Setiawan Sabana, Seniman Kertas dari Kampus Ganesha, Berpulang
Setiawan Sabana lahir di Bandung, 10 Mei 1951, dan meninggal di kota yang sama, Kamis (27/4/2023). Tidak hanya berkiprah sebagai akademisi di ITB, dia dikenal pula sebagai seniman yang hidupnya lekat dengan kertas.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Seniman sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung, Setiawan Sabana, berpulang di Bandung, Jawa Barat, Kamis (27/4/2023). Tidak hanya memberikan sumbangsih di bidang akademi, profesor dari ”kampus Ganesha” ini memiliki kecintaan terhadap kertas melalui berbagai karyanya.
Berdasarkan informasi dari ITB, Setiawan berpulang pada pukul 03.00. Sebagai Purnabakti Guru Besar Kelompok Keilmuan Seni Rupa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, jenazahnya dilepas di kampus tersebut setelah prosesi shalat jenazah di Masjid Salman ITB.
Dekan FSRD ITB Andrianto Rikrik Kusmara dalam pidato pelepasannya menyebut Setiawan adalah sosok yang menginspirasi akademisi ITB. Dia meninggalkan banyak karya untuk para generasi penerus, mulai dari buku hingga jurnal. Setiawan telah mengabdi menjadi dosen selama 42 tahun di ITB dan masuk ke masa purnabakti pada Oktober 2021.
”Beliau meninggalkan banyak legacy untuk para generasi penerus ITB. Karya-karya beliau berupa buku, jurnal, bahkan pameran tunggal, baik dalam skala nasional maupun internasional,” ujarnya.
Setiawan Sabana lahir di Bandung, 10 Mei 1951. Riwayat pendidikan tingginya dimulai dari Jurusan Seni Murni FSRD ITB pada 1977. Setelah itu, dia melanjutkan studi jurusan seni di Northern IIlinois University, Amerika Serikat, pada 1982. Pada 2022, Setiawan meraih gelar doktor pada Program Pascasarjana ITB.
Kemampuan Setiawan di bidang seni diakui di dalam dan luar negeri. Di Indonesia, dia mendapatkan berbagai penghargaan di bidang akademis dan seni. Pada 2006, Setiawan mendapatkan Satyalancana Karya Satya XX Tahun dari Presiden RI dan Ganesha Wira Adiutama ITB.
Bahkan, lewat berbagai karya akademis dan seninya, Setiawan mendapatkan Anugerah Budaya Kota Bandung tahun 2016, Anugerah Seni Jawa Barat (2017), Penghargaan dalam rangka 70 tahun FSRD, hingga Penghargaan Akademisi Peduli Disabilitas Jabar (2019). Di level dunia, pria yang hobi berolahraga ini juga diacungi jempol.
Setiawan mendapatkan Silver Medal 1st Seoul International Art Exhibition, Pan Asia Association, Seoul, South Korea, di tahun 1984. Pada tahun berikutnya, dia mendapatkan Gold Medal 2nd Seoul International Art Exhibition, Pan Asia Association, Seoul, South Korea (1985).
Setiawan juga mendapatkan The Special Contribution Award of Asian Art Exhibition for Outstanding Contributions to the 22nd Asian International Art Exhibition (2007). Semua itu didapatkannya dengan penuh dedikasi, bahkan jatuh cinta terhadap seni bersama kertas di dalamnya.
Kepada Kompas, Setiawan pernah menceritakan ketertarikannya kepada kertas. Dalam rubrik Sosok harian Kompas, Sabtu (4/6/2011), dia menyebut kertas sebagai penggambaran dari kehidupan. Sebagai akademisi dengan latar pendidikan grafis, kehidupannya pun tidak lepas dari peran kertas.
”Peran kertas sangat besar bagi kehidupan manusia. Kertas itu seperti siklus kehidupan saya yang menua dan diganti oleh orang muda. Kertas bagi saya akan mencapai sebuah titik, tinggal legenda. Saya pun akan menjadi legenda bagi keluarga saya kelak,” ujarnya.
Kini, saat Setiawan pergi, pelajaran dari kehidupannya menjadi contoh bagi para kolega, mahasiswa, serta masyarakat yang mengenalnya. Wakil Rektor Bidang Sumber Daya ITB Gusti Ayu Putri Saptawati menyebut, almarhum adalah sosok yang santun dan penuh hormat kepada siapa pun.
”Sejumlah prestasi, jasa, serta bakti telah dipersembahkan kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Kami menghaturkan dukacita yang mendalam kepada keluarga besar Profesor Setiawan Sabana,” ujarnya.
Kepergian seniman kertas ini pun memberi pelajaran berarti bagi orang-orang yang mengenalnya. Berbagai ilmu yang dia dokumentasikan, bahkan karya yang dipamerkan, menjadi legenda dalam belantika seni Tanah Air. Selamat jalan, Prof....