Mengamati Gerhana Matahari dengan Aman
Pengamatan gerhana Matahari memang bisa membahayakan mata. Namun, risiko itu bisa diminimalkan dengan pengamatan secara aman dan selamat. Bagaimanapun, gerhana Matahari adalah fenomena alam yang menarik dan langka.
Sebagian besar masyarakat Indonesia akan menikmati gerhana Matahari hibrida 20 April 2023 sebagai Gerhana Matahari sebagian. Meski demikian, fenomena ini tetap menjadi kesempatan spesial untuk bisa menikmati keindahan alam, membuktikan pelajaran di sekolah, atau meresapi keagungan semesta. Namun, keamanan dan keselamatan pengamatan gerhana tetap harus diutamakan.
Gerhana Matahari hibrida Kamis, 20 April 2023 bisa dinikmati di Indonesia dalam bentuk gerhana Matahari total (GMT) dan gerhana Matahari sebagian (GMS). GMT akan terjadi di daerah yang dilintasi jalur totalitas gerhana, yaitu pulau-pulau kecil di selatan dan timurlaut Laut Banda, Maluku, serta sejumlah daerah terpencil di Papua Barat dan pulau-pulau di utara Papua.
Tidak ada satu pun ibu kota provinsi yang bisa menyaksikan GMT. Satu-satunya kota cukup besar yang bisa menikmati GMT ini adalah Biak, ibu kota Kabupaten Biak Numfor. Karena itu, di Biak akan dilangsungkan Festival GMT dari 18 April-20 April 2023 dengan melibatkan astronom dari berbagai lembaga. Sementara tim Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB) akan menggelar edukasi dan pengamatan gerhana bersama masyarakat di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya.
Di luar itu, seluruh wilayah Indonesia kecuali ujung barat Pulau Sumatera bisa menyaksikan GMS. Waktu gerhana yang terjadi di setiap kota berbeda-beda, demikian pula fraksi atau besaran piringan Matahari yang tertutup Bulan. Ketampakan GMS ini bervariasi mulai dari seperti sabit Matahari yang tipis hingga bulatan Matahari yang sompek pada salah satu sisinya.
”Untuk pengamatan GMS, penting mengetahui kapan waktu terjadinya gerhana di setiap daerah,” kata Koordinator Universe Awareness (Unawe) Indonesia yang juga staf Divisi Pendidikan dan Penjangkauan Publik Observatorium Bosscha ITB Yatny Yulianty dalam Bincang Astronomi: Menikmati Gerhana Matahari 2023 dengan Sederhana, Sabtu (1/4/2023).
Dalam pengamatan GMS, terang dan silaunya sinar Matahari akan menyamarkan piringan Bulan yang menutupi Matahari sehingga ketampakan sabit Matahari tidak akan bisa dibedakan dengan mata telanjang. Bahkan, situasi ini juga terjadi saat GMC meski seluruh piringan Bulan telah menghalangi cahaya bagian tengah Matahari. Karena itu, bagi yang berada di luar jalur totalitas penting untuk mengecek kapan awal, puncak, dan akhir terjadinya gerhana Matahari agar tidak kehilangan momentum.
Baca Juga: Rupa-rupa Gerhana dalam Balutan Cerita Rakyat
Gerhana kali ini juga berlangsung di tengah puncak arus mudik Idul Fitri 1444 Hijriah. Gerhana terjadi pada 29 Ramadhan 1444 Hijriah, sehari sebelum Idul Fitri versi Muhammadiyah atau dua hari sebelum Idul Fitri versi kalender Kementerian Agama dan sejumlah organisasi Islam lain. Karena itu, masyarakat bisa mengamati GMS di mana pun, baik di sejumlah kota tujuan mudik maupun di perjalanan.
Sejumlah kelompok astronom amatir dan profesional juga telah merencanakan menggelar pengamatan GMS untuk publik baik untuk umum atau terbatas, seperti di Planetarium dan Observatorium Jakarta, Observatorium Bosscha Lembang, Planetarium dan Observatorium Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, dan Taman Pintar Yogyakarta. Sejumlah klub astronomi juga akan mengamati GMS di alun-alun kota mereka.
Namun, di mana pun pengamatan gerhana Matahari dilakukan, baik GMT maupun GMS, keamanan dan keselamatan pengamatan Matahari perlu diperhatikan. ”Mengamati Matahari secara langsung dalam waktu lama bisa membahayakan mata, meski dampaknya tidak langsung alias terjadi dalam jangka lama,” kata astronom dan pendiri Observatorium dan Planetarium Imah Noong, Lembang, Jawa Barat, Hendro Setyanto.
Menyaksikan Matahari tanpa pelindung dan dalam waktu lama, baik saat terjadi gerhana ataupun tidak, sejatinya sama-sama bahaya. Saat tidak terjadi gerhana, orang jarang menatap Matahari dalam waktu lama. Sebaliknya saat gerhana, orang secara tidak sadar akan sering melihat Matahari dalam jangka waktu tertentu sehingga meningkatkan risiko bahaya.
Dikutip dari Kompas, 2 Maret 2016, sinar Matahari yang menimbulkan bahaya adalah radiasi ultraviolet tipe B atau UVB karena bisa memicu solar retinopathy, yaitu kerusakan parah retina akibat berlebihnya UVB yang masuk. Lonjakan UVB yang mengenai retina akan membuat retina mengeluarkan racun yang merusak makula atau pusat retina mata sehingga memicu kebutaan. Kerusakan retina itu tidak menimbulkan sakit karena retina tidak memiliki saraf sakit.
Baca Juga: Gerhana Matahari Hibrida 20 April 2023 Tiba
Akibatnya, banyak orang tidak sadar bahwa tindakannya melihat Matahari dalam waktu lama dan tanpa pelindung telah merusak matanya. Untuk mencegah itu, dalam pengamatan langsung Matahari, Hendro menyarankan menggunakan kacamata Matahari yang dibuat dengan standar khusus, yaitu memiliki filter dengan nilai kepadatan optik (neutral density) ND 5.0 atau ND100000. Artinya, filter ini mampu mengurangi intensitas cahaya Matahari hingga 100.000 kali. Untuk mengujinya, saat digunakan melihat langit terang, maka akan menghasilkan kondisi yang benar-benar gelap.
Sementara saat digunakan untuk menatap Matahari, akan terlihat bola Matahari yang kekuningan dengan garis piringan Matahari yang jelas dan gelap atau hitam di sekelilingnya.
”Meski menggunakan kacamata gerhana dengan ND 5.0, tetapi tetap tidak boleh melihat Matahari terus-terusan. Sekali melihat Matahari maksimal 2 menit-3 menit,” kata Hendro.
Untuk melihat Matahari langsung, Hendro mengingatkan untuk tidak menggunakan kaca mata gerhana yang sudah digunakan dalam gerhana sebelumnya karena bisa jadi lapisan filternya telah rusak, terutama jika disimpan secara serampangan.
Pemakaian kacamata hitam, klise foto, film kamera yang dibakar, atau foto rontgen karena kemampuannya dalam mengurangi intensitas sinar Matahari kecil, tidak sampai 100.000, seperti pada filter ND 5.0.
Jika ingin menggunakan filter tersebut pada teleskop atau binokuler, filter harus dipasang di lensa bagian depan yang mengarah ke obyek atau Matahari dengan tepat. Mengarahkan teleskop langsung ke Matahari atau memakai filter yang tidak dipasang dengan benar bisa langsung merusak mata atau membakar teleskop dan kamera.
Meski menggunakan kacamata gerhana dengan ND 5.0, tetapi tetap tidak boleh melihat Matahari terus-terusan. Sekali melihat Matahari maksimal 2 menit-3 menit.
Penggunaan filter pada teleskop dan binokuler itu harus dilakukan sepanjang fase GMS dan GMC. Namun, saat fase GMT, bagi mereka yang berada di jalur totalitas, maka filter itu harus dilepas agar GMT bisa diamati. Hanya selama fase totalitas, Matahari boleh diamati langsung dengan mata telanjang hingga keindahan korona Matahari bisa disaksikan. Filter pada teleskop dan binokuler yang tidak dilepas justru akan membuat korona Matahari tidak terlihat.
Namun, saat mengamati GMT tanpa kacamata gerhana atau filter ini harus sangat waspada. Terlebih, fase totalitas GMT di beberapa daerah Indonesia kali ini rata-rata hanya sekitar 1 menit. ”Sering kali karena terpesona keindahan GMT, beberapa orang lupa melepas filter pada teleskop saat akan memasuki fase totalitas dan lupa memasang kembali filter saat totalitas akan berakhir,” tambahnya.
Namun, untuk orang dengan mata sensitif atau baru operasi, Hendro tidak menganjurkan mereka untuk menatap Matahari secara langsung menggunakan kacamata Matahari. Mereka disarankan untuk mengamati gerhana Matahari secara tidak langsung, baik dengan bantuan alat sederhana atau memanfaatkan kondisi alam tertentu.
Salah satu alat sederhana yang bisa digunakan untuk mengamati gerhana Matahari secara tidak langsung adalah dengan membuat ‘kamera’ lubang jarum kotak kardus. Kamera ini dibuat dengan melubangi satu sisi kardus, bisa kardus sepatu, mi instan, atau kotak lain dan melihat proyeksinya pada sisi kardus yang lain. Proyeksi itu bisa dilihat melalui lubang lain pada sisi kardus yang berseberangan.
Menyambut GMH 2023, Unawe Indonesia dan Observatorium Bosscha membagikan 1.000 paket edukasi gerhana untuk membantu guru mengenalkan siswa tentang gerhana, termasuk beberapa kacamata gerhana dan manual pembuatan ‘kamera’ lubang jarum. Panduan ini diutamakan untuk guru dan siswa di daerah yang tidak dikunjungi tim astronom selama GMH 2023.
Baca Juga: Menanti Gerhana Matahari Total pada 20 April 2023 di Indonesia
Untuk masyarakat yang sedang melakukan perjalanan mudik dan tidak sempat menyiapkan peralatan untuk mengamati gerhana baik langsung maupun tidak langsung, pengamatan gerhana bisa dilakukan dengan melihat proyeksi bayangan Matahari pada celah dedaunan pohon yang terlihat di tanah atau bidang lain. ”Ruang di antara rerimbunan daun berfungsi seperti lubang pada ‘kamera’ lubang jarum,” kata Yatny.
Meski demikian, bagi sebagian orang yang tidak bisa mengamati gerhana karena sedang dalam perjalanan mudik atau tidak memungkinkan berhenti sejenak melihat gerhana, bisa menyaksikan siaran langsung gerhana yang dilakukan sejumlah lembaga dari beberapa lokasi yang mengalami totalitas gerhana.
Melihat Matahari langsung memang berisiko. Namun, risiko itu bisa ditekan,bukan malah menghindar penuh seperti pada GMT 11 Juni 1983 yang melintasi tengah Jawa. Pengalaman pahit itu masih menimbulkan trauma karena berdasar jajak pendapat Litbang Kompas, 8-9 Februari 2016 menunjukkan, 60,1 persen responden setuju pelarangan melihat gerhana karena takut merusak mata. Bahkan, 71,4 persen responden mengaku akan patuh jika pemerintah melarang melihat gerhana Matahari.
Karena itu, tak perlu khawatir untuk melihat gerhana Matahari, baik itu GMT, GMC, atau GMS, sepanjang aturan keamanan dan keselamatannya dipatuhi. Inilah saat yang tepat untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman, termasuk kekayaan batin, yang bisa jadi hanya bisa kita alami sekali seumur hidup.