Edukasi Internet Sehat Efektif Dilakukan oleh Sesama Anak
Perlindungan data pribadi, etika media sosial, dan pengenalan ragam bentuk kekerasan di dunia maya merupakan modal penting bagi anak yang menggunakan internet. Tanpa ini, anak rentan pada kekerasan dan eksploitasi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
WONOSOBO, KOMPAS — Anak-anak rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan di dunia maya sehingga perlu dibekali pemahaman tentang internet sehat. Edukasi akan efektif jika disampaikan sesama anak karena kesamaan gaya komunikasi. Sejumlah anak pun dilatih menjadi edukator di daerahnya masing-masing.
Menurut Spesialis Perlindungan Anak Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) Kantor Perwakilan Wilayah Jawa, Naning Pudjijulianingsih, Minggu (26/2/2023), anak-anak tidak bisa dilarang mengakses internet. Selain karena perkembangan zaman tidak bisa dibendung, akses internet berhubungan dengan hak anak untuk mendapatkan informasi dan belajar.
Di sisi lain, internet belum sepenuhnya menjadi ruang aman bagi anak. Berbagai kasus kekerasan berbasis daring masih dialami anak-anak, baik perundungan maupun kekerasan seksual, seperti grooming, sexting, dan sextottion. Namun, ragam kekerasan ini kadang tak disadari anak.
”Menurut kami, lebih baik anak dikenalkan (ragam kekerasan daring) agar mereka belajar melindungi diri sendiri. Kami percaya perlindungan paling baik itu dari anak-anak sendiri, ” kata Naning di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Ia menambahkan, ada sekitar 1.200 kasus kekerasan dalam bentuk apa pun pada anak di Jawa Tengah pada 2022. Sebanyak 60 persen di antaranya kekerasan seksual. Namun, data itu tidak merinci apa kekerasan seksual terjadi secara luring atau daring.
Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 mencatat, 21 dari 100 anak laki-laki dan 27 dari 100 anak perempuan berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apa pun selama setahun terakhir. Survei ini diluncurkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada akhir November 2022.
Pelatihan remaja
Sebanyak 30 anak remaja berusia 17-21 tahun pun diajari modul internet sehat dan pencegahan kekerasan di dunia maya. Mereka adalah pengurus Forum Anak dari lima kabupaten/kota di Jawa Tengah, yaitu Wonosobo, Sragen, Blora, Surakarta, dan Pekalongan. Ada pula remaja dari Forum Anak Jawa Timur.
Mereka lantas dilatih menjadi fasilitator untuk mengajarkan modul ini kepada anak-anak lain di daerah asalnya masing-masing. Modul ini disusun antara lain oleh Unicef, Yayasan Setara, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten, dan pemerintah daerah. Hal ini bagian dari program Lingkungan Aman dan Ramah untuk Anak (SAFE4C), serta program Eksploitasi Seksual dan Kekerasan terhadap Anak secara Daring (OCSEA).
”Biasanya, (sosialisasi) ke remaja lebih efektif jika peer to peer. Kadang, jika yang sosialisasi umum (orang dewasa), materinya masuk kuping kanan, keluar kuping kiri,” kata pendamping Yayasan Setara Bintang Alhuda.
Modul telah diuji coba ke salah satu madrasah dan Desa Keseneng di Wonosobo. Uji coba dilakukan oleh para remaja fasilitator dengan pendampingan Unicef, Yayasan Setara, dan LPA Klaten. Modul akan dievaluasi dan direvisi setelahnya.
Modul ini mencakup materi tentang perlindungan data pribadi, etika menggunakan media sosial, serta pengenalan berbagai bentuk kekerasan daring.
Menurut salah satu fasilitator remaja Cita (16), modul ini menjadi dasar pemahaman akan risiko internet dan pentingnya mawas diri. Agar modul dipahami banyak anak, ia bersama Forum Anak Jawa Timur akan melakukan sosialisasi di Surabaya, Jember, dan Trenggalek.
Biasanya, (sosialisasi) ke remaja lebih efektif jika peer to peer. Kadang, jika yang sosialisasi umum (orang dewasa), materinya masuk kuping kanan, keluar kuping kiri.
”Agar mudah dimengerti, materinya akan disampaikan dengan gimdan diskusi,” katanya.
”Karena sharing is caring, saya merasa punya kewajiban untuk menyebarkan ini,” ujar Cita, menambahkan.
Pelibatan desa
Adapun Unicef bekerja sama dengan pemerintah desa untuk membuat tempat pelaporan masalah perlindungan anak. Program ini mencakup desa-desa di 21 kabupaten/kota di Jawa Tengah, antara lain Tegal, Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Banyumas, dan Rembang.
Untuk mendukung inisiatif ini, para fasilitator desa dibekali pengetahuan dan keterampilan menangani kekerasan. Mereka juga diajari pengasuhan positif terhadap anak. Pengetahuan ini kemudian dibagi kepada para kader desa, orangtua, dan masyarakat. Kegiatan ini menggunakan dana desa.
Kepala Desa Keseneng Mugiharto mengatakan, desanya tahun ini menganggarkan Rp 5 juta untuk sosialisasi isu anak dan remaja. Sosialisasi diselenggarakan setahun sekali dengan melibatkan narasumber antara lain dari kepolisian dan dinas terkait di Wonosobo. Tempat pelaporan pun dibuka melalui telepon atau pesan singkat.
”Di sini terbuka sekali (komunikasi antara pemerintah desa dan warga). Kalau ada kejadian apa pun, warga bisa langsung melapor kepada kami,” kata Mugiharto.