Pentingnya Konseling Genetik pada Keluarga Orang dengan Penyakit Langka
Penegakan diagnosis penyakit langka dapat memakan waktu hingga puluhan tahun. Konseling genetik dibutuhkan agar orang dengan penyakit langka dapat didiagnosis dan memperoleh penanganan yang tepat.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konseling genetika baik pada orang dengan penyakit langka maupun kepada pihak keluarga masih terabaikan. Padahal, layanan konseling dapat membantu diagnosis penyakit, mengetahui faktor risiko kelainan genetik, dan kemungkinan dampaknya terhadap keluarga.
Penyakit langka merupakan penyakit yang menyerang sebagian kecil populasi manusia di sejumlah wilayah tertentu. Beberapa penyakit langka di antaranya Prader Willi syndrom, DiGeorgesy syndrom, Cri du Chat syndrom, dan Angelman syndrom.
President Indonesian Society of Genetic Counselor Sultana MH Faradz menyampaikan, salah satu permasalahan dalam penyakit langka adalah kurangnya penanganan psikologis atau konseling genetika. Sementara masalah lain ialah proses diagnosis penyakit yang memakan waktu, berganti-ganti dokter (shopping doctor), dan misdiagnosis.
”Melalui konseling genetika, para ahli genetika bisa menjelaskan sebetulnya apa penyakitnya, bagaimana penurunannya, dan bagaimana risiko terjadinya pada anak-anak berikutnya atau anggota keluarga yang lain,” ujar Sultana dalam peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia di Prodia Tower, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2023). Pada acara tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin turut memberikan sambutan secara virtual.
Seiring ditemukannya alat baru yang dapat mendiagnosis penyakit melalui genom, nama konseling genetika berubah menjadi konseling genetik-genomik. Terdapat dua tahapan pada konseling genetik-genomik, yakni sebelum melakukan tes dan setelah melakukan tes.
Sebelum tes, konselor akan menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan yang akan dilakukan. Lalu, konselor juga akan memberitahu beberapa kemungkinan hasil tes yang akan dilakukan. Selain itu, konselor turut memetakan kasus melalui pohon keluarga dalam tiga generasi untuk mengevaluasi pola pewarisan penyakit.
Setelah melakukan tes, konselor akan menjelaskan hasil pemeriksaan genetik, termasuk bagaimana pola penurunannya. Tidak lupa, konselor juga akan memberikan dukungan psikososial dan mendiskusikan langkah-langkah selanjutnya.
”Saat pertemuan pertama, kita mendata riwayat keluarga inti. Lalu, kita tanya juga riwayat sakit keluarga dalam tiga generasi. Itu untuk menentukan bahwa apakah itu menurun atau yang sifatnya spontan (hanya pada anak itu saja),” tutur Sultana.
Saat ini, tercatat ada sekitar 7.000 kelainan yang tergolong penyakit langka. Penyakit tersebut tergolong langka lantaran prevalensi kasusnya kurang dari 2.000 dalam satu populasi.
Adapun beberapa faktor yanga menghambat ketepatan diagnosis penyakit langka, antara lain, minimnya pengetahuan, minimnya akses pengobatan atau pemeriksaan, dan stigma negatif terhadap orang dengan penyakit langka. Selanjutnya, penyakit langka cenderung sulit didiagnosis karena bisa jadi komorbid, dan seringnya terjadi misdiagnosis.
Head of Research & Specialty Test Development PT Prodia Widyahusada Tbk Miswar Fattah turut menegaskan, integritasi antara pemeriksaan dengan konseling genetika baik sebelum tes maupun sesudah tes menjadi kunci utama penanganan penyakit langka. Sebab, konseling genetika dapat menjembatani informasi antara laboratorium, dokter, dan orangtua.
Asam folat
Sebagian besar penderita penyakit langka merupakan anak-anak dengan mayoritas penyebab adalah kelainan genetik. Sekitar 30 persen anak dengan penyakit langka meninggal sebelum mencapai usia lima tahun.
Hal itu berkaitan dengan faktor genetik, baik diwarisi orangtua maupun mutasi spontan. Ada pula faktor lain, yakni paparan zat pada waktu pembuahan atau selama masa kehamilan yang terjadi akibat kekurangan asam folat.
Sultana menjelaskan, pengaruh asam folat terhadap kelainan genetik pertama kali ditemukan di Belanda saat Perang Dunia II. Kala itu, banyak bayi-bayi dari keluarga miskin yang lahir tanpa batok kepala atau terdapat seperti tumor pada bagian belakang kepalanya.
”Sampai di China, pemberian asam folat dilakukan kepada semua ibu yang mau menikah atau sebelum konsepsi. Di Indonesia, mungkin baru masuk tahun 2021, saya yang mengusulkan pembuatan asam folat murni ke Badan Pengawas Obat dan Makanan,” imbuh Sultana.
Oleh sebab itu, Sultana sangat menganjurkan kepada para orangtua, terutama ibu yang sedang dalam program kehamilan, untuk mengonsumsi asam folat murni sehingga kelainan genetik dapat diminimalisasi.
Sampai di China, pemberian asam folat dilakukan kepada semua ibu yang mau menikah atau sebelum konsepsi. Di Indonesia, mungkin baru masuk tahun 2021, saya yang mengusulkan pembuatan asam folat murni ke Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Harapan orangtua
Pendiri Indonesia Rare Disease, Yola Tsagia, mengatakan, saat ini, penanganan penyakit langka membutuhkan biaya besar karena biaya tes diagnosis, obat-obat khusus (orphan drugs) hanya bisa dijangkau oleh kalangan tertentu. ”Harganya sangat mahal. Jadi, semua lini, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat harus bisa saling mendukung,” ujar Yola.
Selain itu, Yola juga menyebut, masih ada stigma negatif terhadap orang dengan penyakit langka di tengah masyarakat. Hal itu turut dirasakan oleh Rani Himiawati Arriyani yang anaknya memiliki Angelman syndrom.
Rani menceritakan, ia sudah berusaha memperkenalkan anaknya ke masyarakat dengan mengajaknya jalan-jalan ke tempat umum. Untuk melakukannya, Rani harus berbesar hati lantaran anaknya heboh, ceria, dan cenderung menyukai benda-benda yang berisik.
”Terkadang pandangan orang melihat itu seperti yang aneh, naik kursi roda, teriak-teriak terus dengan gerakan-gerakan yang tidak bisa dikontrol, itu aneh. Jadi, saya harap ke depannya masyarakat semakin paham dengan penyakit langka dan tidak membuat stigma negatif lagi karena sudah cukup keluarga merasa berat atas biaya, tenaga, dan pikiran,” ujar Rani.