Kolaborasi dan Kesetaraan, Pelajaran dari 3 Tahun Pandemi
Pandemi Covid-19 yang sejauh ini berhasil dikendalikan tak lepas dari upaya kolaborasi dan kesetaraan pelayanan yang baik di masyarakat. Upaya itu agar juga bisa diterapkan dalam penanganan masalah kesehatan lainnya.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas dari Kesdam Jaya memberikan suntikan vaksin Covid-19 di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (6/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Penularan Covid-19 kini semakin terkendali setelah setidaknya tiga tahun ditetapkan sebagai pandemi di dunia. Meski begitu, pandemi Covid-19 diharapkan tidak serta-merta langsung diabaikan. Berbagai pembelajaran bisa diambil agar Indonesia bisa lebih siap menghadapi berbagai masalah kesehatan di masa depan.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh Adib Khumaidi dalam temu media terkait ”Pembelajaran dari Tiga Tahun Pandemi Covid-19 di Indonesia” di Jakarta, Kamis (9/3/2023), mengatakan, pandemi Covid-19 telah menjadi sejarah baru dalam pengelolaan pelayanan kesehatan masyarakat. Tidak dapat dinafikan, pandemi yang telah menyebabkan banyak korban juga turut mengubah sistem pelayanan kesehatan menjadi lebih baik.
”Dari pandemi kita juga belajar bahwa setidaknya ada dua hal penting mengapa pandemi bisa selesai, yakni kolaborasi dan kesetaraan. Dari dua hal itu bisa menjadi dasar bagi kita untuk bisa menyelesaikan masalah kesehatan ke depan,” tuturnya.
Menurut Adib, kolaborasi dan kesetaraan dalam pelayanan kesehatan amat dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan sekaligus kesejahteraan masyarakat. Berbagai masalah kesehatan pun diharapkan bisa diatasi dengan baik, termasuk ancaman pandemi berikutnya.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Spanduk berisikan pesan terkait protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 yang gencar disosialisasikan sejak awal pandemi terlihat di kawasan Kedoya Selatan, Jakarta Barat, Selasa (24/1/2023).
Terkait kolaborasi, ia menyampaikan, hal itu perlu dilakukan pada seluruh aspek pelayanan, mulai dari preventif, promotif, kuratif, hingga rehabilitatif. Intervensi yang dilakukan pada semua aspek tersebut perlu dilakukan dengan porsi yang sama yang terimplementasi pada anggaran kesehatan.
Dari pandemi kita juga belajar bahwa setidaknya ada dua hal penting mengapa pandemi bisa selesai, yakni kolaborasi dan kesetaraan. Dari dua hal itu bisa menjadi dasar bagi kita untuk bisa menyelesaikan masalah kesehatan ke depan.
Ketua Satuan Tugas Covid-19 PB IDI Erlina Burhan menambahkan, pandemi Covid-19 telah membuktikan penanganan penyakit bisa cepat ditangani apabila ada kolaborasi yang kuat dari lintas sektor. Dalam penanganan pandemi, khususnya di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan terlibat aktif, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi profesi kesehatan, akademisi, peneliti, pelaku bisnis, tokoh masyarakat, media massa, hingga masyarakat umum.
”Kolaborasi yang kuat ini seharusnya juga diterapkan dalam penanganan masalah kesehatan lain yang nyata kita hadapi saat ini, seperti tuberkulosis, malaria, infeksi virus dengue, penyakit kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, dan stunting (tengkes),” katanya.
Hasil kolaborasi dalam penanganan pandemi juga terwujud pada percepatan penelitian dan produksi vaksin Covid-19. Dalam pengembangan vaksin Covid-19, kolaborasi berjalan dengan baik antara pemerintah, badan regulasi terkait, perusahaan farmasi, dan peneliti. Masyarakat pun ikut terlibat mendukung pelaksanaan vaksinasi Covid-19 sehingga cakupan bisa dicapai dengan optimal.
Adib menyampaikan, selain kolaborasi, kesetaraan tidak kalah penting untuk diperhatikan dalam penanganan masalah kesehatan masyarakat. Kesetaraan tersebut terutama pada akses pelayanan kesehatan yang memadai. Sistem kesehatan masyarakat di Indonesia pun harus berbasis kewilayahan.
”Penanganan kesehatan di Indonesia tidak dapat disamaratakan. Ada perbedaan yang dihadapi yang dipengaruhi oleh aspek geografis, demografi, dan kultur. Itu sebabnya kita harus dorong untuk memperkuat sistem kesehatan berbasis kewilayahan,” ujarnya.
Endemi
Erlina menuturkan, status penularan Covid-19 di global saat ini belum ditetapkan sebagai endemi. Hal itu juga berlaku pada situasi di Indonesia. Akan tetapi, sejumlah indikator terkait penularan Covid-19 saat ini sudah menunjukkan transisi dari pandemi ke endemi.
Indikator tersebut antara lain laju penularan kurang dari satu, angka kasus positif kurang dari 5 persen, tingkat perawatan rumah sakit kurang dari 5 persen, angka kasus kematian kurang dari 3 persen, serta level pembatasan kegiatan masyarakat pada transmisi lokal di tingkat satu. ”Kondisi-kondisi ini harus terjadi dalam rentang waktu tertentu setidaknya selama enam bulan,” ucap Erlina.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas warga di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (30/12/2022). Presiden Joko Widodo mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat. Keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan situasi pandemi yang makin terkendali serta kajian mendalam.
Ia menambahkan, situasi pandemi Covid-19 yang telah terkendali seharusnya tidak turut mengendurkan protokol kesehatan di masyarakat. Protokol kesehatan dengan 5M yang termuat dalam perilaku hidup bersih dan sehat harus terus dijalankan dan digalakkan.
Perilaku hidup bersih dan sehat tidak hanya berguna untuk menanggulangi penularan Covid-19, tetapi juga penyakit lain, seperti tuberkulosis, malaria, infeksi dengue, penyakit metabolik, dan tengkes. Perilaku tersebut sekaligus diperlukan untuk mempersiapkan kesiagaan terhadap potensi ancaman pandemi berikutnya.