Australia Bakal Menerapkan Harga Karbon untuk Industri
Parlemen Australia telah meloloskan undang-undang baru yang akan memaksa tambang batu bara dan kilang minyak yang menjadi penopang ekonomi negeri tersebut untuk mengekang emisi sekitar 5 persen setiap tahun.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Parlemen Australia pada hari Kamis (30/3/2023) meloloskan undang-undang terkait iklim yang paling signifikan untuk menargetkan pencemar terburuk di negara itu. Undang-undang ini akan memaksa industri tambang batu bara dan kilang minyak yang menjadi penopang ekonomi negeri tersebut untuk mengekang emisi sekitar lima persen setiap tahun.
Undang-undang mengamanatkan harga karbon untuk sektor industri di bawah ”Mekanisme Pengaman”. Peraturan tersebut berlaku untuk 215 fasilitas industri utama yang masing-masing memproduksi lebih dari 100.000 ton gas rumah kaca per tahun dan memengaruhi target Australia untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050.
Dengan undang-undang ini, pabrik peleburan aluminium, tambang batu bara, kilang minyak, dan pencemar besar lainnya akan dipaksa untuk memangkas emisinya sebesar 4,9 persen setiap tahun. Emisi bersih yang dihasilkan oleh fasilitas di bawah skema ini diperkirakan menurun dari 143 juta ton karbon dioksida saat ini—setara dengan 100 juta ton pada tahun 2030.
Keputusan ini dinilai bakal berdampak besar terhadap perekonomian Australia. Selama ini perekonomian Australia digerakkan oleh pertambangan dan ekspor batu bara dan merupakan salah satu penghasil emisi karbon dioksida per kapita terbesar di dunia. Menurut angka tahun 2020 dari Our World in Data, setiap orang di Australia mengeluarkan 15,4 ton CO2 setiap tahunnya. Ini sekitar tiga kali lipat rata-rata global.
Pemerintah Partai Buruh negara itu memperkirakan dapat menghentikan 200 juta ton karbon yang dipompa ke atmosfer selama dekade berikutnya. Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mencuitkan pandangannya menyambut undang-undang ini.
”Mekanisme perlindungan kami untuk membatasi emisi dan bertindak atas perubahan iklim disahkan parlemen sore ini." Albanese menambahkan, ”Setelah satu dekade tidak bertindak, Australia sekarang berada di jalur nol bersih.”
Sementara itu, Menteri Perubahan Iklim Australia Chris Bowen kepada anggota parlemen, seperti dilaporkan AFP, mengatakan, ”Apa yang telah dilakukan parlemen hari ini adalah untuk menjaga iklim kita, menjaga ekonomi kita dan menjaga masa depan kita.”
Kesepakatan itu diselesaikan setelah berminggu-minggu terjadi negosiasi antara pemerintah Partai Buruh dan Partai Hijau, yang merupakan partai kecil dengan 15 anggota parlemen. Meski demikian, dukungan mereka diperlukan untuk mengesahkan undang-undang tersebut.
Pemimpin Partai Hijau Adam Bandt mengatakan, langkah tersebut memaksa perusahaan minyak dan gas untuk memangkas emisi mereka. Ini adalah momen pertama kalinya aturan itu diwujudkan dalam undang-undang.
Selama bertahun-tahun perundingan iklim, Australia dikenal memiliki reputasi lamban dalam tindakan global untuk menghentikan perubahan iklim. Namun, serangkaian bencana alam yang parah membantu meyakinkan para pemimpin negara untuk menangani keadaan darurat iklim dengan lebih serius.
Badai besar pada tahun 2022 menyebabkan bencana banjir di pantai timur Australia yang menewaskan lebih dari 20 orang. Sementara kebakaran hutan ”Musim Panas Hitam” pada 2019-2020 membakar lebih dari 8 juta hektar vegetasi asli, dan gelombang panas laut menyebabkan pemutihan karang massal di Great Barrier Reef pada 2016, 2017, dan 2020.
Selama bertahun-tahun perundingan iklim, Australia dikenal memiliki reputasi lamban dalam tindakan global untuk menghentikan perubahan iklim.
Para peneliti menyebutkan, apa yang telah dilakukan parlemen hari ini bakal mengakhiri 10 tahun disfungsi dan 10 tahun penundaan dalam penurunan gas rumah kaca di Australia. ”Ini pertama kalinya pengurangan emisi gas rumah kaca dimasukkan dalam undang-undang Australia,” kata pakar keberlanjutan University of New South Wales, Tommy Wiedmann, kepada AFP. ”Itu jelas hal yang baik. Kami memiliki kebijakan iklim sekarang,” paparnya.
Pakar keberlanjutan Universitas Murdoch, Martin Brueckner, mengatakan, rencana itu mengakhiri ”kebuntuan” iklim Australia dan memberi sinyal kuat bagi bisnis. ”Ini cukup membuat para penyangkal iklim terpojok,” kata dia.
Menurut Martin, Australia mengalami ketidakpastian investasi pasar selama 10 tahun terakhir di bawah kebijakan iklim yang tidak jelas. ”Setelah membuat langkah kebijakan pertama—sekecil mungkin—saya pikir itu membuka jalan bagi kebijakan yang lebih progresif untuk diikuti,” kata dia.
Meski demikian, industri pertambangan Australia memperingatkan bahwa beban keuangan untuk kepatuhan dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan secara besar-besaran. ”Jika kita tidak berhati-hati, beberapa fasilitas di Australia akan ditutup,” kata Dewan Mineral Australia sebelum undang-undang tersebut disahkan.
Menurut mereka, undang-undang itu tidak hanya akan merusak ekonomi dan memangkas puluhan ribu pekerjaan regional dan miliaran investasi, tetapi juga akan mendorong beban pengurangan emisi ke negara lain yang kurang mampu atau kurang mau melakukan dekarbonisasi.