Perhatikan Rambu-rambu Ini dalam Mengatur Diet Anak Obesitas
Untuk memastikan pola diet pada anak dengan obesitas bisa diterapkan optimal, sejumlah batasan perlu diperhatikan. Pastikan kandungan energi, gula, garam, dan lemak jenuh pada makanan yang dikonsumsi tidak berlebihan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Siswa sebuah sekolah dasar di Tangerang Selatan, Banten mengikuti mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di lapangan sekolah, Kamis (24/1/2019). Olahraga merupakan salah satu kegiatan luar ruang di sekolah yang bisa mengontrol obesitas pada anak.
JAKARTA, KOMPAS — Pengaturan diet menjadi salah satu prinsip utama dalam tata laksana anak dengan obesitas. Agar tata laksana anak dengan obesitas berjalan optimal, sejumlah rambu-rambu dalam pengaturan diet perlu diperhatikan.
Anggota Unit Kerja Koordinasi Bidang Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Winra Pratita, mengatakan, anak dengan obesitas tetap harus mendapatkan asupan makanan sesuai kebutuhan harian. Sebab, anak masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
”Pemberian makan pada anak harus sesuai dengan kebutuhan kalori berdasarkan usia, tinggi, dan berat badan ideal sehingga tidak berlebihan,” katanya dalam acara peringatan Hari Obesitas Sedunia yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (6/3/2023).
Winra menyampaikan, terdapat sejumlah rambu-rambu dalam pengaturan diet pada anak dengan obesitas. Setidaknya ada tiga jenis makanan yang bisa dibedakan, yakni makanan yang masuk dalam golongan merah, makanan dengan golongan kuning, dan makanan dengan golongan hijau.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Anak-anak makan bubur Asyura bersama di teras Masjid Mahmudiyah (Suro), Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (29/8/2020).
Makanan dengan golongan merah artinya makanan tersebut hanya boleh diberikan maksimal satu kali dalam seminggu. Makanan ini rendah vitamin dan mineral, tetapi tinggi energi, lemak jenuh, gula, dan garam.
Jenis makanan dalam golongan merah mencakup makanan yang digoreng, daging olahan tinggi lemak, makanan penutup dengan bahan dasar susu, kue manis dan biskuit, serta cokelat dan minuman manis. Contohnya, kentang goreng, sosis, pie, nuget ayam, keripik kentang, donat, dan minuman ringan.
Pemberian makan pada anak harus sesuai dengan kebutuhan kalori berdasarkan usia, tinggi, dan berat badan ideal sehingga tidak berlebihan.
Sementara itu, makanan yang masuk dalam golongan kuning ialah makanan yang boleh dikonsumsi dalam porsi kecil, tetapi tidak dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Makanan tersebut mengandung vitamin, mineral, energi, lemak jenuh, gula, dan garam dalam jumlah sedang.
Jenis makanan tersebut antara lain daging olahan rendah lemak dan garam, roti dan sereal olahan, produk susu tinggi lemak, kue dan biskuit rendah lemak ataupun gula, serta susu dan jus buah rendah lemak tanpa gula tambahan. Contohnya, roti, keju, pancake, dan biskuit manis.
Sementara makanan dengan golongan hijau boleh dimakan setiap hari. Makanan dalam golongan ini tinggi vitamin, mineral, dan serat serta rendah energi, lemak jenuh, gula, dan garam.
Kelompok makanan tersebut terdiri dari buah dan sayur, daging tanpa lemak, ikan, kacang-kacangan, roti gandum, produk susu rendah lemak, dan air. Adapun contohnya, yoghurt rendah lemak, bubur, jus buah, ikan tuna, dan ayam tanpa kulit.
Winra mengatakan, prinsip pengaturan diet pada anak gemuk sebaiknya terjadwal dengan pola makan besar tiga kali sehari dan camilan dua kali sehari. Camilan diutamakan dalam bentuk buah segar. Selain itu, air putih harus diberikan di antara jadwal makan utama dan camilan. Waktu makan juga dianjurkan tidak lebih dari 30 menit.
”Perlu juga menghadirkan lingkungan yang netral dengan cara tidak memaksa anak untuk mengonsumsi makanan tertentu. Jumlah makanan pun sebaiknya ditentukan oleh anak, jika sudah kenyang tidak perlu dipaksakan,” katanya.
Aktivitas fisik
Winra menuturkan, tata laksana lain yang tidak kalah penting untuk anak dengan obesitas ialah pengaturan aktivitas fisik. Pola aktivitas yang benar pada anak dan remaja obesitas berupa latihan dan peningkatan aktivitas harian dapat berpengaruh pada penggunaan energi serta mampu menurunkan nafsu makan dan meningkatkan laju metabolisme.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Siswa sekolah dasar di Tangerang Selatan, Banten, mengikuti mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di lapangan sekolah, Kamis (24/1/2019). Olahraga merupakan salah satu kegiatan luar ruang di sekolah yang bisa mengontrol obesitas pada anak.
Pada anak dengan obesitas, aktivitas yang kurang gerak harus dikurangi, seperti menonton televisi, bermain komputer, dan menggunakan perangkat elektronik lainnya. Anak dan remaja dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik setidaknya 60 menit setiap hari dengan aktivitas aerobik, penguatan otot, dan penguatan tulang.
”Latihan aerobik ditambah dengan pengaturan diet yang tepat dapat berkontribusi pada penurunan berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya dengan pengaturan diet,” kata Winra.
Dalam tata laksana obesitas anak, target penurunan berat badan yang dicapai sekitar 0,5 kilogram per minggu atau 2 kilogram per bulan. Penurunan berat badan ditargetkan mencapai 20 persen di atas berat badan ideal. Berat badan yang dimiliki bisa dipertahankan agar tidak bertambah karena anak masih akan tumbuh secara linear (tinggi).
”Obesitas merupakan kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas perlu segera diatasi agar tidak berlanjut pada komplikasi, seperti depresi, asma, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, penumpukan lemak pada hati, serta diabetes tipe dua,” tutur Winra.
Prevalensi anak usia 5-18 tahun dengan berat badan berlebih dan obesitas di Indonesia cenderung meningkat. Dalam Riset Kesehatan Dasar 2013 dan 2018, prevalensi anak usia 13-15 tahun dengan berat badan berlebih naik dari 8,3 persen menjadi 11,2 persen. Sementara pada usia 16-18 tahun, prevalensinya meningkat dari 5,7 persen menjadi 9,5 persen.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Pasangan suami istri bertubuh gemuk, Roy Febry dan Lulu Lustanti, bersama ketiga anaknya (dari tengah ke kanan), Cindha Nurnaisya Siti Akmar, Cindhe Nursyafa, dan Cindhi Nursyafiyyah, mengikuti pertemuan Komunitas Besar (Kombes) Indonesia di Serpong, Tangerang, Banten, Sabtu (3/8/2013). Saat ini, 5-25 persen anak Indonesia mengalami obesitas dengan persentase tertinggi di Jakarta sebagai Ibu Kota.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menuturkan, pengendalian obesitas perlu upaya kolektif yang melibatkan lintas sektor. Obesitas bukan hanya masalah individu, melainkan masalah kesehatan masyarakat.
Selain berdampak pada kesehatan, obesitas juga berdampak pada ekonomi. Obesitas dapat menjadi pencetus berbagai penyakit tidak menular, seperti jantung, stroke, dan diabetes melitus. Penyakit tersebut merupakan penyakit dengan biaya kesehatan tertinggi yang ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
”Kementerian Kesehatan telah berupaya untuk mendorong aturan kandungan gula, garam, dan lemak pada produk makanan olahan dan siap saji. Ini diharapkan bisa menjadi salah satu cara untuk bisa mengatasi obesitas,” ujar Maxi.