15 Ekor Badak Jawa di Ujung Kulon Hilang Tak Terpantau
Sebanyak 15 ekor badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon hilang dari pemantauan sejak tiga tahun terakhir. Berdasarkan hasil investigasi dan rekaman kamera pemantau, diduga hilangnya badak jawa ini akibat perburuan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil investigasi Auriga Nusantara mengungkap, sebanyak 15 ekor badak jawa yang terdiri dari 7 betina dan 8 jantan dewasa di Taman Nasional Ujung Kulon hilang dari pemantauan sejak tiga tahun terakhir. Hilangnya badak jawa ini diperkirakan terjadi akibat peningkatan perburuan ilegal satwa liar.
Temuan dalam laporan ini disusun berdasarkan informasi dari berbagai sumber yang dikumpulkan sepanjang September 2022 hingga Maret 2023 serta pengamatan langsung di lokasi. Auriga Nusantara juga mendapatkan rekaman kamera deteksi di Taman Nasional Ujung Kulon untuk memperkuat analisis hilangnya badak jawa (Rhinoceros sondaicus).
Hasil kamera deteksi sebenarnya menunjukkan 18 badak jawa tidak konsisten terekam kamera sejak 2019. Kemudian, sebanyak 3 badak di antaranya yang terdiri dari 1 jantan dan 2 betina sudah ditemukan dalam keadaan mati pada 2019 dan 2021.
Analisis dan bukti rekaman kamera menunjukkan, di wilayah ini terdeteksi orang-orang yang masuk secara ilegal dan bersenjata api.
”Dari 18 badak tersebut, 15 individu di antaranya masih tidak terekam setidaknya sampai tahun 2021 atau Agustus 2022. Hal ini semakin diperparah karena 7 individu dari 15 badak yang tidak terekam tersebut merupakan betina,” ujar peneliti Auriga Nusantara, Riszki Is Hardianto, dalam konferensi pers secara daring, Selasa (11/4/2023).
Menurut Riszki, 15 badak jawa yang tidak terekam kamera sejak tiga tahun lalu ini sampai sekarang tidak dipublikasikan dan masih dianggap hidup. Sebab, berbagai pihak tidak menemukan bukti kematian ataupun tulang belulang dari badak jawa tersebut.
Meski demikian, hilangnya 15 badak jawa ini diduga kuat berkaitan dengan perburuan satwa liar. Sebab, hasil investigasi Auriga mengindikasikan adanya peningkatan perburuan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon yang dibuktikan dengan ditemukannya jerat yang penggunaannya mengarah ke badak atau mamalia besar. Dugaan ini semakin menguat karena terdapat juga lubang tembus di tengkorak kepala badak jantan Samson yang ditemukan mati pada 2018.
Selama ini, habitat badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon ada di daerah semenanjung. Analisis dan bukti rekaman kamera menunjukkan, di wilayah ini terdeteksi orang-orang yang masuk secara ilegal dan bersenjata api. Bahkan, pada 2022, aktivitas ilegal ini sudah menyebar mulai dari wilayah selatan, kemudian ke tengah, hingga sekarang menuju ke utara.
”Banyaknya kematian betina dan anakan semestinya menjadi sinyal tanda bahaya bagi populasi badak jawa di Ujung Kulon karena peran mereka memperbanyak individu baru. Sejak 2012 sampai 2021 terdapat kematian, tetapi tidak semua kejadian bisa ditemukan, baik di media maupun rilis kementerian,” tutur Riszki.
Direktur Auriga Nusantara Timer Manurung menyatakan, selama satu tahun terakhir Auriga Nusantara banyak mendapat laporan langsung tentang kondisi konservasi badak jawa dari pegawai Taman Nasional Ujung Kulon serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), konservasionis, akademisi, dan masyarakat. Laporan dari berbagai pihak inilah yang mendasari Auriga Nusantara melakukan investigasi terkait hilangnya 15 individu badak jawa dari pemantauan ini.
”Jadi, semua pihak yang diwawancarai tidak menyampaikan informasi yang bertentangan dengan temuan kami. Artinya, pada dasarnya semua pihak yang terlibat dalam konservasi badak jawa di Ujung Kulon sudah mengetahui kondisi ini,” katanya.
Selama beberapa tahun terakhir, kata Timer, pihaknya melihat pengelolaan di Taman Nasional Ujung Kulon sedang salah arah. Ini terlihat dari anggaran yang tidak mencerminkan prioritas konservasi badak. Anggaran ini hampir separuhnya diperuntukkan untuk pembangunan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) yang bukan termasuk habitat badak eksisting.
Auriga Nusantara pun mendorong adanya perbaikan secara menyeluruh terkait proteksi badak jawa, termasuk evaluasi terhadap Balai Taman Nasional Ujung Kulon, baik dari segi kelembagaan, penganggaran, maupun program. Di sisi lain, KLHK juga perlu secara sungguh-sungguh melaksanakan program penambahan habitat dan membuka ruang terhadap riset badak jawa yang masih terbatas.
Upaya pengelolaan
Ketika dihubungi, pihak KLHK ataupun Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon Anggodo tidak memberikan tanggapan. Adapun Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) KLHK Nunu Anugrah juga menyebut masih menanyakan secara detail terkait isu hilangnya badak jawa ini ke Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE).
Meski demikian, akhir Maret lalu, KLHK telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE.3/KSDAE/KKHSG/KSA.2/3/2023 tentang Arahan Pelaksanaan Kegiatan Prioritas Pengelolaan Badak Jawa yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal KSDAE KLHK Bambang Hendroyono. Surat edaran itu secara khusus ditujukan kepada kepala Balai TNUK dan mitra kerja bidang konservasi keanekaragaman hayati.
Surat edaran tersebut dikeluarkan sebagai pedoman bagi para pihak dalam pelaksanaan pengelolaan badak jawa tahun 2023-2029 di habitatnya. Hal ini diwujudkan melalui sistem pengelolaan yang menjamin peningkatan kuantitas dan kualitas populasi dengan menggalang kolaborasi pelestarian badak jawa.
Surat edaran tersebut menjabarkan hasil analisis mendalam terhadap sintesis data dinamika populasi selama 15 tahun terakhir. Salah satu poin dalam surat edaran itu juga mengonfirmasi terdapat 15 individu yang terdiri dari 7 betina dan 8 jantan dewasa yang selama kurang lebih tiga tahun terakhir tidak ditemukan pada pemantauan tahun 2022.
Berdasakan analisis tersebut, KLHK kemudian menyampaikan tiga arahan strategis prioritas dalam pelaksanaan pengelolaan badak jawa 2023-2029. Strategi pertama adalah terkait perlindungan dan pengamanan terhadap jaminan kelestarian badak jawa di dalam habitatnya. Hal ini dilakukan melalui kegiatan penguatan kapasitas penegakan hukum, insentif penegakan, dan implementasi sistem proteksi terintegrasi (IPS).
Kemudian dilakukan juga strategi tentang daya dukung habitat badak jawa dengan ukuran kinerja. Strategi penguatan daya dukung ini berfokus pada dua habitat di Semenanjung Ujung Kulon dan di luar Taman Nasional Ujung Kulon. Khusus untuk habitat di luar taman nasional itu akan dilakukan penilaian dan persiapan pengembangan lokasi terpilih sebagai habitat baru badak jawa.
Strategi terakhir adalah melalui sistem manajemen JRSCA sebagai pusat pengelolaan populasi badak jawa. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemantauan populasi, identifikasi profil genetik, persiapan JRSCA, translokasi individu terpilih, perawatan intensif, dan pengembangan teknologi reproduksi berbantu.