia menuturkan, terdapat sejumlah pesan yang akan disuarakan dalam aksi damai tersebut. Antara lain, mengingatkan pemerintah akan banyaknya masalah kesehatan yang perlu dibenahi oleh pemerintah, meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, dan meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk layanan di masyarakat. Pesan lainnya ialah mendorong pemerintah untuk memperluas pelayanan di kelompok masyarakat yang masih belum terjangkau infrastruktur serta sarana prasarana kesehatan.
”Hal-hal seperti inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh pemerintah dan wakil rakyat di parlemen daripada terus-menerus membuat undang-undang baru,” kata Adib.
Hal lain juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Ikatan Bidan Indonesia Ade Jubaedah. Penghapusan sejumlah undang-undang terkait organisasi profesi kesehatan, termasuk Undang-Undang Kebidanan dalam RUU Kesehatan, amat disayangkan. Perjuangan yang dilakukan dalam pembentukan undang-undang sebelumnya tidak mudah.
”Jadi, kami sepakat untuk menolak RUU Kesehatan karena telah menghapus undang-undangan yang sudah established (ditetapkan). Kami mohon agar RUU Kesehatan ini tidak mencabut undang-undang yang sudah ditetapkan sebelumnya, termasuk Undang-Undang Kebidanan,” ujarnya.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kiri) menyerahkan daftar inventarisasi masalah RUU Kesehatan kepada DPR RI yang diterima oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI di Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Sebelumnya, dalam siaran pers, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, tidak benar jika RUU Kesehatan menghilangkan perlindungan bagi tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan di masyarakat. RUU Kesehatan justru menambah perlindungan hukum yang selama ini belum maksimal.
”Pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian di luar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin,” katanya.
Selain itu, terdapat pasal baru yang diusulkan dalam RUU Kesehatan terkait dengan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan. Pasal itu, antara lain, ialah penyelesain sengketa di luar pengadilan, perlindungan peserta didik, anti-perundungan, serta proteksi tenaga kesehatan dan tenaga medis dalam keadaan darurat.
”Pasal-pasal perlindungan hukum yang saat ini berlaku di undang-undang yang ada juga turut diadopsi dan tidak ada yang dikurangi,” ujar Syahril.