Majalah "Bobo" merayakan ulang tahun ke-50 pada 14 April 2023. Majalah anak yang digagas pendiri Harian "Kompas" ini terus beradaptasi mengikuti perkembangan zaman.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Bahan bacaan yang mendidik sekaligus menghibur dibutuhkan agar anak-anak dapat belajar secara menyenangkan dan terinspirasi. Adapun majalah anak Bobo memegang prinsip ini selama setengah abad. Selama itu pula, majalah anak yang lahir pada 1973 ini beradaptasi dengan perubahan zaman.
Majalah Bobo berusia tepat 50 tahun pada Jumat (14/4/2023). Perayaan tahun emas ini diselenggarakan secara daring dengan lebih dari 100 peserta dari berbagai wilayah Indonesia, termasuk anak-anak dan orang dewasa. Perayaan diisi antara lain dengan pertunjukan nyanyian, pembacaan dongeng oleh pendongeng cilik, dan lokakarya membuat topi kertas.
“Majalah Bobo punya motto ‘Teman Bermain dan Belajar’. Bermain bisa jadi sarana untuk belajar. Belajar juga bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk bermain. Maka, konten di majalah maupun platform digital Bobo berupaya menjadikan anak-anak Indonesia sebagai anak generasi emas, yakni dengan bermain dan belajar, serta merasakan enaknya jadi anak,” ucap Editor in Chief Majalah Bobo David Togatorop.
CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama mengatakan, usia 50 tahun adalah pencapaian luar biasa untuk media cetak anak. Ia berharap majalah Bobo meneruskan perannya untuk mencerdaskan anak melalui bacaan sehat dan menghibur. “Semoga majalah Bobo terus dicintai pembacanya dan terus jadi teman bermain dan belajar,” tuturnya.
Evolusi Bobo
Bobo dibentuk atas gagasan pendiri harian Kompas, PK Ojong dan Jakob Oetama. Ide itu berasal dari konten khusus anak-anak di harian Kompas pada 1965. Kedua pendiri Kompas tersebut lantas meminta Tineke Latumenten dan J Adi Subrata untuk mengembangkannya menjadi majalah.
Melansir laman Bobo, harian Kompas bekerja sama dengan majalah Bobo di Belanda untuk membuat Bobo versi Indonesia. Majalah Bobo pun terbit di Indonesia pada 14 April 1973.
Karakter Bobo yang ada di Indonesia merupakan hasil adaptasi dari majalah versi Belanda. Tokoh Upik, misalnya, merupakan adaptasi dari tokoh Boemsi dan Paman Gembul adaptasi dari Oom Siokop. Sementara itu, nama tokoh Bobo di Belanda tidak diubah di majalah versi Indonesia.
Sejak terbit 1973, Bobo berevolusi dan mengembangkan kontennya secara bertahap. Pada edisi awal, Bobo memuat cerita bergambar Keluarga Kelinci yang dicetak berwarna. Cerita bergambar lain, seperti Cerita dari Negeri Dongengdicetak hitam-putih. Cerita dari Negeri Dongeng lantas dicetak berwarna juga di pertengahan 1973.
Pada 1975, majalah ini membuat rubrik baru “Apa Kabar, Bo?”. Rubrik ini menampilkan surat, puisi, gambar kiriman pembaca. Pada 1977, ada rubrik “Sahabat Pena”, serta “Pengetahuan” yang berisi cerita bergambar edukatif. Komik Deni Manusia Ikan serta Juwita dan Si Sirik juga terbit pertama kali di tahun 1977.
Pengembangan rubrik juga ada di tahun 1980-an. Pada 1990-an, majalah ini mengembangkan berbagai kegiatan tatap muka dengan anak-anak, misalnya liburan bersama tanpa orangtua, serta penyelenggaraan Operet Bobo Penyerbuan ke Planet Terbaik.
Pada tahun 2000-an, majalah membuat kegiatan untuk mewadahi minat dan bakat anak, antara lain lewat Bobo Young Journalist yang serupa pelatihan menjadi wartawan. Ada pula Konferensi Anak Bobo yang menyeleksi dan mengumpulkan anak-anak dari berbagai daerah. Mereka lantas melakukan konferensi selama beberapa hari, kemudian berdialog dengan presiden dan menteri.
Di era perkembangan teknologi saat ini, Bobo beradaptasi dengan mengembangkan sejumlah platform digital, baik laman maupun media sosial. Mereka juga membuat siniar (podcast) Dongeng Pilihan Orangtua.
“Tantangan digitalisasi bisa diaplikasikan dengan tepat dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak pembaca Majalah Bobo. Akan tetapi, Majalah Bobo tetap menjaga legacy yang dimilikinya sebagai bentuk majalah yang lestari dan tetap dibutuhkan,” tutur David.
Majalah Bobo tetap menjaga legacy yang dimilikinya sebagai bentuk majalah yang lestari dan tetap dibutuhkan.
Perkaya konten
Mereka juga menjalin kerja sama dengan Pickatale. CEO Pickatale Sigbjørn Dugal mengatakan, aplikasinya serupa perpustakaan besar untuk membaca dan mengeksplorasi bahan bacaan anak. Bacaan itu ada yang berbahasa Inggris, Indonesia, dan Indonesia, serta bisa dibacakan dalam bentuk audio. Bacaan juga tersedia dalam berbagai genre.
“Anak saat ini semakin sedikit membaca. Padahal, itu penting untuk pendidikan mereka,” ucapnya. Adapun sejumlah cerita di Bobo ditayangkan di aplikasi itu.
Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Bobo berperan memberi bahan bacaan edukatif, aplikatif, dan kreatif bagi anak-anak. Bahan bacaannya juga mengajak pembaca anak mengasah nalar dan mengajarkan akan nilai-nilai baik.
“Selain berisi pengetahuan, majalah Bobo juga punya banyak cerita dan dongeng yang sarat akan pesan moral, dan bisa menjadi media pembelajaran untuk literasi baca-tulis,” ucapnya.