Ancaman di Ujung Kulon Meningkat, 15 Badak Jawa Hilang
Rekaman kamera pemantau menunjukkan aktivitas perburuan liar dengan menggunakan senapan di TN Ujung Kulon. Sebanyak 15 badak jawa tak lagi tampak.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Taman Nasional Ujung Kulon yang merupakan habitat tersisa bagi badak jawa dalam kondisi terancam. Sebanyak 15 ekor dari hampir 80 ekor populasi badak jawa setempat tak lagi tampak di rekaman kamera pemantau dalam tiga tahun terakhir.
Pada rekaman kamera pemantau (camera trap) juga terlihat aktivitas pemburu liar bersenjata api dan temuan sejumlah jerat mamalia besar di lapangan. Apabila hal-hal itu tidak diatasi, keberlangsungan badak jawa yang sudah terancam oleh perkawinan sedarah ini dapat mengalami nasib serupa dengan harimau jawa yang dinyatakan punah sejak tahun 1980-an.
Ancaman di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dan kehilangan 15 badak jawa ini terungkap dalam investigasi Auriga Nusantara.
Pada 2022, aktivitas ilegal ini sudah menyebar mulai dari wilayah selatan kemudian ke tengah, hingga sekarang ke utara.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari 15 individu badak jawa tersebut, dua telah terekam kembali dalam rekaman kamera pemantau pada 2022.
Laporan investigasi Auriga Nusantara ini berdasarkan informasi dari berbagai sumber sepanjang September 2022 hingga Maret 2023 serta pengamatan langsung di lokasi. Auriga Nusantara juga mendapatkan rekaman kamera pemantau di TNUK untuk memperkuat analisis hilangnya badak jawa (Rhinoceros sondaicus).
Rekaman kamera menunjukkan 18 badak jawa tidak konsisten terekam kamera sejak 2019. Kemudian, 3 badak di antaranya yang terdiri dari 1 jantan dan 2 betina ditemukan mati pada 2019 dan 2021.
”Dari 18 badak tersebut, 15 individu masih tidak terekam setidaknya sampai tahun 2021 atau Agustus 2022. Hal ini semakin diperparah karena 7 individu dari 15 badak yang tidak terekam tersebut merupakan betina,” ujar peneliti Auriga Nusantara, Riszki Is Hardianto, dalam konferensi pers secara daring, Selasa (11/4/2023).
Menurut Riszki, 15 badak jawa yang tidak terekam kamera itu sampai sekarang tidak dipublikasikan dan masih dianggap hidup. Sejumlah pihak tidak menemukan bukti kematian ataupun tulang belulang dari badak jawa tersebut.
Meski demikian, hilangnya 15 badak jawa ini diduga kuat berkaitan dengan perburuan satwa liar. Alasannya, hasil investigasi Auriga mengindikasikan peningkatan perburuan satwa di TNUK. Hal ini ditunjukkan dengan temuan jerat yang penggunaannya mengarah ke badak atau mamalia besar.
Selama ini, habitat badak jawa di TNUK berada di daerah semenanjung. Analisis dan bukti rekaman kamera menunjukkan, di wilayah ini terdeteksi orang-orang yang masuk secara ilegal dan bersenjata api. Bahkan, pada 2022, aktivitas ilegal ini sudah menyebar mulai dari wilayah selatan, kemudian ke tengah, hingga sekarang ke utara.
Direktur Auriga Nusantara Timer Manurung mengatakan, selama satu tahun terakhir Auriga Nusantara banyak mendapat laporan langsung tentang kondisi konservasi badak jawa dari pegawai TNUK serta KLHK, konservasionis, akademisi, dan masyarakat. Hal ini mendasari Auriga Nusantara melakukan investigasi.
”Jadi, semua pihak yang diwawancarai tidak menyampaikan informasi yang bertentangan dengan temuan kami. Artinya, pada dasarnya semua pihak yang terlibat dalam konservasi badak jawa di Ujung Kulon sudah mengetahui kondisi ini,” ujarnya.
Selama beberapa tahun terakhir, kata Timer, pihaknya melihat pengelolaan di TNUK salah arah. Hal ini terlihat dari anggaran yang tidak mencerminkan prioritas konservasi badak. Anggaran ini hampir separuhnya diperuntukkan bagi pembangunan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) yang bukan termasuk habitat badak eksisting.
Auriga Nusantara pun mendorong perbaikan secara menyeluruh terkait dengan proteksi badak jawa, termasuk evaluasi terhadap Balai TNUK, baik dari segi kelembagaan, penganggaran, maupun program. Di sisi lain, KLHK perlu sungguh-sungguh melaksanakan program penambahan habitat dan membuka ruang terhadap riset badak jawa yang masih terbatas.
Terlalu dini
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Nunu Anugrah, Selasa, menjelaskan, untuk mengetahui keberadaan ke-15 individu yang tidak terekam kamera pemantau, pada 2022 Balai TNUK memasang 185 kamera pemantau di Resor Kalejetan, Handeuleum, Peucang, Karangranjang, dan Cibunar.
Hasil identifikasi badak jawa melalui kamera pemantau tahun 2022, ada dua individu terekam kembali, yaitu Melati (terekam bersama anak) dan Silva.
Ia mengatakan, 15 badak jawa yang belum terekam tidak bisa langsung disimpulkan mati atau hilang. Alasannya, hingga kini belum ada temuan bukti kematian badak. Kemungkinan besar badak tersebut menghindar dari gangguan di dalam kawasan sehingga mencari jalur yang lebih aman.
”Terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa 15 individu badak jawa telah hilang akibat perburuan ilegal di TNUK,” kata Nunu dalam keterangan tertulis.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, identifikasi individu badak jawa menggunakan metode album, yaitu dengan mengidentifikasi perbedaan morfologi/ciri tertentu pada setiap individu badak jawa. Identifikasi ini dilakukan terhadap video yang diperoleh dari pemasangan kamera pemantau. Setiap individu kemudian diberi nama dan ID. Identifikasi individu dan pemberian ID dilakukan sejak tahun 2011.
Penghitungan jumlah individu badak jawa di TNUK dilakukan dengan menambahkan apabila ada kelahiran atau teridentifikasi individu baru. Selain itu, dilakukan pengurangan apabila ditemukan kematian dengan verifikasi temuan bangkai atau bukti lain terkait dengan kematian badak jawa.
Pada akhir Maret lalu, KLHK mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE.3/KSDAE/KKHSG/KSA.2/3/2023 tentang Arahan Pelaksanaan Kegiatan Prioritas Pengelolaan Badak Jawa. Salah satu poin dalam surat edaran itu menunjukkan terdapat 15 individu yang terdiri dari 7 betina dan 8 jantan dewasa yang selama lebih kurang tiga tahun terakhir tidak ditemukan pada pemantauan tahun 2022.