Pemerintah menyiapkan operasionalisasi perdagangan karbon. Selain peta jalan perdagangan karbon, bursa karbon dan pembaruan sertifikat pengurangan emisi juga disiapkan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait menyiapkan operasionalisasi perdagangan karbon sebagai salah satu bentuk pelaksanaan nilai ekonomi karbon. Persiapan yang dilakukan mulai dari menyusun finalisasi peta jalan perdagangan karbon hingga pembaruan sertifikat pengurangan emisi.
Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wahyu Marjaka menyampaikan, nilai ekonomi karbon (NEK) merupakan nilai terhadap setiap unit emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari kegiatan manusia ataupun ekonomi. Terminologi ini telah diikat dalam peraturan pemerintah dan menjadi dasar untuk setiap ukuran kinerja penurunan emisi di Indonesia.
”Posisi pengaturan nilai ekonomi karbon ini sebenarnya mengimplementasikan prinsip polluter pays principle (asas pencemar membayar) yang seharusnya diintegrasikan sejak awal,” ujarnya dalam acara sosialisasi pengendalian emisi karbon melalui NEK di Jakarta, Jumat (24/3/2023).
Penyelenggaraan NEK dilaksanakan kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Adapun pelaksanaan NEK melalui empat mekanisme, meliputi perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon oleh menteri keuangan, dan mekanisme lainnya sesuai perkembangan sains.
Posisi pengaturan nilai ekonomi karbon ini sebenarnya mengimplementasikan prinsip polluter pays principle (asas pencemar membayar) yang seharusnya diintegrasikan sejak awal.
Tata kelola karbon diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan NEK dan diturunkan melalui Peraturan Menteri LHK No 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan NEK. Aturan ini menekankan bahwa tidak ada hambatan untuk pelaksanaan skema pasar karbon sukarela (VCM), khususnya dalam peralihan bagi pelaku usaha yang sudah menjalankan perdagangan karbon sejak era Protokol Kyoto.
Selain itu, semua aktivitas perdagangan karbon ini wajib mematuhi tata kelola karbon dan mencatatkan registrasi pada Sistem Registri Nasional (SRN). Seluruh aktivitas ini juga diwajibkan memperoleh sertifikat pengurangan emisi gas rumah kaca (SPE-GRK) melalui otoritas pemerintah.
Wahyu mengatakan, saat ini pemerintah terus melakukan langkah lanjut penyiapan operasionalisasi perdagangan karbon sebagai salah satu bentuk pelaksanaan NEK. Beberapa persiapan teknis yang dilakukan adalah menyusun finalisasi peta jalan perdagangan karbon sektor hutan dan pedoman peta jalan perdagangan karbon sektor NDC atau dokumen kontribusi nasional penurunan emisi.
Persiapan teknis lainnya yang dilakukan adalah menyusun bursa karbon Indonesia oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan prosedur standar operasi (SOP) perdagangan karbon Indonesia. Penyiapan SOP tersebut nantinya akan terintegrasi dalam sistem bursa perdagangan karbon Indonesia dan internasional/domestik.
Selain itu, pengembangan dan pembaruan sertifikat pengurangan emisi (SPE) dan pedoman konversi SPE dalam registrasi karbon tengah disiapkan hingga Juli 2023. Di sisi lain, hub pengendalian perubahan iklim dan perdagangan karbon Indonesia juga dikembangkan.
”Tantangan yang tidak kalah penting dalam operasionalisasi nilai ekonomi karbon adalah memastikan integritas lingkungan dan perlindungan sosial. Tantangan lainnya, bagaimana mengembangkan perjanjian hasil perdagangan karbon yang adil dan saling menguntungkan,” kata Wahyu.
Metodologi penghitungan
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengakui terdapat banyak peluang NEK di sektor energi. Oleh karena itu, Kementerian ESDM perlu menyusun peta jalan perdagangan karbon guna mendukung penurunan emisi dan pencapaian NDC.
”Sebanyak 26 metodologi penghitungan aksi mitigasi reduksi emisi GRK sektor energi telah ditetapkan KLHK. Sekarang kami mengembangkan penyusunan metodologi lainnya untuk subsektor efisiensi energi dengan kegiatan aksi mitigasi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai,” ucapnya.
Saat ini, Kementerian ESDM juga mengembangkan platform digital pelaporan aksi mitigasi reduksi emisi sektor energi. Platform ini diharapkan dapat berbagi data atau terintegrasi dengan SRN KLHK untuk mempermudah penerbitan SPE.
Terkait dengan perdagangan karbon pada subsektor pembangkit tenaga listrik, hal ini tidak dapat dilaksanakan antar-unit pembangkit yang berada dalam satu pembangkit yang sama. Penerapan perdagangan karbon ini pun masih memerlukan beberapa dukungan, seperti inventarisasi penambahan metodologi aksi mitigasi sektor energi dan percepatan standardisasi kompetensi verifikator atau validator.