Perempuan hingga kini menjadi sasaran korban perdagangan orang. Edukasi akan bahaya Tindak Pidana Perdagangan harus terus dimasifkan agar masyarakat tidak mudah terjerat.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Praktik perdagangan orang dengan modus tawaran bekerja di luar negeri terus terjadi. Akhir pekan lalu, dua perempuan asal Jawa Barat, yang diduga menjadi korban perdagangan orang diselamatkan sesaat sebelum menyeberang ke Malaysia melalui Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.
Sebelumnya, kedua perempuan berusia sekitar 30 tahun yang berasal dari Kabupaten Bandung dan Cianjur, Jawa Barat, tersebut ditahan kepolisian saat mereka makan di sekitar Pelabuhan Tanjung Balai Karimun. Keduanya dibawa polisi ke kepolisian sektor setempat setelah ada anggota polisi mendengar percakapan keduanya yang sudah dua kali ditolak imigrasi saat mencoba menyeberang ke Malaysia.
Dari pemeriksaan, kedua korban mengaku bahwa mereka kelelahan karena beberapa kali ditolak imigrasi sehingga mereka minta pulang. Namun, sang agen yang mengantar mereka menolak mengantarkan pulang.
Setelah diminta keterangan oleh kepolisian, kedua perempuan itu lalu diserahkan kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Kepulauan Riau. Kasus itu dilaporkan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Pekan lalu, Jumat (3/3/2023), keduanya akhirnya dipulangkan ke daerah masing-masing. Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati mengapresiasi langkah-langkah pihak kepolisian, imigrasi, dan UPTD PPA Kepulauan Riau.
”Kami bersyukur dan memberikan apresiasi atas kesigapan dan koordinasi yang cepat sehingga kami bisa menyelamatkan dua warga negara kita dari jeratan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang, menurut rencana, akan dikirim ke Malaysia,” ujar Ratna Susianawati, Minggu (5/3).
Modus operandi yang biasa digunakan oleh sindikat untuk menjerat korban yaitu dengan penjeratan utang, penipuan, iming-iming, dan pemalsuan dengan tujuan adanya eksploitasi.
Pemulangan kedua korban ke daerahnya dilakukan Kementerian PPPA bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Kepulauan Riau dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat
Ratna berharap, kejadian serupa tidak berulang kembali. Kedua perempuan korban juga diajak ikut dalam upaya pencegahan TPPO. Mereka diminta membagikan pengalaman dan pelajaran yang mereka alami kepada masyarakat, terutama perempuan, sehingga masyarakat dapat lebih berhati-hati jika ingin bekerja di luar negeri.
”Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebagian besar korban TPPO adalah perempuan. Modus operandi yang biasa digunakan oleh sindikat untuk menjerat korban, yaitu dengan penjeratan utang, penipuan, iming-iming, dan pemalsuan dengan tujuan adanya eksploitasi,” jelas Ratna.
Pemerintah daerah juga diminta meningkatkan sinergi dan kolaborasi, agar kejadian tersebut tidak terulang kembali. Diharapkan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO di tingkat provinsi dan kabupaten/kota diharapkan dapat bekerja sama untuk melakukan upaya pencegahan seperti sosialisasi, kampanye, dan menambah literasi lainnya terkait Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
Bagi masyarakat yang mendengar, melihat atau mengetahui modus-modus terjadinya kasus kekerasan dan TPPO agar berani bicara serta mengungkap kejadian atau kasus yang dialami, serta melaporkan kasusnya melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 ataupun melalui WhatsApp 08111129129.
Koordinator tim lobi dan advokasi Tim Lobi dan Advokasi, Zero Human Trafficking Network (ZHTN), Elga Sarapung, mengapresiasi langkah pemerintah, baik Imigrasi Kota Batam, Kementerian PPPA maupun Dinas P3AP2KB Kepulauan Riau dan Dinas P3AKB Jabar.
”Pertanyaannya, kemudian adalah bagaimana meningkatkan usaha-usaha pencegahan dan mengatasi praktik-praktik mafia yang berhasil mengambil korban dari keluarga atau dari desanya, kemudian bisa membawa sampai ke lokasi dan siap diseberangkan?” kata Elga.
Karena itulah perlu ada upaya bersama dan serius dari semua pihak pemerintah (mulai dari desa sampai pusat), pemimpin/tokoh agama-agama dan kepercayaan, media, dan masyarakat sipil, untuk mencegah praktik perdagangan orang.
Gabriel Goa, Ketua Dewan Pembina Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma Indonesia), mendorong penegak hukum agar membongkar tuntas jaringan mafia perdagangan orang di Kepulauan Riau, termasuk para aktor intelektualnya.