Adipura Digelar Lagi, 150 Kabupaten/Kota Raih Penghargaan
Penghargaan Adipura 2022 kembali diselenggarakan setelah ditiadakan selama dua tahun akibat pandemi. Sebanyak 150 kabupaten/kota menerima penghargaan Adipura untuk berbagai kategori.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali memberikan penghargaan Adipura 2022 kepada sejumlah daerah setelah ajang ini ditiadakan selama dua tahun akibat pandemi. Sebanyak 150 kabupaten dan kota menerima penghargaan Adipura untuk berbagai kategori.
Pemberian penghargaan Adipura tahun 2022 diselenggarakan di Gedung Manggala Wana Bakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Selasa (28/2/2023). Kegiatan tersebut dihadiri Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar dan Ketua Dewan Pertimbangan Adipura Sarwono Kusumaatmadja.
Penilaian Adipura tahun ini dilaksanakan terhadap 258 kabupaten/kota atau 50,2 persen dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia. Penilaian Adipura juga dijalankan dengan mengedepankan kaidah good governance, yakni proses monitoring dan evaluasi secara obyektif sesuai dengan peraturan serta kebijakan yang berlaku.
Penghargaan tertinggi, yakni Adipura Kencana, diraih oleh lima kabupaten/kota yang terdiri dari tiga peraih kategori kota sedang, satu kota besar, dan satu kota metropolitan. Peraih Adipura Kencana untuk kategori kota sedang adalah Bontang, Jepara, dan Bitung. Sementara untuk kategori kota besar adalah Balikpapan dan untuk kota metropolitan adalah Surabaya.
Selain itu, penghargaan kategori Adipura diraih oleh 80 kabupaten/kota. Kemudian empat kabupaten/kota juga meraih penghargaan kategori Plakat Adipura sebagai lokasi tematik dengan kondisi pengelolaan sampah terbaik. Sementara kategori Sertifikat Adipura diberikan kepada 61 kabupaten/kota karena dinilai memiliki upaya yang baik atas kinerja dalam pengelolaan sampah dari sumbernya.
Siti Nurbaya menyampaikan, program Adipura merupakan instrumen pengawasan kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan yang bersih, teduh, serta berkelanjutan. Adipura juga bisa menjadi koridor untuk urusan pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan.
”Ke depan, Adipura bisa dikaitkan untuk menjadi koridor pembangunan daerah. Nantinya, Adipura (diintegrasikan) dengan Program Kampung Iklim, rehabilitasi mangrove, replikasi dan restorasi ekosistem, dan kegiatan bersih sungai,” ujarnya.
Menurut Siti, perubahan iklim merupakan salah satu masalah global dengan fenomena yang mengarah langsung ke sektor lingkungan. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah sangat besar dalam mengatasi persoalan perubahan iklim ini dengan berbagai aspek, termasuk pembinaan atau pengembangan tata kota dan tata daerah.
Program Adipura merupakan instrumen pengawasan kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan yang bersih, teduh, serta berkelanjutan.
Ke depan, upaya penanganan sampah juga akan diarahkan untuk membangun industrialisasi dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan baku dan menjadi sumber energi alternatif. Upaya ini diimplementasikan melalui kegiatan pengelolaan sampah menjadi beragam produk, seperti pakan, kompos, bahan bakar minyak, energi listrik, dan biogas.
Kriteria penilaian
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan, Adipura masih menjadi instrumen lingkungan yang penting untuk setiap daerah meski terhenti selama dua tahun akibat pandemi.
”Kami berusaha menyempurnakan program Adipura dan mendorong kabupaten/kota untuk mencapai target penanganan sampah di tahun 2025. Kabupaten/kota perlu terus berbenah dan beradaptasi dengan perkembangan metode pengelolaan sampah sehingga dapat menemukan solusi terbaik dalam mengatasi persoalan sampah,” tuturnya.
Vivien menjelaskan, program Adipura adalah kebijakan yang mengedepankan implementasi dan peran strategis kebijakan mulai dari pemerintah pusat hingga daerah tentang pengelolaan sampah. Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah mensyaratkan tempat pembuangan akhir (TPA) harus berupa sanitary landfill, ditutup, dan tidak dilakukan secara open dumping (sistem terbuka).
Indikator kriteria penilaian Adipura tidak hanya fokus pada penanganan sampah, tetapi juga bagaimana setiap daerah fokus mengurangi sampah dari sumbernya. Kriteria ini mencakup fasilitas dan proses pemilahan, pendauran, penggunaan ulang sampah, dan penanganan sampah di TPA.
Indikator yang dinilai dalam penghargaan Adipura ini adalah target nasional yang harus dipenuhi sesuai Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Melalui pemenuhan sejumlah indikator, diharapkan sampah di setiap kabupaten/kota dapat 100 persen terkelola dengan baik pada 2025.
Perjanjian pembayaran
Selain penganugerahan penghargaan Adipura 2022, pada saat bersamaan dilaksanakan juga penandatanganan perjanjian pembayaran insentif untuk Kalimantan Timur. Perjanjian ini dilakukan dalam kerangka implementasi program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan Forest Carbon Partnership Facility (REDD+/FCPF).
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Djoko Hendratto mengatakan, potensi pembayaran berbasis hasil (RBP) dari program tersebut mencapai 110 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,7 triliun. Dana tersebut akan dibayarkan melalui BPDLH.
”Pengurangan emisi gas rumah kaca dari Pemprov Kalimantan Timur ini telah berhasil menunjukkan kinerja dan pembayaran RBP pertama dalam bentuk advance payment oleh Bank Dunia. BPDLH telah menerima 20,9 juta dollar AS atau sekitar Rp 313 miliar dan akan disalurkan kepada Pemprov Kaltim dan delapan kabupaten/kota,” ucapnya.
Dana tersebut ditujukan untuk pelaksanaan program FCPF, insentif untuk pihak-pihak yang berkontribusi dalam penurunan emisi, dan penghargaan untuk masyarakat adat yang melaksanakan perlindungan hutan di Kaltim.