Proses legislasi RUU Perlindungan PRT terus berkejaran dengan waktu DPR. Gerak cepat DPR dan Pemerintah diharapkan membuahkan pengesahan UU PPRT.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Pemerintah memperpanjang Gugus Tugas Percepatan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Langkah tersebut dilakukan karena percepatan pengesahan rancangan undang-undang merupakan salah satu upaya dalam memberikan pengakuan terhadap pekerja rumah tangga, sekaligus memperjuangkan jaminan kesehatan dan sosial untuk mereka.
Perpanjangan Gugus Tugas Percepatan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dilakukan Kantor Staf Presiden (KSP). Keputusan memperpanjang gugus tugas tersebut disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, usai memimpin rapat koordinasi tingkat menteri di Gedung Bina Graha, Jakarta, yang membahas persiapan percepatan penetapan RUU PPRT, Kamis (30/3/2023).
Rapat koordinasi tersebut dihadiri Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT yakni Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy OS Hiariej.
Hadir juga Deputi II KSP Abetnego Tarigan, Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani, serta perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kepolisian Negara RI, dan Kejaksaan Agung.
Moeldoko menegaskan, sembari menunggu penerbitan Surat Presiden (Surpres) untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait penunjukan wakil pemerintah dalam pembahasan RUU PPRT, pemerintah terus bekerja secara simultan dalam menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PPRT. Selain itu, mempersiapkan konsinyering, serta melakukan komunikasi publik dan politik.
“Gugus tugas pun telah kita perpanjang dengan kepentingan sebagai rumah konsolidasi bagi kementerian/lembaga,” ujar Moeldoko.
Seperti diberitakan, setelah menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR pada Selasa (21/3), enam hari kemudian (Senin, 27 Maret 2023) DPR Ketua DPR Puan Maharani mengirimkan surat kepada Presiden. Dalam surat tersebut Puan meminta Presiden segera mengirim surat ke DPR terkait penugasan menteri yang akan membahas RUU PPRT dengan DPR.
Bagi para PRT, Jaringan Nasional Advokasi PRT (JALA PRT) dan Koalisi Sipil UU PPRT, semakin cepat DPR dan Pemerintah melakukan pembahasan, maka semakin besar peluang RUU PPRT disahkan menjadi UU.
Melihat waktu yang dimiliki DPR saat ini, yang sudah mulai disibukkan dengan kegiatan menghadapi Pemilihan Umum 2024, maka penting untuk mengawal proses legislasi RUU PPRT.
Sebab, jika melihat waktu yang dimiliki DPR saat ini, yang sudah mulai disibukkan dengan kegiatan menghadapi Pemilihan Umum 2024, maka penting untuk mengawal proses legislasi RUU PPRT.
Meskipun waktunya mepet, jika DPR dan Pemerintah bergegas menyelesaikan semua semua proses administrasi terkait RUU PPRT, maka ada peluang untuk pembahasan dan pengesahan UU PPRT. Saat ini, DPR memasuki Masa Sidang IV Tahun 2022 yang akan berakhir pada 13 April 2023.
Moeldoko pun mengakui waktu yang dimiliki DPR dan Pemerintah sangat pendek. Sementara Masa Sidang V DPR, akan baru dimulai pada sekitar bulan Mei 2022. Karena itulah, untuk kepentingan konsolidasi kementerian/lembaga (K/L) dalam rangka percepatan RUU PPRT, maka gugus tugas RUU PPRT diperpanjang.
Teruskan praktik baik
Perpanjangan penugasan Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT, disambut baik oleh Menteri PPPA. Gugus tugas merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam percepatan pengesahan RUU PPRT.
Belajar dari praktik baik yang ditunjukkan ketika mengawal pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Bintang pun optimistis proses pembahasan dan pengesahan RUU PPRT menjadi UU bisa berjalan cepat, karena adanya kolaborasi semua pihak.
“Selain itu, Pemerintah sepakat bahwa kerja yang kita butuhkan dalam penyusunan RUU PPRT tidak hanya kerja substansi, tapi kerja komunikasi dan politik juga menjadi penting,” kata Bintang.
Menteri PPPA juga mengingatkan pentingnya sinkronisasi kebijakan agar tidak terjadi tumpang tindih antara RUU PPRT dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Terkait perlindungan kepada PRT yang berasaskan keadilan, kesejahteraan, serta penghormatan hak asasi manusia, Bintang meminta untuk memperhatikan UU yang ada terkait perempuan dan anak.
UU tersebut seperti UU Ratifikasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan UU Perlindungan Anak.
Muhadjir menilai, RUU PPRT mendesak, untuk menghapus diskriminasi kepada PRT, baik secara sosial maupun ekonomi, serta mendorong pemenuhan hak dan kewajiban yang diberikan kepada PRT dan pemberi kerja.
Namun, dia mengingatkan, perlu ada analisis yang mendalam dalam penyusunan RUU ini, agar jangan sampai semangat membela PRT, justru nanti bisa merugikan PRT.
Langkah-langkah Pemerintah dalam upaya percepatan RUU PPRT diapresiasi kalangan PRT. Koordinator Nasional JALA PRT, Lita Anggraini. Kendati waktunya sangat terbatas, para PRT terus menaruh harapan pada DPR, agar pembahasan dan pengesahan RUU PPRT menjadi UU segera berjalan pekan depan.
“Kami berharap jika pekan depan Presiden sudah kirim Surpres dan DIM, DPR segera mendelagasikan kepada panitia kerja untuk segera melakukan pembahasan, dan walaupun waktu sempit, tidak perlu menunggu setelah Lebaran. Syukur-syukur bisa disahkan sebelum Lebaran,” ujar Lita, Jumat.