Anggaran Buka Puasa Bersama Dapat Dialihkan untuk Membantu Warga yang Membutuhkan
Larangan buka puasa bersama dinilai dapat dialihkan dalam wujud bantuan atau santunan bagi warga yang membutuhkan, termasuk fakir miskin dan anak yatim piatu.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, NINA SUSILO
·2 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kanan) dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memberikan keterangan kepada wartawan seusai mengikuti rapat membahas ketersediaan bahan pokok dan persiapan arus mudik Lebaran bersama Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (24/3/2023). Zulkifli menyatakan ketersediaan pangan cukup dan harga masih terkendali.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah menteri mengatakan bahwa anggaran yang sedianya untuk buka puasa bersama dapat lebih memberi manfaat apabila diwujudkan dalam bentuk bantuan bagi yang memerlukan. Bantuan dimaksud, misalnya, dalam bentuk kebutuhan pokok atau santunan.
”Mengenai seluruh pejabat, (seperti) Pak Mentan (Menteri Pertanian), Pak Bapanas (Kepala Badan Pangan Nasional), saya, semua enggak boleh buka puasa bareng. Itu maksudnya, kalau ada anggaran, anggaran itu dipakai untuk memberi bantuan kepada masyarakat yang lebih perlu. Kalau makan bareng, buka bareng, yang makan kita-kita juga,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat memberi keterangan kepada media di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (24/3/2023).
Itu maksudnya, kalau ada anggaran, anggaran itu dipakai untuk memberi bantuan kepada masyarakat yang lebih perlu. Kalau makan bareng, buka bareng, yang makan kita-kita juga.
Menurut Zulkifli, anggaran di kabupaten, kota, provinsi, dan kementerian akan lebih bermanfaat apabila dapat diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan, semisal dalam bentuk kebutuhan pokok.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas seusai mengikuti rapat membahas ketersediaan bahan pokok dan persiapan arus mudik Lebaran bersama Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (24/3/2023).
Tidak anti-Islam
Senada, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebutkan akan lebih bagus apabila ketika buka puasa bersama tidak dapat dilakukan, lalu dicarikan alternatif untuk membantu fakir miskin. Dia menampik tudingan atau stigma bahwa pemerintah anti-Islam.
”Wah, mana ada pemerintah anti-Islam? Semua diurus dari lahir sampai mati. Ibadah haji diurus, syahadat diurus, shalat diurus, semua diurus. Enggak ada pemerintah anti-Islam. (Pemerintah) memberikan alternatif, jadi kalau tidak buka bersama, kan, bisa digunakan untuk santunan, untuk fakir miskin, untuk yatim piatu, kan, lebih bermanfaat, lebih berguna,” kata Yaqut.
Wah, mana ada pemerintah anti-Islam? Semua diurus dari lahir sampai mati. Ibadah haji diurus, syahadat diurus, shalat diurus, semua diurus. Enggak ada pemerintah anti-Islam. (Pemerintah) memberikan alternatif, jadi kalau tidak buka bersama, kan, bisa digunakan untuk santunan, untuk fakir miskin, untuk yatim piatu, kan, lebih bermanfaat, lebih berguna.
Saat ditanya mengenai implementasi larangan buka puasa bersama di kementerian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, larangan itu tinggal diterapkan dengan tidak menyelenggarakan buka puasa bersama. ”Ya, tidak ada buka bersama. Biasanya juga, dua tiga tahun kemarin tidak ada (buka puasa bersama) karena Covid-19, jadi kita lanjutin aja,” katanya.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto seusai mengikuti rapat membahas ketersediaan bahan pokok dan persiapan arus mudik Lebaran bersama Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (24/3/2023).
Setelah terbit edaran yang melarang para menteri dan kepala lembaga untuk menggelar buka puasa bersama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga mengeluarkan edaran serupa. Dalam edaran yang bertanggal 24 Maret 2023 ini, gubernur serta bupati/wali kota diminta meniadakan kegiatan buka puasa bersama sepanjang bulan Ramadhan 1444 Hijriah bagi seluruh perangkat daerah dan pegawai di instansi perangkat daerah.
Larangan ini disebutkan sebagai bentuk kehati-hatian karena saat ini masih dalam masa transisi dari pandemi Covid-19 menuju endemi. Hal ini sekaligus sebagai penerapan pola hidup sederhana bagi aparatur sipil negara. Surat edaran ini ditandatangani Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro atas nama Mendagri.