Media massa perlu menjaga kepercayaan publik dengan menyajikan informasi yang terverifikasi. Hal ini bertujuan agar media tetap menjadi rujukan warga.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Berita pemilihan presiden Amerika Serikat 2016 dalam tampilan di media sosial di telepon pintar, Rabu (16/3/2016). Tampilan fitur Instant Article tampak di layar ponsel sebelah kiri, sedangkan fitur Accelerated Mobile Pages (AMP) ada di layar ponsel sebelah kanan. Dua teknologi ini dikembangkan secara terpisah oleh Facebook dan Google.
JAKARTA, KOMPAS — Salah satu peranan pers nasional adalah memenuhi hak masyarakat untuk tahu. Oleh karena itu, media perlu menjaga kepercayaan publik dengan menyajikan informasi yang terverifikasi agar tetap menjadi rujukan warga.
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mengatakan, media sering ditempatkan sebagai wakil publik dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam menjalankan pekerjaannya, media dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menurut Wenseslaus, ada harga yang harus dibayar oleh media atas hak itu, seperti disiplin verifikasi, tidak menyajikan misinformasi, dan tidak berorientasi clikbait atau umpan klik. Media siber justru diharapkan meluruskan informasi yang ada di ekosistem industri pers dan ekosistem perbincangan publik.
”Semua harga yang harus dibayar itu bermuara pada satu kata, yaitu trusted (tepercaya). Kita (media) harus dipercaya oleh publik agar menjadi rujukan dan layak untuk didengar,” ujarnya dalam lokakarya ”Trusted News Indicator: New Media dan Politics”, Jumat (31/3/2023).
Telpon seluler saat ini bukan hanya sebatas alat komunikasi, melainkan juga sumber informasi dari berbagai media daring, seperti tampak pada Kamis (3/9/2020). Sebagian besar media cetak pun saat ini mulai berpindah menjadi media daring untuk mengikuti perkembangan zaman.
Wenseslaus menuturkan, meskipun kepercayaan terhadap media sering dibahas, hal itu masih dikeluhkan publik. Oleh karena itu, anggota AMSI dan media siber lain perlu bekerja sama dan mempunyai pemahaman yang sama mengenai makna menjaga kepercayaan tersebut.
Sejak pertengahan 2021, AMSI mulai menyusun indikator kepercayaan publik melalui serangkaian diskusi kelompok terpadu (FGD) di sejumlah kota. Kegiatan itu diikuti lebih dari 50 pemilik dan pengelola media anggota AMSI.
Selain itu, AMSI melibatkan, antara lain, penyelenggara negara, agen periklanan global, akademisi, pengusaha, dan kelompok masyarakat sipil. ”(Indikator kepercayaan publik) Harus didefinisikan secara teknis karena sangat dibutuhkan sebagai panduan dalam pekerjaan kita. Di situasi sekarang, hal ini tidak mudah kalau hanya dirumuskan kita sendiri, harus melibatkan publik,” ujarnya.
Ada harga yang harus dibayar media atas hak itu, seperti disiplin verifikasi, tidak menyajikan misinformasi, dan tidak berorientasi clikbait atau umpan klik. Media siber diharapkan meluruskan informasi di ekosistem industri pers.
AMSI telah merumuskan indikator kepercayaan publik yang dirangkum dalam 11 poin. Beberapa poin itu meliputi menjunjung tinggi dan patuh menjalankan kode etik jurnalistik dan pedoman media siber; mengutamakan isu kepentingan umum; melakukan kerja jurnalistik secara obyektif, jujur, dan tanpa plagiat; serta menyajikan pemberitaan ramah anak dan perempuan.
Ada juga poin mengenai menghargai keberagaman, kelompok minoritas, dan hak asasi manusia; tidak mempromosikan produk terlarang, seperti narkoba, senjata ilegal, dan barang selundupan; serta menghargai dan melindungi data pribadi dan hak privasi pembaca atau pengunjung situs.
Indikator kepercayaan publik atau trusted news indicator itu diharapkan menjadi titik temu antara kepentingan publik atau pembaca, pengelola dan pemilik media, serta pengiklan. Hal ini juga untuk menjaga kesinambungan ekosistem digital.
Rahmad (53) berjualan koran dengan berkeliling Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (10/10/2021).
Chief of Party Internews Indonesia Eric Sasono menekankan tantangan berat dan peluang besar yang dihadapi media dari sudut pandang komunikasi politik, khususnya saat menghadapi pemilu mendatang.
”Tantangannya nyata saat ini menghadapi pemilu, tantangan dan (sekaligus) peluang bagi media. Bisa jadi juga sebagai ujian trusted news bagi media, khususnya anggota AMSI. Semoga media-media AMSI bisa menjawab tantangan-tantangan ke depan,” kata Eric.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, kepercayaan publik pada media menjadi hal yang sangat penting. Ia berharap media AMSI dapat mengatasi polarisasi new media dan bias politik, khususnya di momen tahun politik.
”Yang dapat dipelajari dari kepercayaan media di Amerika Serikat adalah pentingnya mengatasi polarisasi seperti hoaks dan bias politik, khususnya agendasetting dari media dan politisi atau elite partai,” ujarnya.