Jutaan arsip bernilai sejarah telah didigitasi atau dialihwahanakan dari format analog ke digital. Hal ini memudahkan masyarakat untuk mengakses arsip demi berbagai kepentingan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Digitasi atau alih wahana arsip analog ke format digital memperluas akses masyarakat terhadap berbagai informasi, mulai dari sejarah, kebencanaan, kebudayaan, hingga pendidikan. Informasi dapat dimanfaatkan untuk memperkaya ilmu pengetahuan, menjadi referensi studi, hingga membangun memori kolektif masyarakat.
Arsip-arsip Indonesia, antara lain, didigitasi oleh Arsip Nasional RI (ANRI). Kepala ANRI Imam Gunarto pada Rabu (3/5/2023), di Jakarta, mengatakan, arsip yang telah didigitasi dapat diakses publik melalui Sistem Informasi Kearsipan Nasional (SIKN) dan Jaringan Informasi Kearsipan Nasional (JIKN). Terdapat jutaan arsip di sana.
Beberapa di antara jutaan arsip tersebut, yakni arsip pidato Soekarno pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat. Pidato yang disampaikan pada 30 September 1960 itu berisi gagasan soal perdamaian dan tatanan dunia yang baru. Pidato ini juga menginspirasi para pemimpin negara ketiga untuk melawan penindasan serta mewujudkan keadilan.
Arsip lain yang dapat diakses publik, antara lain, ialah peta berbagai daerah dari beberapa dekade lalu, peraturan daerah, hingga arsip kebencanaan, seperti tsunami, banjir, dan tanah longsor. Ada pula arsip Peraturan Kerajaan Tanah Bone tahun 1939 hingga arsip lawatan Raja dan Ratu Belgia ke Candi Borobudur pada 1974. Adapun Belgia jadi salah satu negara penyumbang dana untuk pemugaran candi. Pemerintah Belgia juga mengembalikan dua kepala patung Buddha.
”SIKN dan JIKN kami genjot terus agar masyarakat bisa memahami sejarah masa lalu dengan mengakses arsip-arsip di sana,” kata Imam saat dihubungi dari Jakarta.
Terbukanya akses arsip bersejarah diharapkan berkontribusi ke perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut Imam, akademisi, peneliti, hingga jurnalis dapat mengolah arsip tersebut menjadi pengetahuan yang menarik dan relevan dengan konteks masa kini. Dengan demikian, pengetahuan masa lalu dapat terus ”hidup”.
Arsip-arsip ini juga memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Imam mengatakan, sebagian masyarakat saat ini kerap membaca informasi yang sumbernya belum tentu jelas. Hal ini membuat masyarakat rentan terhadap hoaks.
”Kita ingin membangun masyarakat Indonesia yang mempunyai memori kolektif yang otentik. Namun, masyarakat sekarang tidak selalu suka akses informasi yang serius dan otentik. Mereka suka dengan yang viral dan booming, tapi tidak jelas sumber referensinya,” kata Imam.
Arsip-arsip ini juga memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Sebelumnya, Guru Besar Filologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Oman Fathurrahman mengatakan, manuskrip masa lampau menggambarkan memori kolektif masyarakat. Manuskrip juga merekam kekayaan kearifan lokal, seperti hukum adat hingga ramuan obat. Harapannya, manuskrip dapat dimanfaatkan secara optimal. Belum lagi, sejumlah manuskrip kuno kini telah didigitasi dan dapat diakses secara gratis oleh masyarakat.
”Ada transformasi digital yang luar biasa signifikan sejak tahun 2000-an. Ada juga program Dreamsea (Digital Repository of Endangered and Affected Manuscript in Southeast Asia) yang, misalnya, berisi keragaman manuskrip Hindu, Buddha, Islam, dan lainnya. Itu tersedia online dan gratis,” kata Oman pada peluncuran buku Keajaiban Negeri Emas Zabaj: Indonesia dalam Catatan Dunia Islam Masa Abbasiyah, Selasa.
Adapun Dreamsea merupakan program hasil kerja sama Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, bersama Pusat Studi Manuskrip Budaya (CSMC) Universitas Hamburg, Jerman. Penyimpanan naskah digital bekerja sama dengan Museum Hill dan Perpustakaan Manuskrip (HMML) di Minnesota, Amerika Serikat.
Per Oktober 2021, sedikitnya ada 250.000 gambar atau halaman dari Indonesia dan Asia Tenggara yang telah didigitasi. Sejak diluncurkan pada tahun 2018, Dreamsea membantu mendampingi 102 warga pemilik manuskrip di 29 lokasi di Asia Tenggara. Hasil pendampingan itu berupa digitasi terhadap 4.274 manuskrip atau setara 248.291 gambar atau halaman (Kompas.id, 2/10/2021).