Kementerian Kesehatan meminta masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat serta melaporkan apabila ada kematian unggas secara mendadak dan dalam jumlah banyak seiring munculnya laporan virus H5N1.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa flu burung ditingkatkan setelah adanya laporan positif virus H5N1 di peternakan komersial bebek peking di Kalimantan Selatan. Meski saat ini risiko infeksi pada manusia masih rendah, mutasi virus yang cepat perlu diantisipasi karena dapat berpotensi menyebar ke manusia.
Merujuk pada Surat Edaran Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nomor 16183/PK.320/F/01/2023, telah teridentifikasi positif virus H5N1 Clade2.3.4.4 b di peternakan komersial bebek peking yang tidak divaksin di Provinsi Kalsel pada Mei 2022. Peningkatan kematian unggas air, seperti bebek dan itik, juga dilaporkan pada April-November 2022.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu di Jakarta, Sabtu (25/2/2023), mengatakan, kewaspadaan terhadap KLB flu burung telah diberlakukan mengingat mutasi virus yang cepat dan konsisten pada mamalia. Virus tersebut memiliki potensi untu menular dari hewan ke manusia (zoonosis).
”Saat ini belum ada laporan penularan ke manusia, tetapi kita tetap harus waspada,” tuturnya.
Kemenkes juga telah menerbitkan Surat Edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor PV.03.01/C/824/2023 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Flu Burung (H5N1) Clade Baru 2.3.4.4b. Surat Edaran itu ditetapkan pada 24 Februari 2023.
Maxi menuturkan, melalui aturan tersebut, kepada dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota, serta kepala kantor kesehatan pelabuhan (KKP) di seluruh Indonesia diminta untuk melakukan koordinasi dan kerja sama dengan instansi yang membidangi fungsi kesehatan hewan serta sektor terkait lainnya. Koordinasi itu dilakukan dalam upaya pencegahan dan pengendalian flu burung pada manusia.
Selain itu, dinas kesehatan di setiap daerah juga diminta menyiapkan fasilitas kesehatan untuk penatalaksanaan kasus suspek flu burung sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Kapasitas laboratorium kesehatan masyarakat pun harus ditingkatkan untuk pemeriksaan sampel dari kasus dengan gejala suspek flu burung.
”Kegiatan surveilans dan tim gerak cepat (TGC) perlu diintensifkan terutama dalam mendeteksi sinyal epidemiologi di lapangan,” kata Maxi.
Ia menambahkan, bagi daerah yang menjadi sentinel surveilans influenza like illness (ILI) dan severe acute respiratory infection (SARI) diminta untuk meningkatkan kewaspadaan dini untuk penemuan kasus suspek flu burung di daerah yang terjadi KLB avian influenza pada unggas.
Setiap ditemukan adanya kasus suspek flu burung, puskesmas harus segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke dinas kesehatan setempat melalui sistem surveilans berbasis kejadian (event based surveillance/EBS) dan sistem kewaspadaan dini dan respons (SKDR).
Dinas kesehatan di daerah juga harus segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC) Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan. Dinas kesehatan mesti terus berkoordinasi dengan instansi yang membidangi fungsi kesehatan hewan setempat.
”Sebagai bentuk kewaspadaan di pintu negara, KKP diminta untuk meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara,” tutur Maxi.
Ia menambahkan, KKP diharapkan pula untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan kasus jika ditemukan perilaku perjalanan yang memiliki gejala ILI sesuai pedoman yang berlaku. Sosialisasi dan koordinasi dengan seluruh lintas sektor yang berada di wilayah kerja KKP juga dilakukan. ”Semua kami siagakan,” ujar Maxi.
Kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa flu burung telah diberlakukan mengingat mutasi virus yang cepat dan konsisten pada mamalia.
Ia pun mengimbau masyarakat agar selalu melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta melaporkan kepada dinas peternakan apabila ada kematian unggas secara mendadak dan dalam jumlah yang banyak di lingkungan. Masyarakat pun diminta segera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala flu burung serta memiliki riwayat kontak dengan faktor risiko.
Secara terpisah, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama menyampaikan, kasus flu burung pada manusia sudah dilaporkan di negara lain, yakni Kamboja. Kasus flu burung pada hewan juga sudah dilaporkan di dalam negeri. Untuk itu, upaya pengendalian harus disiapkan sejak dini.
Menurut dia, hal pertama yang perlu dilakukan yakni memperketat surveilans pada unggas dan manusia sebagai upaya deteksi awal jika ada kasus baru. Apabila ada kecurigaan kasus pada manusia dan hewan, tim yang turun ke lapangan harus dipastikan terdiri dari gabungan antara unsur kesehatan hewan dan kesehatan manusia.
Selain itu, sarana dan diagnosis penangan flu burung harus mulai dicek dan disiapkan terkait ketersediaannya. Antisipasi perlu dilakukan sejak dini jika terjadi penularan yang meluas. Pastikan pula kebutuhan obat-obatan tersedia dengan jumlah yang cukup.
"Tentu terus kerja sama dengan WHO untuk memantau setidaknya terkait perkembangan kasus di berbagai negara, perkembangan genomik kasus pada manusia dan unggas, serta kerja sama internasional untuk ketersediaan logistik yang mungkin akan diperlukan," kata Tjandra.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyerukan kewaspadaan terhadap flu burung yang baru-baru ini terdeteksi pada mamalia. Namun, WHO menilai risiko terjadinya wabah skala besar pada manusia masih rendah.
”Limpahan baru-baru ini (flu burung) ke mamalia perlu dipantau secara ketat,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam keterangan pers, Rabu (8/2/2023) waktu Geneva, Swiss (Kompas, 10 Februari 2023).