Facebook Ajak Pengguna Laporkan Konten Misinformasi
Laporan konten misinformasi dari pengguna penting untuk melatih mesin ”learning” Facebook dalam mendeteksi potensi misinformasi. Temuan itu kemudian dikirim ke pemeriksa fakta independen yang dilakukan pihak ketiga.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Warga mengakses laman media sosial Facebook di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Platform media sosial seperti Facebook masih menjadi medium penyebaran misinformasi. Pengguna Facebook diajak melaporkan konten-konten misinformasi di media sosial tersebut untuk mencegah penyebaran lebih luas.
Meta, sebagai perusahaan induk Facebook, menerapkan tiga strategi dalam melawan misinformasi di Facebook. Ketiga strategi itu adalah menghapus konten informasi palsu, mengurangi distribusinya sehingga lebih sedikit orang yang melihatnya, serta menginformasikannya kepada pengguna sehingga dapat memutuskan sendiri apa yang harus dibaca atau dibagikan.
Kepala Kebijakan Misinformasi Asia Pasifik Meta Alice Budisatrijo mengatakan, laporan mengenai konten misinformasi dari pengguna berfungsi untuk melatih mesin learning Facebook dalam mendeteksi potensi misinformasi. Temuan itu kemudian dikirim ke pemeriksa fakta yang dilakukan oleh pihak ketiga.
”Jadi, itu penting sekali. Saya mengimbau terus supaya orang-orang (pengguna) melaporkan konten-konten misinformasi yang ada di Facebook,” ujarnya dalam jumpa pers Media Education on Misinformation di Jakarta, Jumat (24/3/2023) sore.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Kepala Kebijakan Misinformasi Asia Pasifik Meta Alice Budisatrijo menghadiri jumpa pers Media Education on Misinformation di Jakarta, Jumat (24/3/2023) sore.
Alice menyebutkan, pihaknya berkomitmen melawan penyebaran misinformasi. Menurut dia, misinformasi merupakan informasi palsu yang sering kali disebarkan tanpa sengaja.
Konten misinformasi berpotensi untuk diturunkan atau di-takedown. Sejak 2020, Facebook telah menurunkan lebih dari 25 juta konten misinformasi terkait Covid-19 dan vaksin.
”Kami tingkatkan supaya lebih banyak konten misinformasi yang kami cek fakta dan diturunkan supaya tidak viral,” ucapnya.
Facebook mengandalkan pemeriksa fakta independen untuk mengidentifikasi dan meninjau potensi kesalahan informasi. Perusahaan asal Amerika Serikat itu bermitra dengan lebih dari 90 pemeriksa fakta pihak ketiga di seluruh dunia yang bekerja dalam lebih dari 60 bahasa.
Konten misinformasi berpotensi untuk diturunkan atau di-takedown. Sejak 2020, Facebook telah menurunkan lebih dari 25 juta konten misinformasi terkait Covid-19 dan vaksin.
Di Asia Pasifik, pemeriksa fakta independen tersebut berada di Indonesia, Singapura, Malaysia, Hong Kong, Myanmar, Thailand, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, dan Mongolia. Selain itu, juga di Kazakhstan, Korea Selatan, Taiwan, India, Filipina, Australia, Selandia Baru, dan Kepulauan Pasifik.
”Kami punya enam mitra (pemeriksa fakta) di Indonesia yang semuanya sudah disertifikasi oleh IFCN (International Fact-Checking Network),” katanya.
Alice menambahkan, pihaknya telah menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence untuk mengenali konten misinformasi. Dengan begitu, tingkat keviralannya dapat diturunkan untuk ditelusuri kebenarannya oleh tim pemeriksa fakta.
”Misinformasi yang kami takedown adalah yang bisa membahayakan, deep fakes (media yang dimanipulasi) berupa video yang diedit dan dirancang untuk menyesatkan, konten yang mengganggu pemilu, serta jaringan konspirasi yang memicu kekerasan,” jelasnya.
Grafik batang hasil studi Indeks Literasi Digital Nasional 2022 di Jakarta, Rabu (1/2/2023). Indeks Literasi Digital Nasional 2022 mencapai 3,54 poin, meningkat 0,05 poin dibandingkan 2021.
Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2022 yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebutkan, 55,9 persen responden sering menemui hoaks di Facebook. Setelah itu disusul berita daring 16 persen, Whatsapp 13,9 persen, dan Youtube 13,1 persen.
Survei melibatkan 10.000 responden pengguna internet berusia 13-70 tahun di 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, peningkatan intensitas di ruang digital, termasuk mengakses media sosial, perlu dibarengi dengan membangun kesadaran kritis dalam mengonsumsi informasi (Kompas, 3/2/2023).
Manajer Komunikasi Meta Indonesia Maruli Ferdinand mengatakan, melalui program Asah Digital, pihaknya mengedukasi masyarakat untuk lebih bertanggung jawab berinteraksi di ruang daring. ”Termasuk memahami bagaimana menyikapi berita dan disinformasi. Seperti halnya mengedukasi masyarakat untuk saring sebelum sharing,” ujarnya.