Permintaan Tinggi, Penyiapan Talenta Digital Juga Dilakukan di Luar Kampus
Meskipun di perusahaan teknologi terjadi pemutusan tenaga kerja untuk efisiensi, kebutuhan akan talenta digital tetap tinggi. Mahasiswa diajak untuk memperkuat kecakapan teknologi digital lewat belajar di luar kampus.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permintaan akan talenta digital untuk mendukung transformasi digital di perusahan-perusahaan Indonesia masih tinggi. Penyiapan talenta digital dari lulusan perguruan tinggi dilakukan secara terbuka dari program studi apa pun di luar kampus untuk menguasai sejumlah kompetensi digital yang dibutuhkan dunia kerja.
”Kebutuhan akan talenta digital di Indonesia ini masih tinggi. Jika dilakukan dengan cara konvensional, yakni membuka program studi teknologi digital, misalnya terkait machine learning, mobile development, komputasi awan, hingga kecerdasan buatan, tentunya lama dan jumlahnya tidak bisa banyak. Karena itulah, talenta digital yang sesuai kebutuhan dunia kerja dilakukan lewat program kredensial mikro melalui Kampus Merdeka,” tutur Pelaksana Tugas Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nizam dalam pembukaan Program Bangkit 2023 yang digelar Google Indonesia dan Kemendikbudristek, Senin (20/2/2023).
Nizam memaparkan, program Bangkit didesain dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Apalagi melihat dari perusahaan teknologi di Amerika Serikat, penerimaan karyawan tidak melihat ijazah, tetapi kompetensi.
Mereka butuh akses dan media untuk belajar teknologi informasi yang lebih baik sehingga memberi dampak signifikan.
”Karena itulah, kita yakin dengan dukungan industri seperti Google, penyiapan talenta digital Indonesia bisa dilakukan lewat program Kampus Merdeka, yakni magang dan studi independen bersertifikat atau MSIB yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa belajar di industri teknologi secara nyata,” kata Nizam.
Sementara itu, Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengatakan, Program Bangkit sejak tahun 2020 dibuka untuk menjembatani talenta muda Indonesia meraih mimpi menjadi profesional andal di bidang teknologi informasi. Bahkan, sampai saat ini ada 30 start up teknologi informasi yang diinkubasi lewat program ini. Mereka menerapkan ilmu yang telah didapatkan dalam program Bangkit untuk menyelesaikan permasalahan nyata yang ada di tengah masyarakat.
Sejak pertama kali program diluncurkan pada 2020 hingga saat ini, Google telah melatih lebih dari 6.000 mahasiswa dan memberikan lebih dari 2.900 sertifikasi di bidang machine learning, mobile development, dan cloud computing. Selain itu, melalui bursa kerja Bangkit bersama dengan 77 hiring partners, telah membuka lebih dari 2.300 lowongan pekerjaan bagi para lulusan Bangkit. Sekitar 90 persen lulusan Bangkit menyatakan pengalaman mengikuti program telah membuka pintu untuk meraih karier pertama mereka.
”Saat ini, perkembangan ekonomi digital di Indonesia berkembang secara positif. Ini mendorong terciptanya sektor high-skilledjobs yang terbuka luas bagi generasi muda Indonesia. Kami yakin para lulusan Bangkit bisa maju menjadi talenta berkaliber tinggi yang dicari industri,” ujar Randy.
Meningkat drastis
Product Marketing Manager Google Indonesia Dora Songco mengatakan, program Bangkit didukung Google Indonesia, GoTo, Traveloka, dan Kemendikbudristek. Di awal program ini hanya menerima 300 peserta, lalu meningkat menjadi 3.000 peserta.
”Di tahun 2023 ini, penerimaan ditingkatkan menjadi 9.000 peserta. Peningkatan ini karena program ini dibutuhkan mahasiswa dan dunia usaha, serta berdampak besar. Ada kebutuhan untuk memfasilitasi lebih banyak mahasiswa Indonesia yang bertalenta. Mereka butuh akses dan media untuk belajar teknologi informasi yang lebih baik sehingga memberi dampak signifikan,” ujar Dora.
Pada 2023 ini program Bangkit dilaksanakan dalam dua tahap. Untuk tahap pertama, terpilih 5.000 mahasiswa dari 67.000 mahasiswa yang mendaftarkan diri. Mereka mengikuti pelatihan secara daring hingga Juni tahun ini. Selanjutnya, tahap kedua dibuka unutk 4.000 mahasiswa.
Sejak tahun 2020, program Bangkit dirancang dengan kurikulum yang solid dengan menggabungkan pembelajaran mandiri dan pembelajaran langsung untuk tiga alur belajar utama, yaitu machine learning, mobile development, dan cloud computing. Tidak hanya melewati 900 jam pelajaran ilmu Teknik Informatika (IT), para peserta juga mendapatkan pelatihan soft skills dan bahasa Inggris. Kurikulum ini diharapkan dapat melahirkan talenta-talenta baru yang mempercepat transformasi digital.
”Google berharap dapat memberikan dampak yang lebih besar dengan terbukanya peluang jumlah peserta tiga kali lipat dari tahun lalu. Kami ingin merangkul lebih banyak lagi peserta perempuan, mahasiswa vokasi, penyandang disabilitas, peserta dari non-IT, serta mahasiswa dari kota-kota kecil dan menengah,” kata Dora.
Kursus kompetensi digital
Secara terpisah, CEO BINAR Alamanda Shantikamengatakan, permintaan talenta digital yang tinggi mendorong hadirnya tawaran kursus intensif online atau bootcamp untuk mempelajari ragam kompetensi digital. Namun, di balik kesuksesan bootcamp, terdapat salah satu problem yang masih terus berlangsung.
”Banyak murid yang mendaftar bootcamp, tetapi tidak sedikit yang putus di tengah jalan. Mulai dari mengundurkan diri, cuti, hingga tiba-tiba menghilang tanpa kabar,” ujar Alamanda.
Mengetahui fenomena tersebut, lanjut Alamanda, BINAR sebagai lembaga pendidikan nonformal yang dua kali berturut- turut mendapatkan penghargaan The Most Promising EdTech in Southeast Asia dari HolonIQ mencoba mencari tahu apa yang mendasarinya serta opsi solusi penyelesaiannya. Tim Akademi BINAR melakukan berbagai inovasi untuk menyelesaikan masalah tingkat kelulusan peserta belajar secara daring.
Lembaga yang menyelenggarakan bootcamp pemrograman online harus mempertimbangkan beban kognitif peserta dan desain pedagogis dalam pembelajaran untuk mengurangi peserta yang berisiko, selain mempromosikan regulasi diri dan strategi metakognitif yang juga terbukti memoderasi efeknya. Selain itu, jenis kursus (apakah soft-tech atau hard-tech) dan pengetahuan sebelumnya merupakan faktor penentu signifikan yang memengaruhi extraneous load (beban kognitif yang tidak perlu) yang juga harus diperhatikan.
Oleh karena itu, perlu untuk menyematkan elemen interaktivitas, analitik dan/atau gamifikasi berbasis kecerdasan buatan serta memilih antarmuka yang ramah pengguna dengan hati-hati adalah solusi yang memungkinkan untuk menghindari extraneous load yang tinggi yang menghambat pembelajaran.
”Melalui inovasi pembelajaran yang diciptakan secara serius oleh BINAR ini, semoga ke depannya kami semakin dapat meluaskan dampaknya kepada banyak pihak,” ujar Alamanda.
Menurut Alamanda, BINAR juga melakukan riset pembelajaran pemrograman lewat aplikasi yang efektif sebagai dukungan untuk menciptakan talenta digital Indonesia yang selangkah di depan untuk melakukan peningkatan digital, atau dalam membuat strategi transformasi di dunia bisnis dan pemerintahan.