Birokratisasi, Senjakala Nasib Dosen Indonesia
Masa depan dosen Indonesia makin suram jika birokratisasi akademik terus dipertahankan. Otonomi perguruan tinggi akademik dan non-akademik harus sepenuh hati dilaksanakan.

Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Al Makin, menyampaikan pidato dalam acara pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Filsafat di kampusnya, Kamis (8/11/2018), di Yogyakarta. Karier dosen dinilai semakin suram dengan adanya Permenpan dan RB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional. Semakin lama bagi dosen untuk mencapai jabatan fungsional guru besar/profesor.
Pemerintah meyakini penerbitan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional akan menunjang profesionalisme aparatur sipil negara, salah satunya dosen. Sebaliknya, para dosen justru memandang aturan ini sebagai senjakala bagi Indonesia ke depan.
Ketika sedang khusyuk menjalankan ibadah puasa bulan April lalu, para dosen perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) tiba-tiba harus disibukkan untuk mengunggah banyak dokumen sebagai bukti kinerja Tri Dharma mereka yang belum pernah dinilai hingga 31 Desember 2022. Jika tidak mengurus administrasi pengajuan penilaian angka kredit (PAK) hingga pertengahan April, angka kredit mereka terancam hangus. Artinya, kenaikan pangkat dan jabatan fungsional bakal terhambat dan kesejahteraan pun terdampak.
Berhari-hari, dosen harus mengais-ngais kembali dokumen lama dalam kurun waktu belasan tahun lalu agar dapat diunggah di sistem pelaporan yang dikelola pemerintah. Ada yang harus begadang, bahkan hingga jatuh sakit karena takut apabila angka kredit yang sudah susah payah mereka kumpulkan terancam hangus.
Ada transisi sistem PAK dari yang lama ke baru yang berlaku sejak Januari 2023. Jadi, yang belum dinilai tetap bisa dihitung angka kreditnya, disesuaikan dengan sistem baru.
Baca juga: Ketika Dosen Terus Merasa Di-”prank”

Kehebohan karena urusan pelaporan administrasi oleh para dosen ini bukan hanya terkait perubahan sistem PAK oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) serta Badan Kepegawaian Negara. Jauh sebelumnya, pelaporan-pelaporan administratif seperti ini selalu merepotkan dan membebani para dosen. Mereka harus mengunggah berbagai dokumen yang tidak substantif.
Jika dulu memfotokopi dokumen menjadi kesibukan dosen, di era digital saat ini, para dosen sibuk mengunggah dokumen berulang kali di banyak aplikasi yang tidak terintegrasi untuk pengajuan kenaikan pangkat atau jabatan fungsional.
Cara pandang pemerintah pada profesi dosen layaknya birokrat ASN lainnya dinilai menghambat kemajuan dosen dan PT di Indonesia. Akibatnya, daya saing PT Indonesia pun tertinggal jauh dari negara lain. Senjakala dosen Indonesia semakin dekat karena mereka terus-menerus terjerat dengan hal-hal prosedural yang tidak substantif.
Dosen di Malaysia
Seorang profesor halal asal Indonesia yang mengajar di Malaysia, Irwandi Jaswir (52), Rabu (26/4/2023), mengatakan, karier dosen di Malaysia jelas, dimulai dari asisten profesor dan dalam tiga tahun menjadi associate professor. Para dosen di Malaysia hidup terjamin. Untuk menjadi dosen, minimal berpendidikan S-3 atau doktor dan pemerintah cukup banyak menyediakan beasiswa kuliah S-3 bagi calon dosen.
Talenta muda berbakat di Malaysia berminat dengan profesi dosen. Mereka bisa bekerja dengan tenang karena kesejahteraan dan pengembangan kariernya jelas. Gaji awal dosen di kisaran 5.000-6.000 ringgit atau di atas Rp 16 juta.
Meskipun Irwandi adalah seorang warga negara asing di Malaysia, di sana ia dihargai karena kepakarannya. Irwandi menjadi profesor di International Islamic University Malaysia sejak tahun 2015 atau saat berusia 45 tahun.
Kini, Irwandi menjadi profesor senior (grade B). Dia banyak meraih penghargaan internasional terkait sains halal, salah satunya penghargaan King Faisal Prize yang diberikan langsung oleh Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud pada 2018.
Di Malaysia, para dosen didorong untuk giat meneliti. Yang menarik, hibah atau dana penelitian bagi dosen dari pemerintah maupun swasta tersedia di sana.
Karena itulah, fokus dosen akhirnya lebih kepada penelitian dan pelaporan penelitian. Sementara, untuk urusan pengelolaan dana dan sistem administrasi, bahkan sampai pemesanan tiket, termasuk mengikuti seminar atau kongres di luar negeri pun sudah diatur oleh manajemen pusat riset.
Baca juga: Pengukuran Produktivitas Dosen Indonesia Perlu Dikaji Ulang

Profesor Irwandi Jaswir bersama Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud.
Adapun, untuk penilaian kinerja maupun kenaikan pangkat atau jabatan fungsional, para dosen di Malaysia tidak harus sibuk berhari-hari mengunggah dokumen ke berbagai aplikasi. Sebab, manajemen sumber daya manusia di kampus sudah terkelola dengan baik sehingga semua data yang diperlukan tinggal ditarik saat dibutuhkan.
Bahkan, pengurusan jabatan fungsional hingga guru besar atau profesor sudah diurus di tingkat PT masing-masing. ”Hanya untuk mengajukan guru besar, tinggal dikirim CV (curicullum vitae) ke tujuh profesor di seluruh dunia agar terjadi blind assessment sehingga lebih profesional,” katanya.
Irwandi merupakan dosen berkewarganegaraan asing yang bekerja dengan sistem kontrak. Tiap tiga tahun sekali dirinya dinilai.
Berbeda dengan dosen ASN warga negara Malaysia yang mendapat uang pensiun, dirinya tidak mendapat uang pensiun. Namun, Irwandi punya kesempatan untuk berkembang.
Di kampus, ia memiliki sejumlah jabatan strategis. Salah satunya, Irwandi terlibat dalam komite kenaikan pangkat di universitas.
Irwandi berkisah bahwa dirinya sempat pusing dengan beban administratif pelaporan penggunaan dana riset dari Pemerintah Indonesia. Dia bersama salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia mendapat dana penelitian sekitar Rp 1,3 miliar.
”Bayangkan dalam dua bulan penelitian sudah harus selesai. Untung saya sudah punya banyak data. Saya tidak mau repot dengan sistem administrasi laporan karena di Malaysia fokus dosen, ya, meneliti. Urusan administrasi saya serahkan ke tim PTS yang berkolaborasi untuk membangun laboratorium halal,” kisah Irwandi.
Secara terpisah, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Rimawan Pradiptyo, di acara Ristaker Podcast bertajuk ”Senjakala Nasib Dosen di Indonesia? Bedah Kebijakan Menpan dan RB Terkait Jenjang Karier Dosen”, Selasa (18/4/2023), mengatakan, tiap profesi, termasuk dosen, mempunyai proses bisnisnya sendiri. Namun, di Permenpan dan RB ada 293 profesi yang diatur oleh sejumlah kementerian/lembaga.
”Tiap profesi punya proses bisnisnya sendiri. Mekanisme penilaian tunduk pada proses bisnis tiap profesi, bukan sebaliknya. Dari penilaian ini juga seharusnya menciptakan sistem insentif yang mendorong orang berperilaku semakin produktif,” kata Rimawan.
Jika birokratisasi dosen di Indonesia masih terus berlangsung, senjakala karier dosen dapat memengaruhi lembaga PT. Para dosen yang tidak produktif dan kreatif akan membuat akreditasi PT turun.
Menurut Rimawan, Permenpan dan RB terbaru tentang jabatan fungsional ASN, terutama yang terkait untuk dosen, belumlah menggembirakan. Penilaian angka kredit pun masih lebih prosedural administratif. Bahkan, ada pembatasan angka kredit yang bisa diklaim setiap tahun. Dampaknya, kenaikan pangkat/jabatan fungsional hingga guru besar menjadi lama.
Proses bisnis profesi dosen tampaknya belum dipahami. Adalah aneh jika dosen pun diberlakukan wajib absen finger print karena dosen tidak terikat waktu kerja pukul 09.00-17.00. Semisal untuk penelitian, di rumah pun tetap saja (penelitian) dipikirkan dan dikerjakan.
Rimawan mengakui, untuk merekrut talenta muda lulusan S-3 menjadi dosen tidaklah mudah. Di kampusnya, pernah tidak ada yang melamar untuk menjadi dosen pascasarjana dan ketika persyaratan diturunkan menjadi minimal S-2, baru ada yang melamar. Sayangnya, kandidat yang melamar belum sesuai harapan.
”Brain drain dan lama(-nya) menjadi profesor bisa menghambat kemajuan dosen dan PT di Indonesia. Singapura saja, demi mendapat talenta terbaik untuk jadi dosen, berani menawarkan gaji dengan sistem bargaining untuk tiap dosen yang diincar,” katanya.
Rimawan mengumpulkan data dari beberapa rekan dosen di Singapura, Australia, Inggris, dan Malaysia. Untuk mengurus kenaikan pangkat, para dosen di negara-negara tersebut cukup memberi CV dua lembar dan proposal. Untuk guru besar ada tambahan 5-6 rekomendasi dari profesor lain yang dalam lima tahun terakhir tidak bekerja sama dengan sang dosen.
”Saya pernah di Inggris sebagai research fellow, tidak ada (ketentuan) mengisi banyak administrasi. Untuk penilaian karier, tinggal mengisi formulir tentang apa tugas saya dan apa yang saya kerjakan, apa yang saya lakukan di unit saya, dan bagaimana kontribusi saya di unit untuk universitas. Yang diukur outcome. Tidak ada keharusan meng-upload data bukti administratif,” papar Rimawan.
Menurut Rimawan, jika birokratisasi dosen di Indonesia masih terus berlangsung, senjakala karier dosen dapat memengaruhi lembaga PT. Para dosen yang tidak produktif dan kreatif akan membuat akreditasi PT turun. Hal ini juga dapat berdampak pada akreditasi di tingkat internasional dan peluang kerja sama internasional juga semakin terbatas.
Indonesia dapat belajar dari praktik baik dalam pengelolaan dosen dari banyak negara, salah satunya Malaysia. Penilaian kinerja dosen sudah harus mulai diserahkan kepada institusi PT masing-masing. Dengan demikian, dosen bekerja sesuai misi dari PT.
Kebijakan menyeragamkan
Dosen Fisipol UGM, Wahyudi Kumorotomo, mengatakan, ideologi birokratisasi akademik di Indonesia sudah berlangsung lama dari masa Orde Baru. ”Sejak dulu ada kebijakan menyeragamkan. Padahal, para intelektual kan tidak seragam dalam pemikiran. Yang kita inginkan, dosen justru mengembangkan pola pikir yang lebih bebas dan kreatif yang berguna untuk kemajuan bangsa dengan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ujar Wahyudi.
Menurut Wahyudi, gejala brain drain untuk profesi dosen bisa terjadi apabila syarat semakin sulit seperti lulusan S-3, sementara beban administrasi bertambah. Terlihat di Permenpan dan RB terbaru, dosen muda akan semakin sulit untuk menjadi profesor.
”Dalam kenaikan jabatan fungsional dosen, terlihat ada rasa tidak percaya atau distrust dari pemerintah kepada para dosen. Kalau tidak meng-upload dokumen-dokumen, dianggap tidak ada bukti. Yang dicari bukan substansinya,” ucapnya.
Perlawanan untuk membebaskan upaya birokratisasi dosen juga dilakukan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) yang merupakan organisasi para peneliti, dosen/akademisi, dan mahasiswa yang bersolidaritas bersama memperjuangkan kebebasan akademik di Indonesia.
Ketua KIKA Satria Unggul Wicaksana mengatakan, respons Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek menunjukkan cara pandang yang dibangun, yakni menempatkan PT dan dosen harus memenuhi sistem administrasi. Hal ini seolah-olah menunjukkan bahwa posisi mereka seperti rektor dan/atau tim sumber daya manusia universitas seluruh Indonesia.
Baca juga: Buruh Dosen
Fungsi PT dalam keilmuan yang meniscayakan otonomi jelas tertuang dalam Pasal 62 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang PT. Negara dalam penyelenggaraan pendidikan harus memperhatikan otonomi tersebut sebagai bagian yang inherent dari PT, karena pendidikan mempunyai karakter tersendiri, terhadap dosen pun diperlakukan sesuai dengan karakter otonomi tersebut.
”Sayangnya, praktik otonomi hanya berfokus kepada otonomi keuangan, di mana negara lepas tanggung jawab dalam pembiayaan, dan membiarkan PT mencari sumber-sumber keuangannya sendiri. Padahal, PT sejatinya membutuhkan otonomi keilmuan, yakni ruang bebas dan mandiri dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya masing-masing. Inilah paradoksnya, di mana otonomi pada akhirnya dimaknai setengah hati,” ujar Satria.

Ratusan dosen dan tenaga kependidikan berstatus non-pegawai negeri sipil (PNS) di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau di Pekanbaru, Senin (17/4/2023), melakukan aksi damai. Dosen dan tenaga kependidikan non-PNS ini menuntut keadilan untuk bisa menjadi dosen ASN PPPK secara adil kepada pemerintah.
Problem mendasar dari diterbitkannya Permenpan dan RB No 1 Tahun 2023 yang menyeragamkan aspek birokrasi tentu bermasalah. Sebab, secara konteks, penilaian angka kredit antara dosen dan ASN seperti pustakawan, jaksa, atau pegawai ASN lainnya tentu sangat berbeda, dan tidak bisa diseragamkan. Permenpan dan RB yang menggunakan metode omnibus menimbulkan ketidakadilan bagi dosen karena menyamakan sesuatu yang seharusnya berbeda.
KIKA memandang, penilaian kinerja dan pertanggungjawaban dosen sepenuhnya di bawah wewenang institusi tempat mereka bekerja. Karena itu, Diktiristek tidak bisa sewenang-wenang memberikan perintah kepada dosen, apalagi menilai performa dosen.
Menurut Satria, biarkan kampus menentukan orientasi dan target mereka secara bebas tanpa intervensi Kemendikbudristek. Kampus memiliki hak dalam menafsirkan Tri Dharma PT dan bagaimana hal tersebut akan dijalankan di dalam institusi masing-masing. ”Juga sangat tidak tepat jika semua kampus di Indonesia diperlakukan sama, mengingat SDM dan orientasi yang ada mungkin juga berbeda-beda,” ujar Satria.
Di Indonesia, penilaian untuk dosen PTN di jenjang asisten ahli dan lektor dinilai oleh PT masing-masing, sedangkan PTS oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi di wilayah masing-masing. Adapun, penilaian untuk jabatan lektor kepala dan guru besar atau profesor dilakukan oleh Diktiristek.
Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan dan RB Alex Denni menegaskan, Permenpan dan RB terbaru tentang Jabatan Fungsional justru idenya untuk menyederhanakan birokratisasi yang tadinya rumit menjadi lebih sederhana.
Menurut Alex, sistem penilaian angka kredit yang baru bukan lagi berorientasi pada peng-input-an dokumen-dokumen pengumpulan kredit. Selama ini, para dosen misalnya rajin ikut seminar dan menulis jurnal, lalu bukti diunggah untuk mendapatkan angka kredit, tetapi belum tentu berdampak pada kinerja lembaga/PT tempat bekerja.
Permenpan dan RB terbaru ini memang masih mengatur jabatan fungsional ASN secara umum dulu, baru kemudian dosen. Selama ini, ASN termasuk dosen disibukkan oleh pengisian daftar usulan penetapan angka kredit (DUPAK). Dari survei, di rentang dua sampai tujuh hari per tahun, ASN sibuk mengumpulkan dokumen dan mengunggahnya ke sistem.
”Sekarang disederhanakan fokus dan disesuaikan. Justru Permenpan dan RB No 1 Tahun 2023 ini menghilangkan administrasi isi DUPAK dan melampirkan bukti dan penilaian-penilaian. Kami jadi agak bingung kalau Permenpan dan RB ini dinilai lebih ribet. Tapi memang untuk masa transisi selama enam bulan ini akan lebih ribet untuk dapat menyesuaikan dengan sistem baru,” kata Alex.