Menstruasi alias ”datang bulan” pada perempuan sering dikaitkan dengan periode atau siklus Bulan, satelit Bumi. Namun, data statistik membantahnya. Bulan tidak bertanggung jawab atas kondisi kesehatan manusia.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·5 menit baca
Masyarakat Indonesia jamak menyebut menstruasi atau haid sebagai ”datang bulan”. Bahkan saat menstruasi datang tidak sesuai periode waktu biasanya, masyarakat pun menyebutnya sebagai terlambat datang bulan. Lantas, apakah datang bulan itu memang memiliki kaitan langsung dengan Bulan (moon), sang satelit Bumi?
Sebutan datang bulan untuk menstruasi diperkirakan muncul karena siklus menstruasi itu terjadi setiap bulan (month). Upaya mengaitkan antara Bulan dan periode menstruasi perempuan itu sudah berlangsung sejak berabad-abad lampau. Pandangan ini juga tidak hanya ditemukan di Indonesia, tetapi dalam banyak budaya di dunia.
Penyebutan datang bulan juga dianggap lebih halus atau untuk menyamarkan karena pemakaian kata haid atau menstruasi di tengah masyarakat sering dianggap tabu, bahkan memalukan atau vulgar. Selain datang bulan, kata atau istilah untuk menghaluskan penyebutan haid di masyarakat Indonesia adalah halangan, palang merah, bendera Jepang, hingga sedang ada tamu.
Sejak peradaban manusia dimulai, manusia senantiasa berpikir bahwa kedudukan, posisi, dan ketampakan benda-benda langit bisa memengaruhi kehidupan dan kesehatan manusia, termasuk Bulan. Di era digital sekarang, meski kemampuan kognitif manusia sudah berkembang jauh lebih maju, keyakinan astrologis itu tetap dipegang sebagian orang.
Terkait Bulan, sejak dulu sejumlah orang percaya bahwa perubahan fase Bulan memicu munculnya kegilaan-kegilaan sementara, seperti kemunculan drakula, vampir, dan manusia serigala saat Bulan purnama dalam cerita-cerita legenda. Ada pula orang yang yakin bahwa jumlah kelahiran bayi meningkat saat terjadi purnama. Namun, lebih banyak orang menganggap cerita-cerita itu hanya mitos.
Siklus Bulan berlangsung selama 29,5 hari. Satu periode atau siklus Bulan itu ditandai dengan perubahan ketampakan Bulan mulai dari Bulan mati atau Bulan baru, Bulan sabit awal, Bulan separuh awal, Bulan purnama, separuh akhir, sabit akhir hingga kembali ke fase Bulan mati.
Sementara, siklus menstruasi memiliki panjang rata-rata 28 hari. Namun, siklus menstruasi normal perempuan berkisar antara 21 hari hingga 35 hari yang dihitung dari hari pertama haid ke hari pertama haid berikutnya. Dalam satu siklus menstruasi itu, waktu menstruasi biasanya terjadi 2 hari hingga 7 hari.
Tumpang tindihnya siklus Bulan dengan siklus menstruasi itu memunculkan teori bahwa gravitasi atau cahaya Bulan yang ada di langit selaras dengan siklus kesuburan pada manusia. Namun, apakah keterkaitan antara siklus Bulan dan siklus menstruasi itu terbukti secara ilmiah?
Studi Sung Ping Law terhadap 826 perempuan berumur 16-25 tahun di jurnal Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavia, Januari 1986, menemukan hanya 28,3 persen responden yang memulai siklus menstruasi di sekitar fase Bulan baru atau Bulan mati. Namun, rasio persentase mereka yang mengawali hari pertama haid di sekitar Bulan baru itu tetap yang paling besar dibandingkan mereka yang memulai haid di fase Bulan lainnya.
Selanjutnya, studi restrospektif oleh I Ilias dan rekan yang melacak waktu menstruasi 74 perempuan selama setahun dan dipublikasikan di jurnal Endocrine Regulations, Juli 2013 , tidak menemukan bukti adanya keterkaitan antara siklus Bulan dan siklus datang bulan.
Studi yang lebih besar menggunakan aplikasi pelacakan menstruasi Clue pada 2019 juga menemukan hal yang sama. Dari 7,5 juta siklus menstruasi yang tercatat dari 1,5 juta pengguna aplikasi Clue menguatkan bukti bahwa siklus menstruasi dapat dimulai pada fase Bulan apa pun. Jumlah mereka yang menjalani hari pertama haid di semua di semua hari dalam satu siklus Bulan sama rata.
”Melihat data yang ada, awal siklus menstruasi terjadi secara acak di sepanjang siklus Bulan, tidak bergantung pada fase Bulan yang sedang terjadi,” kata ahli sains data di Clue, Marija Vlajic Wheeler, dikutip dari situs aplikasi Clue, 17 April 2019.
Ketampakan fase Bulan tidak memiliki keterkaitan dengan cara organ atau hormon di dalam tubuh manusia di Bumi bekerja.
Meski demikian, ketua bidang neurobiologi dan genetika di Universitas Würzburg, Jerman, Charlotte Förster, seperti dikutip Livescience, Jumat (24/2/2023), mengatakan, data yang ada memang menunjukkan tidak adanya perbedaan waktu dimulainya siklus menstruasi, apakah di sekitar Bulan baru atau Bulan purnama.
Jika studi dilakukan pada perempuan yang sama dalam jangka panjang, hasilnya akan berbeda. Namun, memang tidak ada perempuan yang sepanjang hidupnya secara penuh akan mengalami siklus menstruasi di sekitar Bulan baru atau Bulan purnama saja. Bahkan, beberapa perempuan sama sekali tidak pernah memulai haidnya di kedua fase Bulan tersebut.
Studi Förster dan rekan yang menganalisis catatan menstruasi 22 perempuan selama 5 tahun sampai 32 tahun menunjukkan hampir seperempat atau 23,4 persen dari seluruh siklus menstruasi mereka dimulai selaras dengan terjadinya fase Bulan baru atau Bulan purnama. Hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Science Advances, 27 Januari 2021, itu juga menemukan bahwa siklus menstruasi yang selaras dengan siklus Bulan itu cenderung terjadi di musim dingin dan musim gugur, saat waktu malam lebih panjang dibandingkan waktu siang.
Kondisi itu, menurut hipotesis Förster, terjadi karena di masa lalu, saat cahaya buatan belum ditemukan, cemerlangnya cahaya Bulan purnama akan membuat lingkungan sekitar menjadi lebih terang dan lebih aman saat malam sehingga memperpanjang jam kerja dan waktu berburu manusia.
Sebaliknya, saat fase Bulan mati, lingkungan luar menjadi lebih gelap sehingga jauh lebih aman jika manusia berada di dalam rumah saja. Kesempatan itu biasanya dimanfaatkan manusia untuk berhubungan seksual dan memiliki bayi. Kondisi ini akan memberikan keuntungan bagi pasangan untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Namun, hipotesis ini tidak memiliki bukti pendukung.
Wheeler menilai keselarasan antara siklus Bulan dan siklus menstruasi itu hanyalah kebetulan yang terjadi secara acak. Semakin banyak siklus menstruasi yang terkait dengan siklus Bulan, maka semakin besar pula tumpang tindih di antara kedua siklus itu. Secara statistik pun, perempuan yang memiliki awal siklus menstruasi selaras dengan siklus Bulan hanya 23,4 persen dari hasil penelitian Förster tahun 2021 dan 28,3 persen dari studi Law tahun 1986.
Jadi, siklus datang Bulan tidak selaras dengan siklus Bulan. Ketampakan fase Bulan tidak memiliki keterkaitan dengan cara organ atau hormon di dalam tubuh manusia di Bumi bekerja. Kedudukan dan posisi benda-benda langit tidak memiliki tanggung jawab pada kondisi kesehatan manusia.