Diskriminasi antara guru sekolah negeri dan swasta masih dirasakan para guru swasta, termasuk dalam seleksi guru PPPK. Para guru swasta menuntut keseteraan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Ratusan guru dan kepala sekolah swasta yang tergabung dalam pengurus Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Surabaya dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Surabaya membawa berbagai poster saat berunjuk rasa di halaman Kantor Wali Kota Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (2/7/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Guru honor di sekolah dan madrasah swasta menolak diskriminasi dalam rekrutmen guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK. Kesempatan guru honor swasta untuk direkrut menjadi guru PPPK terbatas. Padahal, mereka pun sebenarnya tetap dapat ditempatkan di sekolah swasta.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PB PGSI) Mohammad Fatah yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (17/3/2023), menjelaskan, PGSI awalnya menyambut baik kebijakan seleksi guru ASN PPPK. Sebab, sejak Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diberlakukan, semangat untuk menghapus diskriminasi terhadap guru-guru swasta disuarakan oleh banyak pihak, termasuk pemerintah sendiri.
”Tetapi, kenyataannya, saat dibuka seleksi ASN PPPK, ketidakadilan masih dirasakan kalangan guru swasta,” kata Fatah.
Menurut Fatah, ketidakadilan terlihat dari tahapan proses seleksi guru PPPK untuk para guru swasta yang hanya diberikan kesempatan di tahap kedua. Sebab, tahap pertama hanya untuk guru-guru honorer di sekolah-sekolah negeri. Hingga saat ini, jumlah guru swasta yang diterima sebagai PPPK tidak lebih dari 20 persen.
Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan PB PGSI Suparman mengatakan, sebenarnya rekrutmen guru PPPK juga merupakan bentuk dukungan peningkatan mutu sekolah dan madrasah swasta.
”Para guru swasta yang lolos seleksi PPPK ditempatkan saja di sekolah-sekolah swasta asalnya dengan status diperbantukan kepada sekolah swasta. Hal ini dapat dibenarkan secara konstitusional karena amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa harus dilakukan tanpa diskriminasi,” tutur Suparman.
Kami mendesak agar potensi diskriminasi dalam kebijakan seleksi guru PPPK harus dihapuskan.
Dalam kaitannya dengan amanat konstitusi itulah, lanjut Suparman, guru pada dasarnya merupakan pekerjaan profesional yang memiliki fungsi strategis bagi kepentingan masa depan bangsa. Dengan demikian, guru-guru ASN mestinya dapat juga ditempatkan dan bekerja pada sekolah-sekolah swasta yang dikelola masyarakat.
Lebih lanjut Suparman mengatakan, penempatan guru-guru swasta yang lulus seleksi PPPK di sekolah swasta sebenarnya justru dapat membantu pemerintah untuk menyelesaikan problem distribusi guru di sekolah negeri. Guru swasta yang lulus PPPK tidak akan mengurangi kesempatan guru-guru honorer yang ada di sekolah negeri menjadi PPPK.
”Kami mendesak agar potensi diskriminasi dalam kebijakan seleksi guru PPPK harus dihapuskan,” ujar Suparman.
Keikutsertaan para guru swasta daam rekrutmen guru PPPK di tahap kedua menimbulkan persoalan. Banyak sekolah swasta yang mendadak kehilangan guru bersertifikasi pendidik. Sebab, para guru swasta harus berpindah ke sekolah negeri. Jumlah guru swasta yang lolos nilai ambang batas hampir 40.000 orang.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nunuk Suryani mengatakan, rekrutmen guru PPPK memang masih mengutamakan guru honor di sekolah negeri. Ada ketentuan bahwa guru PPPK harus mengajar di sekolah milik pemerintah.
Menurut Nunuk, untuk rekrutmen tahap empat tahun 2023 ini, guru swasta sudah bisa ikut seleksi sebagai pelamar umum (tes). Namun, berkaca dari pengalaman keikutsertaan guru swasta di seleksi PPPK yang menimbulkan kekurangan guru di sekolah-sekolah swasta, dibuatlah ketentuan baru.
”Ada syarat guru swasta yang hendak ikut seleksi harus mendapat izin dari yayasan,” ujar Nunuk.
Moratorium inpassing
Selain kebijakan PPPK, ujar Fatah, PGSI juga mempersoalkan moratorium kebijakan inpassing, yaitu dihentikannya penyetaraan guru swasta yang sudah disertifikasi sejak beberapa tahun lalu sampai saat ini.
Ketua PGSI Wilayah Jawa Tengah Muhammad Zen mendesak pemerintah, baik Kemendikbudristek maupun Kementerian Agama, untuk membuka kembali program inpassing.
”Adanya inpassing akan membantu kepastian bagi guru swasta untuk meningkatkan status dan kesejahteraannya, sekaligus meningkatkan karier guru swasta,” katanya.
Ketua PGSI Wilayah Provinsi Lampung Asep Sudarsono menambahkan, jika program inpassing dibuka Kembali, hal tersebut tidak hanya berdampak positif bagi guru-guru yang baru pertama kali akan mengikuti program inpassing, tetapi juga bagi guru yang pernah mendapatkan inpassing.
”Pemerintah harus mau memperluas program inpassing dengan cara memperhitungkan masa kerja guru swasta yang sudah ter-inpassing sebelumnya. Dengan demikian, guru-guru akan memperoleh kenaikan pangkat dan golongan. Hal ini akan meningkatkan jumlah tunjangan profesinya karena adanya peningkatan gaji pokok yang menjadi patokan pemberian tunjangan profesi guru,” ujar Asep.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Aksi guru honorer menuntut kesejahteraan di depan gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (24/11/2022). Guru-guru lulus nilai minimal atau passing grade dari sekolah negeri dan swasta yang datang dari sejumlah daerah berunjuk rasa di depan kantor DPR RI.
Sekretaris Jenderal PB PGSI Muhammad Luqman mendesak Kemenetrian Agama untuk menuntaskan pembayaran inpassing tahun 2012 -2014 yang belum terbayarkan. Tunggakan pembayaran ini sudah disampaikan berkali-kali baik kepada Kementerian Agama maupun melalui Komisi VIII DPR RI. Namun, sampai saat ini masalah tersebut belum jelas.
Beranjak dari permasalahan guru-guru swasta tersebut, PB PGSI akan menyampaikan aspirasi secara langsung dan terbuka kepada DPR RI dalam bentuk kegiatan Silaturahmi Akbar Nasional PGSI (Silatbar Nasional PGSI) pada Senin, 20 Maret 2023, di depan gedung DPR RI dengan menghadirkan sekitar 5.000 guru swasta yang berasal dari sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia. Melalui kegiatan ini, PB PGSI akan menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada DPR RI melalui Komisi X, Komisi VIII, dan Komisi II DPR RI.