Penyusunan DIM RUU Kesehatan Ditargetkan Rampung Juni 2023
Penyusunan daftar inventarisasi masalah atau DIM RUU Kesehatan ditargetkan rampung pada Juni 2023. Sejumlah pemangku kepentingan pun diharapkan dapat memberikan masukan selama proses tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Tenaga kesehatan membawa poster saat demo tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (28/11/2022). Demo digelar untuk mendesak anggota DPR RI untuk mencabut RUU Kesehatan Omnibus Law dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas di tahun 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan penyusunan daftar inventarisasi masalah Rancangan Undang-Undang Kesehatan bisa rampung pada Juni 2023. Rancangan tersebut setidaknya akan mencabut sembilan undang-undang serta mengubah empat undang-undang terkait kesehatan.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam acara Forum Industri tentang RUU Kesehatan bertajuk ”Meningkatkan Peran Industri untuk Hadirkan Pelayanan Kesehatan yang Lebih Baik bagi Semua” di Jakarta, Kamis (16/3/2023) mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi salah satu amanah yang harus diselesaikan untuk mendukung upaya transformasi kesehatan nasional. Transformasi tersebut dinilai penting agar perubahan ekosistem kesehatan bisa dilakukan secara keseluruhan.
”Perubahan ekosistem kesehatan tidak akan mungkin dicapai tanpa perubahan regulasi di dalam dunia kesehatan. Regulasi ini pun harus bisa berpihak pada masyarakat luas. Itu sebabnya, kita akan terus terima masukan dari masyarakat untuk pengisian DIM (daftar inventarisasi masalah),” katanya.
RUU Kesehatan tersebut dibentuk dengan regulasi omnibus law. RUU tersebut akan mencabut sembilan undang-undang, antara lain Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa, dan UU No 4/2019 tentang Kebidanan. Selain itu, RUU Kesehatan juga akan mengubah empat undang-undang, yakni UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melewati spanduk penolakan RUU Kesehatan di Tebet, Jakarta Selatan, Junat (25/11/2022). Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang disusun dengan menghimpun sejumlah regulasi atau omnibus law masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2023. Namun, sampai saat ini penyusunan RUU ini tidak pernah melibatkan organisasi profesi kedokteran.
Dante menyampaikan, RUU Kesehatan merupakan inisiatif DPR yang drafnya sudah diserahkan kepada Presiden. Saat ini, proses pembahasan sudah masuk pada penyusunan DIM yang dikoordinasi oleh Kementerian Kesehatan. Dalam menyusun DIM, partisipasi publik diperluas, antara lain, melalui dengar pendapat, sosialisasi, diskusi, serta membuka masukan di laman web.
”Targetnya, pembahasan (DIM) akan selesai pada Juni (2023) dan bisa segera diketuk palu di DPR. Dengan begitu, tugas kita dalam transformasi kesehatan bisa dipayungi dengan regulasi yang kuat yang berpihak pada masyarakat,” tuturnya.
Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan Sundoyo menuturkan, metode omnibus yang digunakan dalam menyusun RUU Kesehatan memiliki dasar pertimbangan, antara lain, adanya materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai undang-undang, serta mencabut undang-undang yang jenis dan hierarkinya sama.
Perubahan ekosistem kesehatan tidak akan mungkin dicapai tanpa perubahan regulasi di dalam dunia kesehatan. Regulasi ini pun harus bisa berpihak pada masyarakat luas.
RUU Kesehatan ini akan memuat setidaknya 26 upaya kesehatan yang terkait, seperti upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, mutu gizi, pelayanan darah, transplantasi organ ataupun jaringan tubuh, kesehatan sekolah, kesehatan kerja, pelayanan kesehatan pada bencana, serta pengamanan makanan dan minuman. RUU Kesehatan pun akan menyempurnakan pengaturan tenaga medis dan tenaga kesehatan. Perencanaan kesehatan akan dilakukan secara berjenjang, mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan, pemerintah daerah, hingga menteri.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Pin bertuliskan tolak RUU Kesehatan Omnibus Law yang dikenakan oleh massa aksi saat demo tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Senin (28/11/2022). Demo digelar untuk mendesak wakil rakyat untuk mencabut RUU Kesehatan Omnibus Law dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas di tahun 2023.
”Jangan-jangan tidak tersebarnya dan tidak terdistribusinya tenaga kesehatan dengan baik karena perencanaan yang kurang baik. Dengan RUU ini, kita bisa tahu persis apakah daerah itu membutuhkan tenaga kesehatan. Ketika iya, berarti tenaga kesehatan apa yang dibutuhkan. Baru kita diskusikan pengadaannya,” ujar Sundoyo.
Ia menambahkan, RUU Kesehatan juga akan menyempurnakan pengaturan perbekalan kesehatan. Pemerintah pusat dan daerah akan menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial dan obat program nasional. Harapannya, ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan bisa terwujud.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bidang kesehatan Charles Honoris menuturkan, pembahasan RUU Kesehatan diharapkan dapat mengakomodasi pengembangan industri obat-obatan dan alat kesehatan serta peningkatan penelitian dan pengembangan sektor kesehatan. Tantangan yang dihadapi saat ini perlu segera diselesaikan, seperti akses layanan kesehatan yang sulit dijangkau, akses kesehatan dasar yang tidak merata, serta jumlah dokter umum dan spesialis yang tidak memadai.
”Pengalaman yang didapat selama pandemi telah memberikan pelajaran penting untuk sistem dan infrastruktur kesehatan guna meningkatkan kualitas sistem kesehatan nasional,” ucapnya.
KEMENTERIAN KESEHATAN
Draft RUU Kesehatan
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional, Saleh Partaonan Daulay, menyampaikan, adanya RUU Kesehatan ini jangan sampai justru menimbulkan persoalan baru dalam sistem pelayanan kesehatan di masyarakat. Sekalipun ada sembilan undang-undangan yang dihapus dalam rancangan undang-undangan tersebut, itu tidak berarti aturan yang ada di undang-undang tersebut dihapuskan.
”Bab-bab yang ada di UU Omnibus Law Kesehatan ini harus dicermati dengan baik sehingga harus sesuai dengan aspirasi semua pihak. Penyederhanaan aturan ini tentu akan berimplikasi pada pelayanan di masyarakat,” katanya.