Industri Butuh Keahlian Spesifik dari Pendidikan Vokasi
Kebutuhan tenaga kerja di industri yang semakin spesifik membutuhkan dukungan pendidikan vokasi yang fleksibel dan adaptif. Kolaborasi pendidikan vokasi dan industri yang baik mendukung pertumbuhan ekonomi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan vokasi semakin diyakini penting bagi dunia usaha dan dunia industri untuk menyiapkan sumber daya manusia yang siap kerja dengan kompetensi baru yang bermunculan. Adanya disrupsi di dunia kerja membuat kebutuhan tenaga kerja yang spesifik dan siap kerja semakin urgen.
Direktur Utama Permata Bank Meliza M Rusli mengatakan, acara Unite for Education (UEF) menjadi salah satu bentuk kepedulian perusahaan pada dunia pendidikan dan pemberdayaan masyarakat guna memajukan perekonomian bangsa. Hal ini disampaikan Meliza di acara Unite for Education Sustainability Forum (UEF) Ke-12: The Future of Vocational Education and Inclusivity yang digelar Permata Bank bersama Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Tahun ini, penyelenggaraan UEF yang melibatkan SMK dan komunitas pemberdayaan masyarakat secara khusus difokuskan pada pendidikan vokasi. Sebab, pendidikan vokasi menjadi perhatian pemerintah dan ada komitmen untuk semakin meningkatkan kualitasnya lewat program link and match atau keselarasan pendidikan vokasi dan industri.
”Kami dari industri melihat penting sekali pendidikan vokasi berkualitas karena hasil dari lulusannya bisa langsung dipakai di dunia kerja. Namun, sudah lama dalam perjalanan pendidikan vokasi, fokus utama pemerintah dan industri jalan sendiri-sendiri. Tapi, sekarang sejak secara serius membuat link and match antara industri dan SMK, sudah mulai berjalan baik,” papar Meliza.
Menurut Meliza, industri perbankan sebenarnya terbuka untuk berbagai bidang ilmu. Di masa kini ada kebutuhan yang tinggi untuk sumber daya manusia (SDM) yang dapat mendukung pengembangan bank digital.
”Kebutuhan untuk datascientist di perbankan itu sekarang penting. Namun, dari sisi pengetahuan, lulusan yang ada masih umum atau general. Kami butuh yang lebih spesifik, bagaimana dari banyak data diolah untuk bisa membantu pengembangan bisnis dan melihat dari sisi risiko sehingga bisa membuat rambu-rambu dan kebijakan. Di sinilah ada kebutuhan yang spesifik yang bisa didukung dengan cepat dari hasil pendidikan vokasi,” ujar Meliza.
Penyesuaian kurikulum
Oleh karena itu, peningkatan pendidikan vokasi juga butuh guru-guru yang dapat memberikan inspirasi bagi anak-anak untuk terus berkembang. Sebab, dari sisi pengetahuan sebenarnya anak-anak masa kini sudah dapat belajar mandiri karena ilmu tersedia di mana-mana secara terbuka.
”Dengan pendidikan vokasi yang semakin bisa menyiapkan kurikulum yang sesuai, DUDI (dunia usaha dan dunia industri) jadi terbantu. Di sinilah peran industri untuk bisa membantu pendidikan vokasi agar kurikulumnya menyesuaikan perkembangan,” papar Meliza.
Tren industri pada waktu merekrut pekerja baru di awal butuh pekerja yang memiliki keterampilan spesifik atau spesialisasi dibandingkan yang general. Untuk itu, dibutuhkan orang yang sudah siap bekerja. Baru, nanti dalam perjalanannya harus mampu mengembangkan keahlian lain.
”Industri mendorong untuk skill yang spesifik dibandingkan masuk dengan yang general. Harapannya hasil pendidikan vokasi sudah bisa sesuai dengan yang DUDI dan masyarakat minta,” tambah Meliza.
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, momentum Indonesia emas yang semakin dekat membutuhkan SDM unggul, adaptif, kreatif, dan mampu menghadapi tantangan masa depan yang berubah cepat. ”Di pendidikan vokasi penting untuk berkolaborasi dengan DUDI agar nyambung sehingga sampai pada ‘pernikahan’ permanen,” ujar Nadiem.
Komitmen pemerintah pada pendidikan vokasi semakin jelas dengan diluncurkannya Perpres Nomor 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan vokasi. Pembenahan pendidikan dan pelatihan vokasi dilakukan secara menyeluruh, berkesinambungan, dan terintegrasi.
Kolaborasi pendidikan vokasi dan DUDI tak lagi berjalan sendiri, tetapi difasilitasi dengan kebijakan, program, dan pendanaan dari pemerintah. Hal ini diwujudkan salah satunya lewat SMK Pusat Keunggulan (PK) dengan jumlah 1.400 SMK mencakup sekitar 30 persen populasi siswa. Bahkan, ada progam SMK PK Skema Dana Pemadanan dengan pendanaan pemerintah dan industri.
Komitmen pemerintah pada pendidikan vokasi semakin jelas dengan diluncurkannya Perpres Nomor 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan vokasi.
Di jenjang pendidikan tinggi vokasi ada skema matching fund vokasi untuk mendukung riset dan pengembangan bersama yang bermanfaat bagi DUDI. Jumlah dana kolaborasi di tahun 2021 sebesar Rp 65 miliar, lalu meningkat di tahun 2022 menjadi Rp 133 miliar.
Dari Survei pada 708 industri mitra pendidikan vokasi, tingkat kepuasan kini mencapai 3,46 dari skala 4. ”Peningkatan ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Industri makin percaya pada dunia pendidikan, dan ini semakin baik untuk mewujudkan SDM unggul,” kata Nadiem.
Nadiem menegaskan, masyarakat dari berbagai latar belakang berhak memperoleh pendidikan layak dan berkualitas. Di berbagai SMK dan pendidikan tinggi vokasi hingga lembaga kursus dan pelatihan, peserta didik disabilitas juga difasilitasi untuk mengembangkan kecakapan sesuai minat dan bakat.
Pertumbuhan ekonomi
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Saryadi mengatakan, penguatan pendidikan dan pelatihan vokasi terkoneksi dengan pertumbuhan ekonomi melalui penyiapan SDM yang kompeten dan berdaya saing. Di Indonesia ada sekitar 14.000 SMK, 2.200 pendidikan tinggi vokasi, dan lebih dari 17.000 lembaga kursus dan pelatihan.
”Pendidikan vokasi dapat merespons pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dengan menyediakan pendidikan yang berorientasi keterampilan dan kompetensi spesifik. Lulusannya dapat bekerja di DUDI ataupun mandiri. Jadi bisa dioptimalkan untuk mendukung pengembangan potensi daerah,” papar Saryadi.
Pelaksana Tugas Direktur Kemitraan dan Penyelarasan DUDI Ditjen Pendidikan Vokasi Uuf Brajawidagda mengatakan, kemitraan pendidikan vokasi dan DUDI dilakukan sesuai kebutuhan masing-masing. Kolaborasi tidak hanya terpaku pada industri besar atau multinasional. Kini, kolaborasi dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga ditingkatkan.
”Dari program SMK PK, sekitar 70 persen industri yang terlibat berskala UMKM. Kolaborasi ini harus bisa dirasakan UMKM agar usaha semakin berkembang dengan dukungan keahlian yang dimiliki dari guru dan siswa vokasi. Sinergi dengan vokasi bervariasi karena disesuaikan dengan keragaman di suatu daerah. Tapi, kalau untuk nasional, tentu ada bidang-bidang yang diprioritaskan,” papar Uuf.