Pengarsipan film merupakan salah satu bagian dalam ekosistem perfilman. Namun, pengarsipan film masih terkendala ruang penyimpanan.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Para pembicara berfoto seusai diskusi bertajuk Pengarsipan dan Akses Data Film dalam rangkaian kegiatan Bulan Film Nasional, Maret 2023, yang diadakan oleh Badan Perfilman Indonesia di Gedung Film, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Pengarsipan film sebagai produk kebudayaan tidak hanya berbentuk dokumentasi gambar bergerak, tetapi juga berbagai materi di balik pembuatan film. Sebagai upaya melestarikan film Tanah Air, pemerintah diminta lebih serius dalam hal pengarsipan.
Manajer Database Filmindonesia.or.id Agus Mediarta menyampaikan, arsip film menjadi kebutuhan bagi masyarakat, terutama mereka yang bergerak di ekosistem perfilman. Tidak hanya tentang mendokumentasikan film, pengarsipan juga meliputi berbagai aspek dalam film, seperti kostum, naskah film, dan profil sutradara.
”Lembaga pengarsipan juga bisa melihat materi arsip film itu menjadi barang yang dapat dimuseumkan dan dimanfaatkan, baik oleh peneliti maupun seniman,” kata Agus seusai diskusi bertajuk ”Pengarsipan dan Akses Data Film” dalam rangkaian kegiatan Bulan Film Nasional, Maret 2023. Kegiatan ini diadakan oleh Badan Perfilman Indonesia di Gedung Film, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Menurut Agus, minimnya kualitas pengarsipan film di Indonesia tecermin dalam sejarah perfilman yang hanya diketahui oleh pegiat film saja. Nama Usmar Ismail, Djamaluddin Malik, ataupun Garin Nugroho kurang familiar di telinga masyarakat.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Manajer Database Filmindonesia.or.id Agus Mediarta berpose seusai diskusi bertajuk Pengarsipan dan Akses Data Film dalam rangkaian kegiatan Bulan Film Nasional, Maret 2023, yang diadakan oleh Badan Perfilman Indonesia di Gedung Film, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
”Kelemahannya ada di arsip. Sederhananya, itu menunjukkan bahwa buku sejarah tentang film masih terbatas,” ucapnya.
Agus menambahkan, pengarsipan erat kaitannya dengan metadata. Ketersediaan database akan mempermudah publik yang membutuhkan informasi terkait sebuah film dan juga identitas pembuat film.
Pengarsipan film merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi pencarian, pengumpulan, penyimpanan, perawatan, pendayagunaan, dan berbagai hal yang berkaitan dengan film. Definisi tersebut dipaparkan oleh Ketua Sinematek Indonesia Akhlis Suryapati.
Menurut Akhlis, film merupakan aset kebudayaan yang terbentuk atas pengetahuan, industri kapitalisme, dan estetika. Sebagai aset kebudayaan, film juga menjadi upaya manusia untuk mengatasi persoalan hidup secara beradab.
Jika ekosistem perfilman tidak dibina dengan baik, salah satunya dengan pengarsipan, yang terjadi adalah bencana. Akibatnya, masyarakat menjadi tidak beradab dalam menghadapi persoalan hidupnya.
”Jika ekosistem perfilman tidak dibina dengan baik, salah satunya dengan pengarsipan, yang terjadi adalah bencana. Akibatnya, masyarakat menjadi tidak beradab dalam menghadapi persoalan hidupnya,” kata Akhlis.
Secara historis, Sinematek Indonesia telah bergerak dalam pengarsipan sejak tahun 1971. Selama itu pula Sinematek Indonesia mengandalkan swadaya masyarakat perfilman yang tergabung di dalamnya.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Ketua Sinematek Indonesia Akhlis Suryapati berpose foto seusai diskusi bertajuk Pengarsipan dan Akses Data Film dalam rangkaian kegiatan Bulan Film Nasional, Maret 2023, yang diadakan oleh Badan Perfilman Indonesia di Gedung Film, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
”Pemerintah sudah buat aturan tentang perfilman, termasuk pengarsipan. Namun, itu hanya berhenti dalam diskusi-diskusi dalam ruangan,” kata Akhlis.
Terkendala ruang penyimpanan
Perpustakaan Nasional (Perpusnas) merupakan salah satu lembaga yang bertugas untuk mengarsipkan berbagai produk, seperti karya cetak, karya rekam analog, dan karya rekam digital. Kepala Biro Hukum, Organisasi, Kerja Sama, dan Humas Perpusnas Sri Marganingsih menyampaikan, pengarsipan film secara digital masih minim.
”Kami akui bahwa kami belum maksimal dalam pengarsipan. Kami juga terbatas pada storage (ruang penyimpanan) karena untuk menyimpan film itu perlu ruangan yang besar,” kata Marganingsih.
Mengenai ketentuan pengarsipan tersebut, sebelumnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 telah mengatur tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Mereka yang memiliki karya, baik berupa buku, film, majalah, lagu, dan sebagainya, dapat menyerahkannya langsung kepada Perpusnas atau dapat mengirimkannya secara mandiri melalui situs resmi Perpusnas.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Patung Suryo Sumanto, tokoh yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia, terpajang di Gedung Film, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Berdasarkan Data Penghimpunan Karya Cetak dan Karya Rekam Perpusnas tahun 2022, tercatat sekitar 1,7 juta karya cetak, 27.830 karya rekam analog, dan sekitar 1 juta karya rekam digital. Di antara karya cetak dan karya rekam yang tersimpan itu, belum ada film yang diarsipkan dalam bentuk rekam digital.