Pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkait mahalnya biaya terkait perizinan praktik dokter berujung somasi. Sejumlah dokter menuntut klarifikasi atas pernyataan tersebut.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin disomasi sejumlah dokter yang tergabung dalam Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa. Mereka keberatan dengan pernyataan Budi bahwa mahalnya biaya penerbitan surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan satuan kredit profesi dokter menambah beban biaya layanan kesehatan.
Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa (FDPKKB) menilai Menkes Budi menyebarkan disinformasi kepada masyarakat. Menurut Menkes, jika biaya surat tanda registrasi (STR) Rp 6 juta, untuk 77.000 dokter bisa mencapai Rp 430 miliar per tahun. Adapun 250 satuan kredit profesi (SKP) setara dengan Rp 1 triliun.
Sejumlah pernyataan tersebut diucapkan Budi saat forum dengar pendapat untuk mengumpulkan daftar inventarisasi masalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan pada 17 Maret 2023.
Forum tersebut diikuti Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Masyarakat Farmasi Indonesia (MFI), Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB), serta sejumlah tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Ketua FDPKKB Iqbal Mochtar menyatakan, somasi ini merupakan bentuk itikad baik FDPKKB untuk meminta klarifikasi dari Menkes. Menurut Iqbal, tarif penerbitan STR mulai dari pendaftaran STR baru hingga pembaruan STR dokter dalam aturan Konsil Kedokteran Indonesia hanya berkisar Rp 15.000 sampai Rp 750.000.
”Kami ingin meminta penjelasan secara formal dari menteri kesehatan terkait beberapa narasi yang tidak kuat, tidak komprehensif, dan dapat mengganggu harkat dan martabat serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
STEPHANUS ARANDITIO
Pengurus IDI bidang Departemen Dokter Luar Negeri, Iqbal Mochtar, yang tergabung dalam Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa (FDPKKB) melayangkan somasi kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Meski tidak mengatasnamakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), forum dokter ini terdiri dari beberapa dokter yang menjadi pengurus IDI. Sejumlah anggota IDI tersebut adalah pengurus IDI bidang Departemen Dokter Luar Negeri, Iqbal Mochtar; dan Ketua Biro Hukum IDI DKI Jakarta Tedy Hartono.
Selain itu ada Kepala Biro Hukum, Pembinaan, dan Pembelaan IDI H Nazrial Nazar; Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI Jakarta Pusat Mohammad Baharuddin; anggota Bidang Advokasi IDI Banten, Mirza Hasani; dan anggota IDI, Yantony Wijaya.
Kami ingin minta penjelasan secara formal dari menteri kesehatan terkait beberapa narasi tidak kuat, tidak komprehensif, dan dapat mengganggu harkat dan martabat serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter.
Kuasa hukum FDPKKB, Mohammad Joni, menyebutkan, beberapa kliennya secara individu sudah mencoba menghubungi Menkes sejak pernyataan itu mengemuka. Namun, belum ada jawaban resmi dari Budi ataupun Kementerian Kesehatan. Karena itu, mereka menuntut jawaban atas somasi ini dalam tiga hari ke depan.
”Kami beri waktu tiga hari kerja kepada Menkes untuk memberikan jawaban. Kami berharap somasi ini menjadi pengalaman penting bagi Indonesia untuk membangun hubungan komunikasi bermakna antara menteri agar memosisikan profesi kedokteran secara bermakna dalam pembahasan RUU Kesehatan,” tutur Joni.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menjawab, Menkes Budi sangat mengapresiasi proses dialog yang konstruktif dalam perumusan RUU Kesehatan. Namun, dalam dialog itu, Menkes menegaskan perlunya peningkatan transparansi proses penerbitan STR dan SIP demi mengurangi beban dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
”Kami menghormati hak pihak-pihak yang mengajukan somasi tersebut dan akan kami pelajari lebih lanjut,” kata Syahril.
Namun, Kemenkes menerima laporan dari para dokter dan tenaga kesehatan terkait tidak seragamnya biaya serta minimnya transparansi proses pengurusan STR dan SIP.
Selama ini, STR diterbitkan oleh lembaga negara Konsil Kedokteran Indonesia. Namun, perlu ada validasi satuan kredit terlebih dahulu dari organisasi profesi. Jika tidak ada validasi, KKI tidak dapat menerbitkan STR.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan evaluasi program kerja prioritas nasional dan prioritas bidang Kementrerian Kesehatan RI tahun 2022.
Untuk SIP juga diterbitkan dinas kesehatan daerah, tetapi tidak bisa diterbitkan jika tidak ada rekomendasi dari IDI dan perhimpunan setempat. Kemenkes melalui RUU Kesehatan ingin proses ini disederhanakan tanpa mengurangi kontrol terhadap kualitas dan kompetensi dokter.
”Tujuannya agar para dokter dan tenaga kesehatan tidak terbebani dengan birokrasi dan biaya dalam menjalankan pengabdian mulianya,” ucapnya.
Adapun proses draf RUU Kesehatan akan memasuki tahap sosialisasi oleh pemerintah. Sebelumnya, RUU yang mencabut sembilan undang-undang serta mengubah empat undang-undang terkait kesehatan telah dibahas secara terbuka dalam 79 forum partisipasi publik oleh Kemenkes.
Puluhan forum itu diikuti 16.000 peserta dari 1.200 pihak yang diundang. Keterlibatan meliputi kementerian lembaga terkait, organisasi profesi, akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan asosiasi. Ada pula lebih dari 3.500 masukan dan pertanyaan yang masuk melalui laman Partisipasisehat.kemkes.go.id.