Risiko Makanan Tercemar yang Diabaikan
Makanan yang tidak aman jika dikonsumsi bisa berdampak buruk bagi kesehatan, mulai dari diare, mual dan muntah, hingga kanker. Itu sebabnya, keamanan pangan di masyarakat harus terjamin.
Konsumsi makanan yang tidak aman sangat berbahaya bagi masyarakat. Selain berdampak pada kesehatan, pangan yang tidak aman juga bisa berdampak pada aspek sosial dan ekonomi. Namun, risiko tersebut masih terabaikan.
Peredaran makanan yang tidak aman pun masih tinggi. Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 2021, dari 8.898 sarana distribusi terdapat 30,1 persen yang tidak memenuhi ketentuan. Penyebab utamanya, adanya produk rusak, kedaluwarsa, dan tidak memiliki izin edar. Selain itu, penyebab lainnya karena penerapan sanitasi yang kurang baik.
Dari data sampling dan pengujian acak yang dilakukan Badan POM pada 2021, dari 13.844 produk pangan yang diuji terdapat 14,4 persen yang tidak memenuhi ketentuan, antara lain karena adanya bahan tambahan berlebihan dan tercemar biologi.
Pada sarana industri rumah tangga pangan (IRTP) pada 2021 pin menunjukkan sebanyak 55,23 persen dari 9.519 IRTP yang tidak memenuhi syarat. Itu antara lain karena belum ada sistem dokumentasi yang memadai dan fasilitas higienitas dan sanitasi yang kurang.
Baca juga : Menjamin Keamanan Pangan yang Berkelanjutan
Staf medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Gastroenterologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo, Virly Nanda Muzellina dihubungi Kamis, (23/2/2022) menuturkan, makanan yang tidak aman untuk dikonsumsi dapat berdampak buruk bagi kesehatan seseorang. Konsumsi makanan yang tidak aman juga bisa menyebabkan terjadinya keracunan.
“Ketika seseorang keracunan makanan, gejala paling awal mulai dari mual, muntah, dan diare. Kondisi itu bisa jauh lebih yang berujung pada kejang, penurunan kesadaran, kelemahan otot, dan bisa mengancam jiwa,” tuturnya.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), keamanan pangan meliputi persiapan, penanganan, dan penyimpanan dari makanan agar tidak terkontaminasi dari bahan fisik, biologi, dan kimia. Tujuan utama dari keamanan pangan yakni untuk mencegah makanan tidak terkontaminasi benda asing, baik fisik, biologi, maupun kimia. Dengan begitu, ancaman gangguan kesehatan akibat bahaya pangan bisa dicegah.
Ketika seseorang keracunan makanan, gejala paling awal mulai dari mual, muntah, dan diare. Kondisi itu bisa jauh lebih yang berujung pada kejang, penurunan kesadaran, kelemahan otot, dan bisa mengancam jiwa.
Adapun kontaminasi fisik pada pangan seperti rambut, plastik, kotoran, debu, dan staples. Sementara kontaminasi biologi biasanya karena cemaran parasit, ganggang, dan bakteri seperti bakteri salmonella atau bakteri Escherichia coli (E. coli). Kontaminasi kimia dapat meliputi pestisida, formalin, boraks, pewarna tekstil rhodamin B ataupun kontaminasi kimia yang bersumber dari lingkungan seperti dari polusi udara atau air.
Cemaran
Sementara itu, merujuk pada Pedoman Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman untuk Dewasa yang diterbitkan oleh BPOM, cemaran biologi bisa terjadi akibat pertumbuhan mikroba pada pangan yang membuat pangan tersebut membusuk. Akibatnya, makanan tidak layak dikonsumsi karena bisa menyebabkan keracunan hingga kematian.
Cemaran biologi dapat dicegah dengan membeli bahan mentah dan pangan di tempat yang bersih. Kemudian, belilah pangan tersebut dari penjual yang sehat dan bersih. Sebaiknya pilih makanan yang telah dimasak. Jika membeli pangan dengan protein tinggi seperti ayam dan daging sapi segar sebaiknya segera simpan di lemari beku. Pastikan pula jangan merasa sayang membuang makanan dengan rasa menyimpang.
Untuk cemaran kimia, antara lain meliputi racun alami seperti racun jamur, singkong beracun, racun ikan buntal, dan racun alami pada jengkol. Ada pula cemaran bahan kimia dari lingkungan, seperti limbah industri, asap kendaraan bermotor, sisa pestisida pada buah dan sayur, deterjen, cat pada alat masak, dan logam berat.
Cemaran kimia juga dapat berwujud bahan tambahan pangan yang melebihi takaran yang diperbolehkan, misalnya pemanis buatan dan pengawet yang melebihi batas. Bahan berbahaya lain yang juga dilarang pada pangan, seperti boraks, formalin, rhodamin b, dan methanil yellow. Untuk mencegahnya, masyarakat harus memastikan mencuci sayur dan buah dengan bersih sebelum diolah dan dimakan untuk mencegah sisa pestisida.
Pastikan pula tidak menggunakan alat masak yang dilapisi logam berat. Jangan menggunakan peralatan yang bukan untuk pangan. Penggunaan wadah styrofoam atau plastik kresek harus dihindari untuk mewadahi makanan terutama pangan siap santap yang panas, berlemak, dan asam karena itu berpotensi memindahkan komponen kimia dari wadah ke pangan.
Cemaran fisik juga tidak kalah penting untuk dihindari. Benda-benda yang bisa menjadi cemaran fisik, seperti rambut, kuku, staples, batu, pecahan gelas, dan logam pada pangan bisa menyebabkan luka, seperti gigi patah, merusak kerongkongan dan perut, serta melukai saluran napas dan pencernaan. Untuk mencegahnya bisa dilakukan dengan memerhatikan dengan seksama kondisi pangan yang akan dikonsumsi. Jangan sampai benda berbahaya tersebut sampai tertelan.
Dampak kesehatan
Virly menyampaikan, dampak keracunan akibat makanan yang tidak aman bisa bersifat akut maupun kronis. Hal tersebut bergantung pada jumlah cemaran yang dikonsumsi, lama waktu paparan, serta kondisi daya tahan tubuh seseorang.
“Meski jumlahnya sedikit, jika dikonsumsi dalam jangka panjang, itu akan tetap berisiko besar. Ketidakamanan pada pangan ini dampaknya bisa besar namun masih sering diabaikan,” tuturnya.
Menurut dia, kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan pangan masih rendah. Masyarakat masih banyak yang memiliki pemahaman “makan asal kenyang”. Hal itu membuat keamanan pangan, termasuk kebersihan, sanitasi, dan nutrisi tidak diutamakan.
“Kondisi ekonomi sebagian masyarakat kita juga belum baik sehingga sudah bisa makan saja sudah baik. Sayangnya itu yang juga dijadikan celah oleh oknum pedagang yang menambahkan bahan yang sebenarnya berbahaya hanya agar jualannya menarik dan tetap murah,” kata Virly.
Penyakit
Lebih dari 90 persen penyakit terkait makanan (foodborne disease) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi. Penyakit tersebut antara lain, penyakit tifoid, disentri bakteri, dan hepatitis A.
Virly mengatakan, umumnya gejala dari keracunan makanan pada tahap awal tidak berbeda, antara keracunan akibat cemaran fisik, biologi, maupun kimia. Biasanya seseorang akan mengalami demam, mual dan muntah hebat, diare, serta nyeri perut hebat.
Baca juga : Keamanan Pangan Butuh Kesadaran Setiap Individu
Akan tetapi, cemaran kimia yang bersifat akut akan lebih berbahaya. Akibat dari paparan formalin yang terlalu besar, misalnya, akan menyebabkan gangguan pada pada sistem pernapasan, kerusakan saluran pencernaan, serta iritasi pada mata dan kulit.
Pada jangka panjang, paparan formalin bisa menimbulkan dampak sakit kepala, radang hidung kronis, gangguan pernapasan, kejang dan lemah pada otot, serta gangguan pada sistem saraf. Paparan formalin dalam jangka panjang juga dapat berisiko menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan.
“Kasus kanker yang meningkat saat ini bisa dikaitkan dengan semakin banyak masyarakat yang terpapar makanan yang tidak aman. Kanker bisa disebabkan oleh banyak hal tetapi salah satu faktor risikonya karena pangan yang tidak aman,” ucap Virly.
Apabila seseorang mengalami gejala dari keracunan makanan, segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Pastikan pula cairan tubuh tetap tercukupi dengan mengonsumsi banyak air putih. Jika terpapar zat kimia, diusahakan dapat dimuntahkan agar paparannya bisa dikurangi.
Keracunan pangan
Data terkait Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia hingga kini masih tinggi. Kementerian Kesehatan mencatat kejadian KLB keracunan pangan pada tiga tahun terakhir 2020-2022 secara berurutan sebanyak 100 kejadian dengan 6.044 kasus, 76 kejadian dengan 3.130 kasus, dan 81 kejadian dengan 3.514 kasus. Angka kasus kematian (CFR) yang dilaporkan pada tahun tersebut masing-masing sebesar 0,1 persen, 0,48 persen, dan 0,26 persen.
Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Anas Ma’ruf menyampaikan, kasus yang sebenarnya terjadi bisa jauh lebih besar dari kasus yang dilaporkan. Banyak kasus keracunan pangan di masyarakat yang tidak dilaporkan.
Baca juga : 87 Warga Bogor Keracunan Makanan Saat Hajatan Pernikahan
Ia pun menyadari berbagai tantangan masih ditemui pada peningkatan keamanan pangan di Indonesia. Itu terutama pada pemahaman dan kesadaran yang kurang di masyarakat.
“Edukasi dan sosialisasi harus terus dilakukan oleh semua pihak. Perlu dipahami ada dua hal yang penting dari pangan yakni pangan harus memenuhi unsur gizi dan harus memenuhi unsur higiene sanitasi. Dengan begitu, pangan akan sehat bagi seseorang,” tuturnya.
Setidaknya ada lima kunci dari keamanan pangan yang perlu diperhatikan, yakni mulai dari proses pemilihan pangan dengan menjaga kebersihan, memisahkan makanan yang mentah dan matang, serta menggunakan air dan bahan baku yang aman, kemudian proses pengolahan atau pemasakan dengan cara yang benar, serta proses penyajian dan penyimpanan dengan menjaga suhu aman.
Jangan terlalu lama membiarkan makanan berada di suhu kamar. Jika tidak segera dikonsumsi sebaiknya disimpan di lemari pendingin dan panaskan kembali secara sempurna. Menyiapkan pangan jauh sebelum waktu konsumsi serta memanaskan kembali makanan secara tidak sempurna bisa menyebabkan keracunan makanan.