BMKG Peringatkan Potensi Cuaca Ekstrem Selama Mudik Lebaran
Cuaca ekstrem berpotensi terjadi di beberapa wilayah sepanjang arus mudik dan balik Lebaran 2023. Pemudik diminta lebih berhati-hati.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memprakirakan cuaca ekstrem berpotensi terjadi di beberapa wilayah sepanjang arus mudik dan balik Lebaran 2023. Hujan dengan intensitas lebat dengan sangat lebat diperkirakan terjadi di enam wilayah selama masa pergantian musim ini.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, di Jakarta, Senin (10/4/2023), meminta para pemudik untuk berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan selama arus mudik.
Hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat berpotensi terjadi di enam wilayah pada 15-21 April 2023. Wilayah tersebut yakni Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Papua.
Selain enam wilayah tersebut, daerah lainnya yang juga berpotensi dilanda hujan lebat di antaranya Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Jabodetabek, Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Barat.
”Untuk periode 22-28 April, daerah merah (potensi hujan lebat) masih relatif sama, yaitu di Aceh, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Kemudian daerah merah untuk arus balik 29 April-5 Mei yaitu Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua,” ujar Dwikorita.
Pergantian musim
Dwikorita menjelaskan, saat ini Indonesia tengah memasuki masa peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau sehingga potensi cuaca ekstrem masih dapat terjadi. Beberapa waktu yang lalu, BMKG juga telah memprediksi musim kemarau akan lebih awal terjadi pada bulan April meliputi wilayah Bali, NTB, NTT, sebagian besar Jawa Timur.
Sementara wilayah yang memasuki musim kemarau pada bulan Mei meliputi sebagian besar Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, Papua bagian selatan.
Untuk periode 22-28 April 2023, daerah merah (potensi hujan lebat) masih relatif sama, yaitu di Aceh, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Menurut Dwikorita, saat peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau seperti saat ini, arah tiupan angin sangat bervariasi sehingga mengakibatkan kondisi cuaca bisa tiba-tiba berubah dari panas ke hujan atau sebaliknya. Namun, secara umum biasanya cuaca di pagi hari cerah, kemudian siang hari mulai tumbuh awan, dan hujan menjelang sore hari atau malam.
Dwikorita menyampaikan, awan kumulonimbus (CB) biasanya tumbuh di saat pagi menjelang siang. Namun, menjelang sore hari, awan ini akan berubah menjadi gelap yang kemudian dapat menyebabkan hujan, petir, dan angin.
”Kondisi ini juga yang menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Maka dari itu, kami mengimbau seluruh pemudik, penyedia jasa transportasi, dan operator transportasi untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem selama arus mudik,” katanya.
Posko cuaca
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, selama periode mudik Lebaran, BMKG akan menyiagakan posko nasional dan daerah untuk memantau kondisi cuaca terkini. Selain itu, 190 stasiun BMKG yang dilengkapi dengan 40 radar cuaca di seluruh wilayah di Indonesia juga akan disiagakan untuk memastikan informasi cuaca yang lebih akurat.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab mengharapkan masyarakat untuk secara aktif melihat informasi dan kondisi cuaca terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan mengingat dinamika atmosfer di Indonesia sangat dinamis dan cepat berubah. Fachri juga mengimbau pemudik untuk tidak memaksakan diri melakukan perjalanan jika kondisi cuaca sedang buruk.
”Jika dirasa tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan, sebaiknya ditunda sampai menunggu cuaca kembali normal. Terutama para pemudik jalur darat dan juga laut,” tuturnya.
BMKG saat ini juga masih memantau keberadaan dua bibit siklon di perairan Indonesia. Bibit 98S saat ini terpantau di Samudra Hindia selatan Pulau Sumba, tepatnya di sekitar 12,6 derajat Lintang Selatan dan 124 derajat Bujur Timur dengan kecepatan angin maksimum 30 knot dan tekanan udara minimum 1002 mb.
Bibit siklon ini secara tidak langsung berdampak meningkatkan hujan dengan intensitas sedang hingga sangat lebat di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu, angin kencang di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur dan gelombang tinggi hingga 4 meter bisa terjadi di Samudra Hindia selatan Kupang-Pulau Rote, Laut Banda, Laut Arafuru bagian barat.
Selain itu, bibit siklon 90W saat ini terpantau di Samudra Pasifik sebelah utara Papua, tepatnya di sekitar 10,6 derajat Lintang Utara dan 134,6 derajat Bujur Timur, dengan kecepatan angin maksimum 20 knot dan tekanan udara minimum 1007.4 mb.
Dampak tidak langsung dari bibit siklon ini memicu tinggi gelombang 1,25-2,5 meter di Laut Sulawesi bagian tengah dan timur, perairan Sulawesi Utara, perairan Kepulauan Sangihe-Kepulauan Talaud, perairan Bitung-Kepulauan Sitaro, Laut Maluku, Teluk Tomini bagian barat, perairan Kepulauan Halmahera bagian utara, Laut Halmahera, dan perairan utara Papua Barat hingga Papua.