Ikatan Dokter Indonesia meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan dihentikan. Salah satu poin yang dipersoalkan adalah perlindungan bagi tenaga kesegatan dan tenaga medis.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melewati spanduk penolakan RUU Kesehatan di Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (25/11/2022). Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang disusun dengan menghimpun sejumlah regulasi atau omnibus law masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2023. Namun, sampai saat ini penyusunan RUU ini tidak pernah melibatkan organisasi profesi kedokteran.
JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan dihentikan. Salah satu poin yang dipermasalahkan di RUU itu adalah perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dan tenaga medis yang dinilai belum terjamin. PB IDI meminta agar penolakan berbagai pihak terhadap RUU ini diperhatikan secara serius oleh pemerintah.
”Seorang dokter yang melakukan sebuah pelayanan kesehatan menyelamatkan nyawa maka harus memiliki hak imunitas yang dilindungi undang-undang. Di sinilah peran organisasi profesi sebagai penjaga profesi untuk memberi perlindungan hukum. Namun, peranan organisasi profesi dihilangkan,” kata Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi melalui siaran pers, Minggu (9/4/2023).
Tanpa perlindungan hukum, tenaga kesehatan dikhawatirkan mudah terlibat masalah hukum. Jaminan keselamatan dan keamanan juga perlu bagi tenaga kesehatan yang bertugas di area konflik. Hal ini berkaca dari kematian Mawarti Susanti, dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Nabire, Papua.
Kematian tenaga kesehatan juga pernah menimpa dokter Soeko saat kerusuhan di Wamena, Papua Pegunungan (dulu Papua), pada 2019. Adapun dokter Ayu di Manado, Sulawesi Utara, pernah mengalami kriminalisasi pada 2012 (Kompas.id, 13/3/2023).
Tenaga medis dan tenaga kesehatan tidak akan kehilangan hak yang sebelumnya ada di UU Kesehatan.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Ratusan tenaga kesehatan melakukan demo tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/11/2022). Demo digelar untuk mendesak anggota DPR untuk mencabut RUU Kesehatan Omnibus Law dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas di tahun 2023.
Perlindungan dan hak imunitas tenaga kesehatan mesti dijamin karena tanpa itu, pelayanan kesehatan untuk masyarakat tidak akan optimal. Pelayanan kesehatan akan berbiaya tinggi karena risiko hukumnya tinggi pula. Padahal, program Jaminan Kesehatan Nasional menerapkan pelayanan kesehatan dengan biaya yang efisien.
”Kami sangat berharap penolakan ini menjadi perhatian serius karena pasti akan berdampak pada terganggunya stabilitas nasional. Sebab, pelayanan publik di bidang kesehatan untuk masyarakat akan terdampak,” ujar Adib. Ia juga berharap agar pembahasan RUU Kesehatan tidak sampai ke pengesahan pada pembahasan tingkat II di DPR.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menyatakan, perlindungan hukum ekstra diberikan kepada tenaga kesehatan. Hal ini ditampung dalam daftar isian masalah (DIM) RUU Kesehatan yang telah disampaikan ke DPR pada 5 April 2023.
”Nakes (tenaga kesehatan) merupakan mitra strategis pemerintah dalam memenuhi hak dasar masyarakat untuk kesehatan. Sudah sepatutnya mendapatkan perlindungan hukum yang layak,” katanya.
Ia menambahkan, RUU memuat aturan soal hak tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk menghentikan pelayanan jika memperoleh kekerasan fisik dan verbal. Adapun pemerintah mengusulkan tambahan substansi tentang hak perlindungan hukum bagi peserta didik kesehatan di RUU.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melintasi mural ucapan terima kasih kepada tenaga kesehatan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (1/9/2022). Secara hitungan kasar sesuai standar WHO, yaitu satu dokter untuk 1.000 penduduk, Indonesia masih berada di urutan terbawah di Asia Tenggara menurut laporan WHO tahun 2018.
Syahril juga menyebut, tenaga medis dan tenaga kesehatan tidak akan kehilangan hak yang sebelumnya ada di UU Kesehatan. Hak ini mencakup perlindungan hukum selama praktik sesuai standar di Pasal 282 Ayat 1 Huruf A, yakni perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan di luar kompetensinya dalam kondisi tertentu seperti di Pasal 296. Ini juga mencakup Pasal 322 Ayat 4 yang mengedepankan alternatif penyelesaian sengketa dalam sengketa hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Pada RUU Kesehatan, ada pula usulan menghapus substansi tentang tuntutan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang telah menjalani sidang disiplin atau alternatif penyelesaian sengketa. Poin ini ada di Pasal 328.
”Substansi ini kami usulkan untuk dihapus dalam DIM karena merupakan substansi hukum pidana dan perdata,” kata Syahril.
Adapun DIM RUU Kesehatan yang diserahkan ke DPR oleh Kementerian Kesehatan memuat setidaknya 3.020 daftar inventarisasi masalah pada batang tubuh dan 1.488 daftar inventarisasi masalah. Semuanya dirangkum dalam 478 pasal yang diusulkan ke RUU Kesehatan.
Pada DIM yang diusulkan Kementerian Kesehatan, ada 10 undang-undang yang dicabut dan 2 undang-undang diubah. Angka ini berbeda dengan draf yang sebelumnya diberikan DPR. Saat itu, ada 9 undang-undang dicabut dan 4 undang-undang diubah (Kompas.id, 6/4/2023).