Aspek Pemodelan Bantu Tingkatkan Pengelolaan Air Sungai
Aspek pemodelan dalam sistem pemantauan kualitas air bisa membantu optimalisasi pengelolaan air sungai. Namun, pengawasan mutu tersebut perlu melibatkan masyarakat.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Tim Ekspedisi Sungai Nusantara mengambil sampel air Sungai Barito di kawasan Pelabuhan Perikanan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (1/9/2022). Dari hasil pengukuran, air Sungai Barito sudah terkontaminasi mikroplastik sehingga harus ada upaya serius dari semua pihak untuk mengendalikan pencemaran sungai.
JAKARTA, KOMPAS — Sistem pemantauan kualitas air sungai telah banyak terintegrasi dengan sejumlah data, seperti pengendalian banjir ataupun aspek hidrologi lainnya. Aspek pemodelan dalam sistem tersebut dapat membantu mengoptimalisasi pengelolaan air sungai.
Praktisi pemodelan lingkungan yang juga pengajar teknik lingkungan di Institut Teknologi Bandung (ITB), Asep Sofyan, mengemukakan, Indonesia masih menghadapi masalah mutu air, terutama terkait pencemaran. Hal ini disikapi pemerintah dengan mengeluarkan ketentuan tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan mutu air yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.
”Sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menginvestasikan sistem pemantauan kualitas air yang bisa dilihat langsung hasilnya. Ini merupakan salah satu langkah baik yang bisa ditingkatkan,” ujarnya dalam webinar tentang optimalisasi pengelolaan sungai dengan pemodelan, Kamis (23/3/2023), di Jakarta.
Asep menjelaskan, salah satu tujuan pemantauan mutu air adalah membuat sistem deteksi dini. Melalui pemantauan ini, antisipasi dan pencegahan bisa dilakukan dengan lebih cepat apabila data menunjukkan sudah ada peningkatan konsentrasi pencemaran air.
Dalam pengembangan lebih lanjut, terdapat sistem pemantauan mutu air yang terintegrasi dengan data terkait lainnya. Proses pengembangan sistem yang terintegrasi ini tidak terlepas dari aspek pemodelan untuk pengolahan basis data sehingga dapat memantau sekaligus menganalisis kondisi air atau sungai secara berkesinambungan.
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
Mahasiswi magang pada Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) memperlihatkan hasil pengecekan kandungan besi atau air baku Kali Surabaya di pipa masuk (intake) Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) Karangpilang, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (21/3/2023).
Penggunaan beragam data dalam pemantauan kualitas air juga telah dilakukan KLHK. Pada tahun 2022, data yang digunakan untuk penghitungan Indeks Kualitas Air KLHK tercatat 14.245 data. Penggunaan data ini meningkat 33,04 persen dari tahun sebelumnya.
”Model kualitas air sekarang berjumlah ratusan atau bahkan ribuan dengan pengelompokan seperti linier dan dinamik. Kita bisa memilih menerapkan model yang paling tepat untuk mengoptimalkan pencegahan pencemaran air,” tuturnya.
Beberapa sistem permodelan untuk pemantauan kualitas air dan sungai adalah AQUATOX, QUAL2kw, Branched Lagrangian Transport Model (BLTM), model hidrodinamika sungai dan kualitas air satu dimensi (EPD-RIV1), program simulasi analisis kualitas air 7 (WASP7), dan kualitas air untuk sistem reservoir sungai (WQRRS).
Menurut Asep, setiap permodelan kualitas air ini memiliki karakteristik, fungsi, kelebihan, dan kekurangan masing-masing. Permodelan ini juga dapat diintegrasikan dengan sistem pengendalian banjir. Dengan kata lain, dalam satu sistem bisa menggunakan dua fungsi.
Model kualitas air sekarang berjumlah ratusan, bahkan ribuan, dengan pengelompokan seperti linier dan dinamik. Kita bisa memilih menerapkan model yang paling tepat untuk mengoptimalkan pencegahan pencemaran air.
Meski pemantauan kualitas air ini sudah dilakukan KLHK, Asep menekankan tanggung jawab pengelolaan dan pengendalian air sungai ini harus dilakukan semua pihak. Terlepas dari kewenangannya, masyarakat juga bisa turut berpartisipasi dalam pengendalian kualitas air ini karena sungai merupakan sumber kehidupan.
”Di negara maju, keterlibatan masyarakat dalam menjaga sungai sangat tinggi. Jadi, kelompok masyarakat di pinggir sungai selalu mengawasi dan melaporkan kualitas sungai. Masalah pencemaran sungai di Indonesia akan semakin teratasi bila banyak masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang hal ini,” katanya.
Perbaikan mutu air
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro dalam keterangannya menegaskan, KLHK terus berupaya memperbaiki kualitas air. Upaya ini dilakukan melalui berbagai aksi nyata dan program, termasuk mengembangkan kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan.
KLHK juga mendorong pemerintah daerah untuk memperbaiki kualitas air melalui Indeks Respons Kinerja Daerah (IRKD). IRKD merupakan indikator yang menggambarkan respons pemerintah daerah terhadap capaian target Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH).
Selain itu, upaya lainnya dilakukan melalui pemasangan alat pemantauan kualitas air secara real time dan dalam jaringan (ONLIMO) di sungai-sungai Indonesia. Dilakukan pula pengolahan air limbah melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL) domestik, IPAL usaha skala kecil, biodigester, dan pemanfaatan sepadan sungai dengan pembangunan ekoriparian.
Pada 2022, angka Indeks Kualitas Air (IKA) tercatat mengalami kenaikan, yakni sebanyak 192 kabupaten/kota dengan total 4.884 titik pantau. Sementara daerah yang mengalami penurunan terdapat di 157 kabupaten/kota atau 3.881 titik pantau. Kenaikan IKA ini disebabkan oleh ketersediaan anggaran hingga implementasi kegiatan.