Bukti Kematian 15 Badak Jawa di Ujung Kulon Belum Ditemukan
KLHK menegaskan hingga saat ini belum ada temuan bukti kematian 15 badak jawa yang tak terekam di Taman Nasional Ujung Kulon. Badak tersebut diperkirakan tengah menghindar dari gangguan di kawasan tersebut.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil investigasi Auriga Nusantara mengungkap sebanyak 15 ekor badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon hilang dari pemantauan sejak tiga tahun terakhir dan diduga kuat telah mati akibat perburuan. Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK menegaskan, hingga saat ini belum ada temuan bukti kematian badak jawa tersebut.
Kepala Biro Humas KLHK Nunu Anugrah saat menanggapai laporan investigasi ”Badak Jawa di Ujung Tanduk” dari Auriga Nusantara menyampaikan, sebanyak 15 badak jawa yang tidak terekam selama tiga tahun terakhir tidak bisa langsung disimpulkan mati atau hilang. Sebab, hingga saat ini belum ada temuan bukti kematian badak jawa tersebut.
”Kemungkinan besar badak tersebut menghindar dari gangguan yang terjadi di dalam kawasan sehingga mencari jalur yang lebih aman. Oleh karena itu, terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa 15 individu badak jawa telah hilang akibat perburuan ilegal di Taman Nasional Ujung Kulon,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Kompas, Selasa (11/4/2023) malam.
Selain itu, KLHK juga telah mengidentifikasi tiga badak jawa yang ditemukan mati. Dua individu badak jawa yang ditemukan mati pada tahun 2018-2019 terdeteksi bernama Samson dan Manggala. Berdasarkan hasil nekropsi, disimpulkan penyebab kematian kedua badak tersebut bukan akibat perburuan, melainkan kelainan dalam pencernaan dan usia.
Sementara badak lainnya yang ditemukan mati pada 2020 dan 2021 telah menjadi kerangka. Temuan kerangka badak ini masih memerlukan pemeriksaan menggunakan ekstrak DNA untuk menyimpulkan penyebab kematian. Namun, KLHK menduga kematian badak tersebut terjadi bukan akibat perburuan karena bagian bagian tubuh yang ditemukan masih lengkap.
Pemantauan populasi badak jawa juga dilakukan melalui pemasangan 123 unit kamera penjebak (camera trap) pada tahun 2021. Kamera jebak tersebut berhasil mengidentifikasi sebanyak 61 ekor dari total 76 badak jawa yang terdata di Taman Nasional Ujung Kulon. Dengan kata lain, 15 badak jawa lainnya masih belum terekam.
Guna mengetahui informasi keberadaan ke-15 badak jawa yang tidak terekam, Balai Taman Nasional Ujung Kulonterus mengoptimalkan pemasangan kamera penjebak. Pada 2022, dipasang kembali 185 unit di wilayah Resor Kalejetan, Handeuleum, Peucang, Karangranjang, dan Cibunar.
Kami tidak ingin hal ini terjadi di badak jawa dan jangan sampai mereka punah dalam kesunyian.
Hasil identifikasi badak jawa melalui kamera penjebak tahun 2022 menunjukkan, terdapat dua badak jawa yang terekam kembali dari total 15 badak jawa yang sebelumnya tidak terekam pada 2021. Dua badak jawa tersebut teridentifikasi bernama Melati dengan ID 060.2013 yang terekam bersama anaknya dan Silva dengan ID.041.2012.
KLHK pun menekankan perlindungan terhadap keamanan kawasan TNUK perlu dilakukan dengan sejumlah cara, di antaranya melalui penjagaan dan patroli kawasan, operasi jerat, serta berkoordinasi dengan pihak terkait. Adapun identifikasi individu badak jawa dilakukan menggunakan metode album, yaitu dengan cara mengidentifikasi perbedaan morfologi atau ciri tertentu yang terdapat pada setiap individu badak jawa menggunakan sembilan parameter pembeda.
”Dinamika populasi adalah naik dan turunnya jumlah spesies yang terjadi pada suatu habitat, yang disebabkan oleh berbagai macam hal, mulai dari persaingan antarjenis, pemangsaan, kondisi alam yang berubah, dan aktivitas manusia. Kematian dan kelahiran satwa merupakan dinamika populasi,” ucap Nunu.
Penentuan populasi
Peneliti Auriga Nusantara, Riszki Is Hardianto, mengatakan, adanya selisih dalam penentuan angka populasi badak jawa memang wajar terjadi. Akan tetapi, hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah badak jawa yang terdeteksi dengan populasi yang diumumkan KLHK memiliki selisih yang cukup jauh sejak 2020-2022.
”Selisih terbesar terjadi di tahun 2022 ketika jumlah badak yang terdeteksi kamera sebanyak 34 ekor, tetapi yang dipublikasikan 77 ekor. Perbedaan gap ini bisa jadi karena penggunaan metode dalam penghitungan populasi. Sebanyak 15 badak yang tidak terekam kamera masih belum dikeluarkan dari populasi karena dianggap masih hidup,” tuturnya.
Hasil investigasi Auriga Nusantara sebelumnya mengungkap, sebanyak 15 ekor badak jawa yang terdiri dari 7 betina dan 8 jantan dewasa di Taman Nasional Ujung Kulonhilang dari pemantauan sejak tiga tahun terakhir. Temuan dalam laporan ini disusun berdasarkan informasi dari berbagai sumber yang dikumpulkan sepanjang September 2022 hingga Maret 2023 dan pengamatan langsung di lokasi serta identifikasi dari rekaman kamera deteksi.
Hilangnya 15 badak jawa ini diduga kuat berkaitan dengan perburuan satwa liar. Sebab, hasil investigasi Auriga mengindikasikan adanya peningkatan perburuan satwa di Taman Nasional Ujung Kulonyang dibuktikan dengan ditemukannya jerat yang penggunaannya mengarah ke badak atau mamalia besar. Dugaan ini semakin menguat karena terdapat juga lubang tembus di tengkorak kepala badak jantan Samson yang ditemukan mati pada 2018.
”Ada beberapa spesies lain yang angka populasinya baik-baik saja, tetapi sebenarnya sangat sulit ditemukan. Kami tidak ingin hal ini terjadi di badak jawa dan jangan sampai mereka punah dalam kesunyian,” katanya.