Menjangkau Kelompok Rentan Ikut Program Vaksinasi
Pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari tiga tahun. Namun, hingga kini masih ada masyarakat yang belum mengakses layanan vaksinasi Covid-19, termasuk warga lanjut usia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan.

Suasana vaksinasi Covid-19 Inklusif di Kampung Adat Ratenggaro, Desa Maliti Bondo Ate, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, Minggu (12/3/2023). Tampak seorang perempuan lansia divaksin petugas kesehatan. Program vaksinasi tersebut diselenggarakan oleh Kemitraan Australia-Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) bersama Save the Children dan Circle of Imagine Society Timor menyasar warga lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat di wilayah tersebut.
Hari sudah siang, Minggu (12/3/2023) sinar matahari menyengat kulit. Suasana di Kampung Adat Ratenggaro, Desa Maliti Bondo Ate, Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, terlihat agak ramai. Beberapa keluarga dari desa-desa sekitar kampung adat berdatangan di lokasi kampung adat tersebut.
Setelah mampir di rumah adat, mereka kemudian menuju sebuh tenda yang dibangun di halaman dekat pantai, sudut kampung tersebut. Di tenda tersebut mereka berkumpul dan mendaftarkan diri mengikuti kegiatan vaksinasi.
Kegiatan itu merupakan bagian dari Program Vaksinasi Covid-19 Inklusif yang diselenggarakan Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) bekerja sama dengan Save the Children dan Circle of Imagine Society (CIS) Timor, bagi masyarakat kelompok rentan di daerah tersebut.
Warga tersebut datang dari beberapa desa di beberapa kecamatan di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) antara lain dari Kecamatan Kodi Bangedo, ada juga dari Kodi Balagar, Kodi, Kodi Utara, Loura, dan Kota Tamboloka.
Baca juga : Capaian Vaksinasi pada Kelompok Rentan Masih Minim
Bersama masyarakat tersebut, juga hadir Wakil Bupati SBD Marthen Christian Taka yang ikut divaksin, bersama Ketua Lembaga Adat Kampung Ratenggaro Donatus Jama Bohe.

Wakil Bupati Sumba Barat Daya, NTT, Marthen Christian Taka ikut dalam pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 Inklusif di Kampung Adat Ratenggaro, Desa Maliti Bondo Ate, Kodi Bangedo, Sumba Barat Daya, NTT, Minggu (12/3/2023) siang. Program vaksinasi tersebut diselenggarakan Kemitraan Australia-Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) bersama Save the Children dan Circle of Imagine Society (CIS) Timor menyasar warga lansia, penyandang disabilitas, dan warga masyarakat adat di wilayah tersebut.
Pada kesempatan pertama vaksinasi, petugas memanggil lebih dulu warga lanjut usia (lansia) dan penyandang disabilitas, baik perempuan maupun laki-laki. Siang itu, warga lansia diprioritaskan mendapatkan vaksin lebih dulu. Selama ini, mereka menghadapi sejumlah kendala untuk mengakses vaksin.
Selain kesulitan mengakses transportasi menuju lokasi tempat vaksinasi dilakukan di desanya untuk divaksin Covid-19, warga lansia juga bergantung pada keluarganya. Sementara untuk mendapatkan tahapan vaksinasi sesuai jadwal pun tidak mudah.
Katrina Delu Kaka (70) dan Paulina Pati Palla (62), misalnya. Warga lansia dari Desa Waikaninyo, Kecamatan Kodi Bangedo, siang itu mendapat vaksin dosis penguat setelah mendapat vaksin setelah diantar anaknya dengan sepeda motor ke lokasi vaksin. ”Saya senang sudah divaksin ketiga,” ujar Katrina.
Di kartu vaksin yang dipegang Paulina tertera mereka mendapat vaksin pertama sekitar satu tahun yang lalu, yakni 4 November 2021, sedangkan vaksin kedua diterima pada 26 Januari 2022. Mereka baru mendapat kesempatan vaksin ketiga pada Minggu lalu atau setelah lebih dari setahun setelah vaksin kedua.
Baca juga : Vaksinasi Warga Lansia Butuh Pendekatan Khusus
Hari itu, dari sekitar 200 lebih warga yang datang, sebanyak 140 warga berhasil divaksinasi. Ada 11 warga lansia yang ikut divaksin. Sebagian besar warga desa (99 orang) dan anak-anak (30). Dari jumlah tersebut, sembilan warga baru pertamakali mendapat vaksin, dan vaksin kedua (35 orang), vaksin ketiga (73 orang), dan vaksin keempat (24 orang).

Beberapa laki-laki di Kampung Adat Ratenggaro, Desa Maliti Bondo Ate, Kodi Bangedo, Sumba Barat Daya, NTT, Minggu (12/3/2023), melakukan persiapan untuk upacara adat Pasalo, yang akan berlangsung Senin (13/3/2023). Sebelum acara adat mereka ikut kegiatan vaksinasi di lokasi kampung adat tersebut.
Cakupan vaksinasi rendah
Masyarakat yang mengikuti vaksinasi di kampung adat tersebut hanyalah sebagian kecil dari warga di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang belum menjalani vaksinasi dosis lengkap.
Hingga kini, dari data yang dihimpun Save the Children dan CIS Timor, terdapat 1 dari 2 warga lansia di NTT yang belum mendapat vaksinasi lengkap, dan 9 dari 10 warga lansia di NTT yang belum mendapatkan vaksin penguat atau booster pertama.
Data Kementerian Kesehatan per 27 Februari 2023 mencatat, dari target vaksinasi untuk warga lansia di NTT sebanyak 405.566 jiwa baru sekitar 200.466 jiwa atau 49,43 persen yang mendapat vaksin lengkap. Bahkan, dari jumlah tersebut, yang sudah divaksin booster pertama baru 52.109 jiwa (12,85 persen).
Untuk mendukung upaya pemerintah NTT dalam memaksimalkan cakupan vaksinasi Covid-19 bagi kelompok rentan, Pemerintah Australia melalui AIHSP bekerja sama dengan Save the Children dan CIS Timor melakukan program percepatan vaksinasi bagi kelompok rentan di empat kabupaten di NTT, yakni di Sabu Raijua, Belu, Timor Tengah Selatan, dan Sumba Barat Daya.
Sebanyak 95 persen sasaran dari program tersebut adalah masyarakat yang tergolong dalam anggota keluarga pra-sejahtera, termasuk warga lanjut usia, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan kelompok minoritas lainnya tinggal di daerah terpencil.

”Warga lansia dan penyandang disabilitas adalah contoh kelompok masyarakat yang sangat membutuhkan perhatian khusus karena kemampuan mereka mengakses informasi dan layanan sedikit berbeda dari masyarakat pada umumnya,” ujar Mei Tatengkeng, Provincial Coordinator AIHSP NTT.
Sejak Agustus 2022, Program Vaksinasi Covid-19 Inklusif berlangsung di 35 desa di NTT yang menyasar 9.897 jiwa, termasuk 871 warga lansia, 66 warga penyandang disabilitas, 9.052 anggota keluarga pra-sejahtera, 778 jiwa yang tinggal jauh dari layanan kesehatan, serta kelompok rentan lainnya.
Baca juga : Pastikan Aksesibilitas Vaksinasi pada Kelompok Rentan
”Dalam program ini, AIHSP mendorong kerja-kerja kolaborasi multipihak berbasis aset masyarakat yang memungkinkan keberlanjutan program. Salah satunya dapat kita lihat dalam kegiatan vaksinasi di Desa Adat Ratenggaro,” ujar Mei.
Warga lansia dan penyandang disabilitas adalah contoh kelompok masyarakat yang sangat membutuhkan perhatian khusus karena kemampuan mereka mengakses informasi dan layanan sedikit berbeda dari masyarakat pada umumnya.
Sumba Barat Daya menjadi salah satu target program tersebut karena merupakan salah satu destinasi wisata utama di Pulau Sumba yang sering dikunjungi turis domestik maupun mancanegara. Sementara dari data cakupan vaksinasi, Sumba Barat Daya merupakan daerah terendah.
Rendahnya masyarakat yang divaksinasi disebabkan minimnya edukasi pada masyarakat, terbatasnya akses transportasi untuk menuju lokasi vaksinasi juga terbatas, dan membutuhkan biaya besar. Meskipun jaraknya hanya sekitar 5 kilometer, medan jalan yang akan ditempuh sangat sulit.
”Tidak mudah bagi warga untuk menjangkau tempat vaksinasi. Mereka harus mengeluarkan biaya ojek sekitar Rp 50.000,” ujar Katharina Surachi Bato, Project Officer CIS Timor untuk Program Vaksinasi.

Suasana pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 Inklusif di Kampung Adat Ratenggaro, Desa Maliti Bondo Ate, Kodi Bangedo, Sumba Barat Daya, NTT, Minggu (12/3/2023) siang. Tampak sejumlah warga lansia mendaftarkan diri pada petugas kesehatan. Program vaksinasi tersebut diselenggarakan oleh Kemitraan Australia-Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) bersama Save the Children dan Circle of Imagine Society (CIS) Timor menyasar warga lansia, penyandang disabilitas, dan warga masyarakat adat di wilayah tersebut ikut divaksin.
Untuk menjangkau masyarakat kelompok rentan, Katharina mengakui dukungan lembaga adat dan agama menjadi penting. Bahkan, dalam mengajak warga komunitas adat, istri ketua lembaga adat pun berperan sangat besar.
Waktu kedaluwarsa
Sementara kendala lainnya, ketersediaan vaksin di fasilitas kesehatan di desa juga terbatas dan minim. Kalaupun datang, waktu kedaluwarsanya sudah sangat singkat. Padahal, tidak mudah mengumpulkan warga untuk datang ke lokasi vaksinasi.
Kendati jumlah warga yang menerima vaksin masih rendah, di daerah tersebut ada sejumlah warga yang harus menjalani vaksin pertama beberapa kali. Bahkan ada yang sampai empat kali karena jarak vaksin satu dengan yang lain sudah jauh.
Ada pula warga yang menerima jenis vaksin dosis pertama Covovak sehingga tidak bisa mendapat vaksin kedua. Hal ini disebabkan vaksin Covovak tidak bisa dilanjutkan dengan vaksin lain.
Karena itu, selain membutuhkan kerja kolaborasi dengan pemerintah desa, lembaga agama dan adat, dan komunitas di desa, kegiatan adat atau agama yang mengumpulkan masyarakat di desa jadi momentum untuk mendorong percepatan vaksinasi. Sebagai contoh, kegiatan Vaksinasi Covid-19 Inklusif yang dilakukan di Kampung Adat Ratenggaro.
Sejumlah warga mau diajak untuk mendapatkan layanan vaksinasi karena bersamaan dengan kegiatan mereka untuk mengikuti upacara adat Pasola- ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat Sumba terutama yang menganut kepercayaan asli yang disebut Marapu.
Biasanya sehari sebelum acara tradisi yang menampilkan adu ketangkasan pria Sumba dengan saling melempar lembing dari atas kuda, warga yang memiiki ikatan keluarga akan pulang ke Kampung Adat Ratenggaro, untuk mendoakan para leluhur mereka. Kegiatan Pasola biasanya akan dihadiri ratusan orang termasuk wisatawan dalam dan luar negeri.

Suasana di Kampung Adat Ratenggaro, Desa Maliti Bondo Ate, Kodi Bangedo, Sumba Barat Daya, NTT, Minggu (12/3/2023), menjelang upacara adat Pasalo, yang akan berlangsung pada Senin (13/3/2023). Tampak seorang laki-laki dengan seekor kuda yang akan atraksi di acara adat Pasalo. Sebelum acara adat, mereka ikut kegiatan vaksinasi di lokasi kampung adat tersebut.
Menggunakan momen upacara adat tersebut, Vaksinasi Covid-19 Inklusif pun dilakukan. Kepala Puskesmas Walla Ndimu, Debora Kaka, menyatakan, dukungan mitra dalam mempercepat program vaksinasi di wilayah tersebut sangat penting.
Selama ini, petugas kesehatan menghadapi kendala dalam memobilisasi masyarakat untuk mengikuti vaksinasi. Bahkan, program vaksinasi sempat terhenti sekitar tiga bulan.
”Kami melakukan pendekatan pelayanan dari kampung yang satu ke kampung yang lain,” ujar Debora, yang saat ini memiliki tim vaksinator delapan orang untuk menjangkau delapan desa dengan sasaran sekitar 8.000 jiwa.
Hingga kini, dari jumlah 8.000 jiwa sasaran vaksin, ada lebih dari 5.000 jiwa yang belum mendapat vaksin. Data di Puskesmas Walla Ndimu, jumlah warga yang menerima vaksin pertama baru 2.787 jiwa, vaksin kedua 2.264 jiwa, dan vaksin ketiga 2.244 jiwa.
”Kebanyakan masyarakat mencari kerja di luar Sumba. Mereka membutuhkan dosis dua atau tiga mereka pergi mencari vaksin di mana yang ada pelayanan vaksinasi,” kata Debora.
Wakil Bupati SBD Marthen Christian Taka mengakui cakupan vaksinasi di wilayahnya masih rendah. Karena itu, berbagai upaya percepatan vaksinasi wajib dilakukan, termasuk menambah jumlah vaksinator menjadi 588 vaksinator. Awalnya, di 16 puskesmas hanya ada lima vaksinator.
”Jangan tunggu jadwal. Misalnya petugas kesehatan posyandu harus pandai-pandai melakukan pelayanan vaksinasi,” kata Marthen.

Wakil Bupati Sumba Barat Daya, NTT, Marthen Christian Taka (tengah kemeja putih) hadir dalam pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 Inklusif di Kampung Adat Ratenggaro, Desa Maliti Bondo Ate, Kodi Bangedo, Sumba Barat Daya, NTT, Minggu (12/3/2023) siang. Program vaksinasi tersebut diselenggarakan oleh Kemitraan Australia-Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) bersama Save the Children dan Circle of Imagine Society (CIS) Timor menyasar warga lansia, penyandang disabilitas, dan warga masyarakat adat di wilayah tersebut ikut divaksin.
Vaksinasi yang menyasar kelompok rentan, seperti warga lanjut usia, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan kelompok minoritas lainnya yang tinggal di daerah terpencil, seharusnya jadi perhatian pemerintah dan pemangku kebijakan. Faktanya, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah.
Meski pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari tiga tahun, masih ada sejumlah warga yang belum mendapat vaksin satu atau dua, ataupun belum mendapatkan vaksin lengkap. Sejatinya, layanan setara bisa diakses semua warga negara Indonesia.