Lebih dari 3.000 Miliar Ton Es Antartika Telah Mencair dalam 25 Tahun
Lebih dari 3.000 miliar ton es di Amundsen Sea Embayment, bagian dari Antartika Barat, telah mencair dalam 25 tahun terakhir dan berkontribusi terhadap kenaikan permukaan laut global.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
DOKUMENTASI: BENJAMIN DAVISON
Kondisi Amundsen Sea Embayment, bagian dari Antartika Barat.
JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari 3.000 miliar ton es di Amundsen Sea Embayment, bagian dari Antartika Barat, telah mencair dalam 25 tahun terakhir dan berkontribusi terhadap kenaikan permukaan laut global. Jika ditumpuk, es yang hilang ini bisa melapisi seluruh wilayah London dengan ketebalan lebih dari 2 kilometer.
Temuan ini dipublikasikan di jurnal Nature Communications pada 17 Maret 2023 dengan penulis pertama Benjamin Davison dari Institute for Climate and Atmospheric Science University of Leeds, Inggris. Penelitian ini menghitung ”keseimbangan massa es” Amundsen Sea Embayment.
Sebanyak 20 gletser besar membentuk Amundsen Sea Embayment di Antartika Barat, yang berukuran lebih dari empat kali ukuran Inggris Raya, dan memainkan peran kunci dalam memengaruhi level lautan dunia. Begitu banyak air yang tertahan di salju dan lapisan es ini sehingga, jika semuanya mengalir ke laut, tinggi permukaan laut global dapat meningkat lebih dari 1 meter.
Jika permukaan laut naik secara signifikan di tahun-tahun mendatang, ada komunitas di seluruh dunia yang akan mengalami banjir ekstrem.
Dalam kajian ini, Davison menghitung keseimbangan antara massa salju dan es yang diperoleh akibat hujan salju dan massa yang hilang melalui proses calving atau pelepasan, yang mana gunung es terbentuk di ujung gletser dan hanyut ke laut.
Ketika pelepasan ini terjadi lebih cepat daripada es digantikan oleh hujan salju, Amundsen Sea Embayment kehilangan massa secara keseluruhan dan berkontribusi terhadap kenaikan permukaan laut global. Demikian pula, ketika pasokan salju turun, pulau laut es dapat kehilangan massa secara keseluruhan dan berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.
Hasilnya menunjukkan bahwa Antartika Barat mengalami penyusutan bersih sebesar 3.331 miliar ton es antara tahun 1996 dan 2021, berkontribusi pada kenaikan lebih dari 9 milimeter terhadap permukaan laut global. Perubahan suhu dan arus lautan dianggap sebagai faktor terpenting yang mendorong hilangnya es.
Davison mengatakan, 20 gletser di Antartika Barat telah kehilangan banyak sekali es selama seperempat abad terakhir dan tidak ada tanda bahwa proses itu akan berbalik dalam waktu dekat meskipun ada periode tingkat kehilangan massa sedikit berkurang.
”Para ilmuwan sedang memantau apa yang terjadi di Amundsen Sea Embayment karena peran penting yang dimainkannya dalam kenaikan permukaan laut. Jika permukaan laut naik secara signifikan di tahun-tahun mendatang, ada komunitas di seluruh dunia yang akan mengalami banjir ekstrem.”
Hujan salju ekstrem
Menggunakan model iklim yang menunjukkan bagaimana arus udara bergerak di seluruh dunia, para ilmuwan mengidentifikasi bahwa Amundsen Sea Embayment telah mengalami beberapa peristiwa hujan salju yang ekstrem selama periode studi 25 tahun. Fenomena ini akan menghasilkan periode hujan salju lebat dan periode hujan salju yang sangat sedikit atau ”kekeringan salju”.
PHYS.ORG
Gambar dari satelit menunjukkan sebelum dan sesudah pecahnya gunung es di Antartika.
Para peneliti memperhitungkan peristiwa ekstrem ini ke dalam perhitungan mereka. Anehnya, mereka menemukan bahwa peristiwa ini berkontribusi hingga setengah dari perubahan es pada waktu tertentu dan, karena itu, memainkan peran kunci dalam kontribusi Amundsen Sea Embayment terhadap kenaikan permukaan laut selama periode waktu tertentu.
Antara tahun 2009 dan 2013, misalnya, model mengungkapkan periode hujan salju yang sangat rendah atau ”kekeringan salju”. Kurangnya hujan salju menyebabkannya kehilangan es sehingga berkontribusi sekitar 25 persen lebih banyak terhadap kenaikan permukaan laut daripada rata-rata hujan salju selama bertahun-tahun.
Sebaliknya, pada musim dingin tahun 2019 dan 2020 terjadi hujan salju yang sangat lebat. Para ilmuwan memperkirakan bahwa hujan salju lebat ini mengurangi kontribusi permukaan laut dari Amundsen Sea Embayment, menguranginya menjadi sekitar setengah dari rata-rata tahun.
Davison berkata, ”Perubahan suhu dan sirkulasi lautan tampaknya mendorong perubahan besar-besaran dalam jangka panjang pada massa lapisan es Antartika Barat. Kami benar-benar perlu meneliti lebih lanjut karena mereka cenderung mengontrol kontribusi permukaan laut secara keseluruhan dari Antartika Barat.”
AFP/GREENPEACE UNITED KINGDOM/CHRISTIAN ASLUND
Gambar bawah air yang dirilis Greenpeace pada 30 Januari 2018 ini diambil pada 26 Januari 2018, memperlihatkan Susanne Lockhart dan pilot kapal selam John Hocevar saat berada di luar Pulau Kaiser, Kepulauan Palmer, Antartika Peninsula.
Pierre Dutrieux, ilmuwan di British Antarctic Survey dan salah seorang penulis studi tersebut, menambahkan, ”Perubahan suhu lautan dan dinamika glasial tampak sangat terkait di bagian dunia ini, tetapi karya ini menyoroti variabilitas besar dan proses tak terduga oleh hujan salju juga memainkan peran langsung dalam memodulasi massa gletser.”
Pulau gletser baru
Hilangnya es dari wilayah tersebut selama 25 tahun terakhir telah menyebabkan mundurnya Pine Island Glacier, yang juga dikenal sebagai PIG. Saat mundur, salah satu anak sungainya terlepas dari gletser utama dan dengan cepat berakselerasi, kemudian menjadi pulau baru yang diberi nama Piglet Glacier.
Anna Hogg, salah seorang penulis makalah dan associate professor di Institute of Climate and Atmospheric Science di Leeds, mengatakan, ”Selain menyoroti peran variabilitas hujan salju ekstrem pada perubahan massa lapisan es, penelitian ini juga memberikan perkiraan baru tentang seberapa cepat wilayah penting Antartika ini berkontribusi terhadap kenaikan permukaan laut.”
Pengamatan satelit telah menunjukkan bahwa Piglet Glacier yang baru diberi nama mempercepat kecepatan esnya sebesar 40 persen karena PIG yang lebih besar mundur ke tingkat terkecil sejak pencatatan dimulai.