Perjalanan legislasi RUU PPRT terus diuji. Meski sudah hampir 19 tahun di DPR, proses legislasi RUU ini belum juga mengalami kemajuan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR
Koordinator Nasional Jala PRT Lita Anggraini (depan) berbicara kepada peserta aksi dari komunitas pekerja rumah tangga yang memperjuangkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Rabu (15/2/2023)
JAKARTA, KOMPAS — Nasib Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di Dewan Perwakilan Rakyat kembali berada dalam ketidakpastian setelah munculnya pernyataan Ketua DPR Puan Maharani, Kamis (9/3/2023), tentang penundaan RUU tersebut. Para pekerja rumah tangga dan organisasi pendukung sangat kecewa dengan langkah Ketua DPR tersebut.
”Kami sangat menyesalkan dan prihatin dengan sikap Ketua DPR yang tetap tidak memihak kepada pengesahan RUU PPRT yang sudah 19 tahun diperjuangkan para PRT dan masyarakat sipil, dan juga sudah didukung Presiden Joko Widodo pada tanggal 18 Januari 2023 lalu,” ujar Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) pada Kamis petang.
Pada keterangan pers yang beredar di kalangan media, Puan menyatakan, RUU tersebut belum dapat dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR karena belum dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus).
Adapun penundaan proses RUU PPRT, menurut Puan, diputuskan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) DPR sekitar 1,5 tahun lalu, yakni 21 Agustus 2021.
Puan menegaskan, surat Badan Legislasi (Baleg) tentang RUU PPRT sudah dibahas dalam Rapim DPR pada waktu itu. Pada rapim tersebut, pimpinan DPR menyetujui untuk melihat situasi dan kondisi terlebih dahulu.
”Saat itu dirasa belum tepat untuk diagendakan dalam rapat Bamus dan masih memerlukan pendalaman,” ujar Puan.
Penundaan proses legislasi RUU PPRT dilakukan karena RUU PPRT belum diagendakan dalam rapat Bamus untuk dijadwalkan dalam rapat paripurna. Padahal, pada rapat paripurna itulah, DPR berkesempatan menyetujui RUU tersebut sebagai RUU usul inisiatif DPR.
Menurut dia, berdasarkan mekanisme di DPR, untuk bisa dibawa ke rapat paripurna, RUU PPRT harus terlebih dahulu dibahas dalam rapat Bamus dan mendapatkan persetujuan.
Kendati demikian, ia menyatakan, DPR akan mempertimbangkan masukan masyarakat dengan memperhatikan situasi yang berkembang saat ini. Ia juga memastikan DPR akan mendengarkan aspirasi rakyat, termasuk dalam pembentukan legislasi.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Aktivis membawa poster dalam aksi bersama Komnas HAM saat berlangsung hari bebas kendaraan bermotor di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Minggu (12/1). Aksi ini digelar untuk mendukung percepatan pengesahan RUU PPRT yang sudah 19 tahun belum kunjung disahkan DPR. Rancangan UU PRT ini sudah masuk-keluar daftar Prolegnas DPR sejak 2004 silam.
Saat dihubungi terpisah, Ketua Panja RUU PPRT di Baleg DPR Willy Aditya menyatakan, pihaknya mendapatkan laporan dalam rapat Bamus yang berlangsung tanggal 9 Februari 2023 lalu bahwa Fraksi Partai Nasdem menegaskan RUU PPRT untuk segera diparipurnakan. ”Kami punya Wakil Ketua DPR. Sedang kami konfirmasi apakah benar itu keputusan rapim dan rapim kapan keputusan itu terjadi. Tentu ini satu hal yang sangat disayangkan dengan kondisi yang seperti ini,” ujar Willy.
Lita Anggraini mempertanyakan keputusan Ketua DPR tersebut. Sikap Puan itu dinilai kontra dengan sikap seluruh pimpinan fraksi dan para wakil ketua DPR yang sudah menyatakan mendukung, terutama setelah pernyataan Presiden Jokowi.
Kami sangat menyesalkan dan prihatin dengan sikap Ketua DPR yang tetap tidak memihak kepada pengesahan RUU PPRT yang sudah 19 tahun diperjuangkan para PRT dan masyarakat sipil, dan juga sudah didukung Presiden Joko Widodo pada tanggal 18 Januari 2023 lalu.
”Ketua DPR justru menggunakan argumentasi rapim tahun lalu yang tidak relevan untuk menunda pengesahan RUU PPRT. Sudah 19 tahun RUU PPRT terlunta dan terkatung-katung, kok, Bu Puan masih tega menggantung,” kata Lita.
Karena itulah, Jala PRT dan Serikat PRT meminta ketua dan pimpinan DPR segera menggelar rapim untuk mengagendakan pengesahan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR pada masa sidang ini, tanggal 14 Maret 2023.
Mereka meminta Ketua DPR jangan lagi mengulur, menunda ,dan berkilah yang berujung pada keputusan yang mengorbankan para PRT. Ketua DPR diminta untuk berdialog dengan para PRT serta para korban kekerasan secara langsung supaya paham dengan situasi kedaruratan yang dihadapi para PRT.
Para PRT mempertanyakan sikap Ketua DPR. Mereka prihatin dan sedih setelah mengetahui pertanyaan Puan Maharani. Sargini dari Serikat PRT Tunas Mulia DIY mengaku sangat kecewa.
Kekecewaan juga diungkapkan para aktivis yang tergabung dalam Koalisi Sipil UU PPRT. Mereka menilai penundaan tersebut merupakan cara DPR mengulur waktu untuk membuat lelah para PRT. Setelah itu, DPR sibuk dengan tahun politik.
Dalam keterangan pers yang dikeluarkan pada Kamis petang, mereka membuat judul ”Mbak Puan, Berdialoglah Langsung dengan Para PRT. Nasib PRT Sudah Emergency”.