Sebanyak 5.000 Masukan Diterima untuk Pembahasan RUU Kesehatan
Kementerian Kesehatan setidaknya telah menerima 5.000 masukan terkait pembahasan RUU Kesehatan. Finalisasi penyusunan daftar inventarisasi masalah dari RUU Kesehatan diperkirakan rampung minggu ini.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Tenaga kesehatan yang tergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) melakukan demo di depan gedung DPR RI, Jakarta, Senin (28/11/2022). Demo ini digelar untuk mendesak DPR RI mencabut RUU Kesehatan Omnibus Law dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas di tahun 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari 5.000 masukan telah diterima Kementerian Kesehatan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Sebagian usulan akan dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam daftar inventarisasi masalah RUU Kesehatan. Sementara usulan lainnya akan menjadi pembahasan dalam aturan turunan terkait.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Senin (3/4/2023), mengatakan, terdapat lebih dari 5.000 masukan yang diterima, baik dari laman web yang terbuka untuk publik maupun konsultasi publik dan sosialisasi terkait pembahasan RUU Kesehatan. Masukan tersebut berasal dari individu serta organisasi atau kelompok.
”Dari seluruh masukan, ada yang diterima. Dari masukan itu juga ada yang dipertimbangkan untuk masuk ke dalam DIM (daftar inventarisasi masalah) serta ada yang akan masuk menjadi aturan turunan atau aturan teknis,” katanya.
Dari seluruh masukan, ada yang diterima. Dari masukan itu juga ada yang dipertimbangkan untuk masuk ke dalam DIM (daftar inventarisasi masalah) serta ada yang akan masuk menjadi aturan turunan atau aturan teknis.
Nadia menyampaikan, saat ini pembahasan RUU Kesehatan masih dalam tahap sosialisasi ke masyarakat dan pemangku kepentingan terkait. Itu dilakukan sambil menyusun finalisasi DIM yang direncanakan rampung minggu ini.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Tenaga kesehatan membawa poster saat demo tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di depan gedung DPR RI, Jakarta, Senin (28/11/2022). Demo ini digelar untuk mendesak anggota DPR RI mencabut RUU Kesehatan Omnibus Law dari Prolegnas prioritas di tahun 2023.
Secara terpisah, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Hukum Kesehatan Sundoyo dalam dialog FMB9 yang diikuti secara daring dari Jakarta, Senin (3/4/2023), mengatakan, RUU Kesehatan yang menjadi inisiatif DPR tersebut akan dibahas dengan metode omnibus. Itu artinya, undang-undang yang baru dapat memuat substansi baru, mengubah undang-undang yang serupa, serta mencabut undang-undang yang setara.
Ia mengatakan, dalam RUU Kesehatan ini akan ada sembilan undang-undang yang dicabut dan empat undang-undang yang akan diubah. Keputusan tersebut mempertimbangkan adanya tumpang tindih pada aturan tersebut.
Adapun undang-undang yang dicabut atau dihapuskan, antara lain, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang No 4/2019 tentang Kebidanan, dan Undang-Undang No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Sementara undang-undang yang akan diubah, antara lain, Undang-Undang No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang No 4/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Menurut Sundoyo, perubahan menyeluruh harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan kesehatan di Indonesia yang cukup kompleks. Selain terkait pelayanan kesehatan, perbaikan juga harus dilakukan pada pemenuhan sumber daya tenaga kesehatan, fasilitas dan infrastruktur kesehatan, serta kemandirian dalam bidang farmasi dan alat kesehatan.
”Penyusunan RUU Kesehatan ini juga menjadi upaya pemerintah dalam mitigasi kejadian luar biasa seperti Covid-19. Kita akan berupaya untuk memperkuat promotif dan promotif dalam pelayanan kesehatan,” katanya.
KEMENTERIAN KESEHATAN
Perubahan proses registrasi dan izin praktik dalam RUU Kesehatan
Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute Ahmad Redi menuturkan, RUU Kesehatan dinilai dapat mengatasi persoalan tumpang tindih aturan terkait kesehatan yang selama ini terjadi. Setidaknya ada 15 undang-undang terkait kesehatan yang dapat berpotensi menimbulkan konflik norma dan masalah dalam implementasi. Hal tersebut yang seringkali menyebabkan kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat kurang maksimal untuk dicapai.
”Ketika menetapkan status mengenai pandemi Covid-19 kemarin saja, itu ada empat undang-undang yang bisa mengaturnya secara berbeda. Ada Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, Undang-Undang Bencana, dan Undang-Undang Wabah. Itu pun pelakunya akan berbeda. Jadi ada dialektika itu selama ini,” tuturnya.
Ahmad berpendapat, lewat Rancangan Undang-Undang Kesehatan, persoalan tersebut seharusnya bisa diselesaikan. Selain itu, adanya kekosongan regulasi dari aturan yang berlaku sebelumnya juga bisa diatasi melalui rancangan undang-undang tersebut.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Moh Adib Khumaidi mengatakan, pembahasan RUU Kesehatan diharapkan bisa dijalankan dengan matang. Persoalan dasar dalam sistem kesehatan Indonesia harus dibahas secara komprehensif, mulai dari sistem pembiayaan, pelayanan kesehatan, hingga pendidikan tenaga kesehatan dan tenaga medis.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2022-2025 Mohammad Adib Khumaidi menyampaikan berbagai isu terkini terkait kesehatan, termasuk soal RUU Kesehatan omnibus law saat berkunjung ke Kantor Redaksi Harian Kompas, Jakarta, Selasa (20/12/2022).
Perlindungan hukum dan hak imunitas tenaga kesehatan dan tenaga medis juga harus menjadi perhatian khusus. Tanpa ada perlindungan bagi tenaga kesehatan dan tenaga medis, pelayanan kesehatan di masyarakat tidak dapat optimal. Para tenaga kesehatan dan tenaga medis pun akan cenderung menerapkan praktik kesehatan berbiaya tinggi sebagai upaya perlindungan diri terhadap hukum. Sementara hal itu justru berkebalikan dengan prinsip program jaminan kesehatan nasional dengan biaya pelayanan yang efektif.