Ada empat perguruan tinggi negeri yang menjadi model science and technology park (STP) untuk mengembangkan ekosistem riset dan pengembangan serta inovasi berbasis kebutuhan pembangunan pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, ataupun dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Empat perguruan tinggi itu meliputi Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pengembangan keempat STP di perguruan tinggi tersebut dilakukan lewat program Promoting Research and Innovation through Modern and Efficient STP Project (PRIME SteP) 2023-2027. Program ini didukung Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam menyampaikan hal itu dalam acara peluncuran proyek PRIME Step 2023-2027 di Jakarta, Senin (27/2/2023).
Nizam mengatakan, pengembangan STP merupakan amanat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk mendukung Indonesia menjadi negara dengan ekonomi maju. ”Salah satu kuncinya perlu mentransformasi dari pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam dan upah buruh murah ke berbasis inovasi. Jadi, kita perlu memperkuat perguruan tinggi sebagai basis inovasi kemajuan bangsa lewat STP,” ujarnya.
Baca juga: Perguruan Tinggi dan Industri Kolaborasi dalam Hilirisasi Riset
Direktur Kelembagaan Ditjen Diktiristek Lukman menjelaskan, pengembangan STP di perguruan tinggi diyakini strategis untuk mendukung hilirisasi hasil riset yang bisa dimanfaatkan industri. Ada dana total pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) sekitar Rp 2,3 triliun untuk pengembangan empat STP di UI, UGM, IPB University, dan ITB, serta pendampingan Ditjen Diktiristek selama lima tahun yang mulai dilaksanakan 1 Maret nanti.
”Program PRIME SteP bermaksud agar empat STP menjalankan fungsi dalam pengembangan ekosistem iptek dan inovasi potensial secara berkelanjutan, mendorong lahirnya start up berbasis inovasi, hingga alih teknologi untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional dan internasional. Selain itu, tujuan khususnya, mengembangkan dari STP madya menjadi utama sebagai hub dan memperkuat perkembangan inovasi,” kata Lukman.
Sementara Country Director Indonesia Resident Misssion ADB Jiro Tominaga mengatakan, ADB mendukung proyek PRIME SteP karena sejalan dengan visi tentang masa depan Indonesia untuk mendukung Indonesia mengembangkan sumber daya manusia dan penguasaan teknologi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
”Proyek PRIME SteP mendukung STP di perguruan tinggi untuk mengembangkan riset, inovasi, dan start up (usaha rintisan). Untuk itu, perlu pengembangan kapasitas peneliti dan manajemen administrasi riset, yang nantinya dapat mengembangkan kapasitas industri guna meningkatkan produktivitas. Kami yakin ekonomi Indonesia akan masuk dalam pertumbuhan ekonomi tinggi,” kata Jiro.
Paulina Pannen dari Tim Project Management Unit PRIME SteP memaparkan, SPT merupakan konsep agar semua pihak terkait dengan pengembangan iptek mendukung hasil riset dan inovasi hingga hilirisasi. ”Tujuannya untuk mengembangkan ekosistem penelitian dan pengembangan, serta inovasi agar hasilnya bisa mendorong daya saing bangsa dan pembangunan ekonomi berkelanjutan,” ungkapnya.
”Dengan penelitian dan pembinaan inkubasi start up, mau menghasilkan satu unicorn untuk Indonesia,” kata Paulina. STP UI berfokus pada rekayasa keteknikan, yakni material maju dan material maju untuk kesehatan; kesehatan utamanya alat kesehatan yang menggunakan material maju; serta energi baru terbarukan. STP IPB berfokus pada pertanian tropika, teknologi pangan, biosains, kelautan, dan gedung halal.
Adapun STP UGM berfokus pada kesehatan dan farmasi: alat kesehatan dan pangan sehat; agro perkebunan untuk menopang bahan baku produk kesehatan; serta rekayasa digital untuk mendukung aplikasi inovasi lintas bidang.
Sementara STP ITB berfokus pada teknologi cerdas dan konektivitas digital yang meliputi kecerdasan buatan, internet of things, virtual reality, 5G; serta mahadata untuk diterapkan di teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan produk digital, rekayasa transportasi dan energi, infrastruktur dan kebencanaan, serta pangan dan kesehatan.
Berorientasi Kebutuhan
Nizam mengingatkan STP bukan soal fasilitas riset lengkap dan modern. ”STP bukan bangunan, melainkan cara bekerja untuk bermanfaat bagi masyarakat serta dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Dalam merencanakan riset berorientasi pada kebutuhan masyarakat, DUDI, dan pembangunan. Sebagai contoh, Presiden mendorong smelter atau pengolahan hasil tambang di dalam negeri, perguruan tinggi lewat STP perlu mendukung riset dan pengembangan teknologinya,” ujarnya.

Baca juga: Korea Selatan, Mantan Teman Sekelas Yang Memilih Satu Mimpi
Menurut Nizam, STP dikembangkan di negara maju ketika memulai industri, seperti di Jepang dan Korea Selatan. Di kedua negara tersebut, perguruan tinggi dekat industri melalui STP, tempat bertemunya industri dan PT untuk menghasilkan inovasi sebagai hasil riset dan pengembangan yang langsung bermanfaat pada pengembangan pembangunan bangsa.
STP bukan mengenai bangunan, melainkan cara bekerja untuk bermanfaat bagi masyarakat serta dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
”Meskipun program PRIME SteP dijalankan di empat perguruan tinggi, mereka sebagai simpul atau hub bagi perguruan tinggi lain agar bersama-sama maju. Kita perlu penghela jika mau berlari maju dalam inovasi, istilahnya ada jagoan di depan. Seperti kawanan angsa mau menyeberangi benua atau samudra, ada yang memimpin. Jadi empat STP ini nantinya sebagai penarik di depan untuk mendukung pengembangan STP perguruan tinggi lainnya, baik negeri maupun swasta,” paparnya.
Nizam menegaskan, meskipun riset yang dilakukan kesannya hilirisasi, pada kenyataannya tidak meninggalkan riset di hulu atau dasar. Alasannya, jika riset yang dilakukan terlalu hulu, Indonesia akan selalu ketinggalan karena dunia bergerak maju dengan cepat.
”Riset untuk hilirisasi digunakan untuk agenda kebutuhan pembangunan. Tapi nanti akan menghulu juga. Untuk riset kendaraan listrik yang berorientasi industri, misalnya, tapi proses pembuatan baterai tetap butuh riset di hulu. Pendorongnya dari hilirisasi sehingga riset perguruan tinggi dapat mendukung kemajuan ekonomi dan pembangunan,” kata Nizam.