Penuntasan Guru PPPK Makin Krusial untuk Benahi Pengangkatan Guru Baru
Keberadaan guru honorer di sekolah negeri bisa tuntas tahun 2023. Syaratnya, pemda harus mengoptimalkan pengajuan formasi untuk seleksi sebanyak 601.286 guru tahun ini.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Pertemuan guru honorer yang dinyatakan lulus passing grade, ambang batas dalam seleksi guru PPPK, tahun 2021, tetapi belum diakomodasi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan anggota Komisi X DPR, Anita Gah, di Kupang, Sabtu (19/11/2022). Anita Gah menegaskan, dana DAU senilai Rp 157 miliar ditransfer ke kas daerah NTT. Namun, pemda belum mengakomodasi guru honorer yang dinyatakan lulus tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Lembaran baru untuk mengangkat guru lulusan pendidikan profesi guru guna menjamin pemenuhan pendidik bermutu bisa dibuka secara optimal seusai penuntasan guru-guru honorer yang tersisa di sekolah negeri. Namun, menyelesaikan status guru honorer di sekolah negeri lewat seleksi guru berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK membutuhkan strategi baru.
Maka dari itu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi, Kamis (23/3/2023), di Jakarta, mendesak Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) menuntaskan guru lulus dengan nilai ambang batas atau passing grade yang belum mendapat penempatan pada 2023. Itu termasuk untuk 3.043 guru P1 yang batal mendapat penempatan bisa dituntaskan tanpa syarat administratif.
”Kami mendorong pembukaan formasi guru seluas-luasnya oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar target perekrutan satu juta guru dapat dipenuhi tahun 2024,” kata Unifah.
Pada tahun 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersiap terlibat memenuhi formasi guru sesuai kebutuhan hingga pengaturan linearitas guru agar lebih fleksibel. Menurut Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani, di Jakarta, Selasa (21/3/2023) malam, pada 2023 kebutuhan seleksi guru PPPK 601.286 orang.
Kami mendorong pembukaan formasi guru seluas-luasnya oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar target perekrutan satu juta guru dapat dipenuhi tahun 2024.
Jika terpenuhi, berarti guru honorer di sekolah-sekolah negeri, termasuk guru lulus passing grade atau disebut Prioritas 1 (P1) sudah tuntas. ”Untuk seleksi guru PPPK tahun 2023 sudah lebih banyak dari umum. Di sini, guru swasta pun boleh ikut seleksi dengan syarat ada izin dari yayasan. Sebab, guru swasta yang lolos menjadi guru PPPK sesuai ketentuan harus mengajar di sekolah negeri,” tuturnya.
Menurut Nunuk, pemenuhan guru PPPK untuk seleksi tahun 2023 tetap memprioritaskan guru P1. Ada sebanyak 62.644 guru P1 tahun ini yang harus mendapat formasi penempatan di sekolah-sekolah negeri oleh pemerintah daerah (pemda). Mereka ini berhak diutamakan dan tak lagi menjalani tes karena sudah lulus nilai ambang batas. Termasuk dalam P1, yakni 3.043 guru yang mendapat notifikasi penempatan di tahun 2022 tapi dibatalkan sebelum pengumuman secara nasional.
”Untuk penempatan guru P1 secara keseluruhan tahun ini, tetap melihat kebutuhan. Dari data kami, sebanyak 45.307 terdapat kebutuhan, tinggal berkoordinasi dengan Pemda agar diangkat di seleksi tahun ini. Tetapi ada 17.382 guru P1 yang tidak terdapat kebutuhan sehingga akan ditinjau ulang untuk linearitas guru,” kata Nunuk.
DOKUMENTASI DITJEN GTK
Jumlah guru lulus passing grade yang akan dituntaskan dalam rekrutmen guru ASN PPPK tahun 2023.
Serius menuntaskan
Nunuk menegaskan, pemerintah serius menuntaskan soal guru honorer di sekolah negeri. Jika pengangkatan tahun ini sesuai kebutuhan, sebenarnya guru honorer di sekolah negeri sudah tidak ada.
”Intinya semua guru honorer mau diangkat jadi guru ASN PPPK untuk membuka lembaran baru. Jika guru honorer di sekolah negeri belum tuntas, sulit bagi Kemendikbudristek untuk melaksanakan perekrutan guru baru atau prajabatan dari lulusan pendidikan profesi guru atau PPG. Selain memastikan guru sejahtera, kami harus mulai mengutamakan profesionalisme dan kualitas dalam pengangkatan guru baru di sekolah,” terang Nunuk.
Pengangkatan guru prajabatan lulusan PPG (lulusan S-1 dan PPG guru 1 tahun) diprioritaskan untuk ditempatkan di daerah terdepan, terpencil, dan terluar (3T), terutama di kawasan timur Indonesia. Meski ada seleksi guru PPPK untuk guru honorer hingga tahap tiga, ada formasi guru daerah 3T yang tak dilamar. Akibatnya, di tahun 2022 ada 68.709 formasi tersisa, salah satunya karena ada formasi yang tidak dilamar guru, padahal ada kebutuhan.
Menurut Nunuk, sesuai arahan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, sedang dicari celah agar Kemendikbudristek bisa ikut serta mengoptimalkan pengajuan formasi guru di tiap daerah. Artinya, jika pemda mengajukan formasi guru PPPK di bawah kebutuhan, pemerintah pusat akan mengajukan kekurangannya sehingga pas sesuai kebutuhan.
Selain itu, perlu kebijakan untuk melenturkan lineritas guru yang ada sehingga dapat ditempatkan sesuai kebutuhan. Sebagai contoh, kebutuhan guru kelas SD bisa dengan melinierkan guru honorer bahasa inggris yang masih banyak tersisa.
Menahan diri
Nunuk mengingatkan dalam tiap seleksi ada proses adminitrasi sanggah, Kemendikbudristek akan memverifikasi dari tiap hal yang disanggah, seperti dinas pendidikan atau pihak lain, untuk menjadi dasar keputusan Panselnas.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suyani
Oleh karena itu, para guru yang masuk P1 maupun ikut seleksi dan lulus diharapkan menahan diri. Sebab, seusai masa sanggah setelah pengumuman kelulusan secara nasional menjadi masa krusial. Setelah masa sanggah selesai, barulah status lulus guru menjadi pasti dengan diterbitkannya surat keputusan (SK) pengangkatan dari pemda.
”Kemungkinan tak dapat penempatan ada, karena di daerah bisa terjadi kelebihan jumlah guru honorer, terutama di kota besar. Sebab, ada pengangkatan guru honorer cuma SK dari kepala sekolah. Kami memitigasi jangan ada yang tak mendapat penempatan. Jadi jangan potong kambing dulu sebelum dapat SK Pemda. Jika ada SK lalu dibatalkan, berarti menyalahi aturan dan guru bisa mengajukan ke PTUN,” papar Nunuk.