Bagaimana Buaya Bisa Membantu Manusia Melawan Infeksi Jamur Mematikan
Studi baru mengungkapkan bagaimana buaya melawan infeksi jamur yang fatal menggunakan mekanisme penginderaan pH yang unik, yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada manusia.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Buaya merupakan reptil purba yang telah ada dalam bentuk modernnya selama kurang lebih 83 juta tahun dan berevolusi untuk berkembang di lingkungan yang kaya patogen. Sebuah studi baru mengungkapkan bagaimana buaya melawan infeksi jamur yang fatal menggunakan mekanisme penginderaan pH yang unik, yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada manusia.
Temuan oleh para peneliti Universitas La Trobe, Australia, ini diterbitkan di jurnal Nature Communications pada Rabu (1/3/2023). Ahli biokimia dari Universitas La Trobe, Scott Williams, menjadi peneliti utama kajian ini. Kajian berfokus pada keberadaan defensin pada buaya, yaitu protein yang mendeteksi dan mengumumkan infeksi pada sistem kekebalan tubuh.
”Kami memecahkan struktur defensin buaya dan secara mengejutkan mereka terlihat seperti protein yang sama pada manusia, yang berarti kami dapat menggunakannya sebagai pola untuk mengobati infeksi jamur pada manusia,” kata Scott Williams.
Menurut William, buaya memiliki kemampuan untuk mendiami lingkungan yang keras. Hal ini menjadi indikasi dari sistem kekebalan bawaan yang tangguh.
Defensin merupakan komponen utama dari sistem kekebalan bawaan dari semua spesies tumbuhan dan hewan. Namun, selama ini, defensin buaya belum diketahui dengan baik.
Dalam penelitian ini, para peneliti berupaya menunjukkan bahwa defensin buaya air asin CpoBD13 memiliki aktivitas antijamur yang kuat yang dimediasi oleh aksi penargetan membran yang bergantung pada pH. ”Defensin buaya membantu mereka membuat pertahanan antijamur yang hebat,” katanya.
Defensin buaya dapat mengubah aktivitasnya berdasarkan lingkungan pH, jadi kami dapat merekayasa defensinlain untuk dimatikan atau dihidupkan tergantung pada adanya infeksi.
Scott Williams mengatakan, ini adalah pertama kalinya fungsi tersebut ditemukan pada tanaman atau hewan apa pun. ”Kami belum melihat mekanisme penginderaan pH pada hewan atau tumbuhan lain. Defensin buaya dapat mengubah aktivitasnya berdasarkan lingkungan pH, jadi kami dapat merekayasa defensin lain untuk dimatikan atau dihidupkan tergantung pada adanya infeksi,” katanya.
Beberapa perawatan terapeutik bekerja pada sel-sel sehat secara tidak sengaja, sedangkan mekanisme ini dapat membantu mengurangi pengaruh yang tidak tepat sasaran dan fokus pada apa yang berbahaya.
Anggota tim peneliti dari Universitas La Trobe, Mark Hulett, mengatakan, penelitian ini juga yang pertama kali mendokumentasikan struktur serangan membran defensin dalam resolusi tinggi. ”Kami dapat menampilkan data struktural untuk menentukan bagaimana defensin menyerang dan membunuh patogen jamur,” kata Profesor Hulett. ”Akibatnya, temuan kami memberikan model untuk memahami aktivitas anti-mikroba dari defensin lain termasuk pada manusia.”
Untuk penelitian ini, Profesor Hulett memanen jaringan buaya dengan bantuan John Lever dan John McGrath dari Peternakan Buaya Koorana di Yeppoon, Queensland, sebuah peternakan buaya komersial pertama di Australia.
Temuan penelitian ini memungkinkan para peneliti di masa depan untuk merekayasa defensin dengan aktivitas yang bergantung pada pH dalam aplikasi bioteknologi dan terapeutik, seperti mengobati infeksi serius pada manusia.
Defensin buaya air asin, CpoBD13, memiliki aktivitas antimikroba yang menarik tergantung pada pH lingkungan yang merupakan kunci bagi tubuh untuk mengenali area atau sel mana yang terinfeksi. Berdasarkan tingkat pH dinding luar sel, CpoBD13 akan mengenali dan menyerang infeksi jamur.
Defensin adalah protein pada tumbuhan dan hewan yang membentuk bagian penting dari sistem kekebalan bawaan kita untuk melindungi dari infeksi oleh mikroba patogen, seperti bakteri, jamur, dan virus. Protein ini pertama kali ditemukan pada 1980an dan baru-baru ini telah menarik perhatian sebagai terapi potensial untuk pengobatan penyakit menular dan kanker.
Meskipun sebagian besar upaya penelitian berfokus pada defensin manusia dan tumbuhan, sangat sedikit yang diketahui tentang defensin dari spesies lain yang memiliki fungsi unik dan bermanfaat. Hulett Lab di La Trobe University memimpin penelitian untuk memahami fungsi defensin tumbuhan dan hewan terhadap penerapannya sebagai terapi baru untuk mengobati penyakit manusia.