Perpres Media Berkelanjutan Mesti Berlandaskan UU Pers
Draf rancangan peraturan presiden tentang media berkelanjutan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika masih berpeluang direvisi. Hal ini perlu dikawal agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang Pers.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pers telah menyerahkan draf rancangan peraturan presiden tentang media berkelanjutan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, draf ini berpeluang direvisi kementerian tersebut sebagai pihak yang mengajukan izin prakarsa penyusunan perpres tersebut.
Peraturan presiden itu mesti berlandaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk menjaga independensi media dan tak merampas kebebasan pers. Draf yang dikaji bersama konstituen Dewan Pers itu berjudul ”Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas”.
Draf ini terdiri dari 14 pasal dengan sejumlah ketentuan di antaranya kewajiban perusahaan digital, kesepakatan bagi hasil perusahaan platform digital dan perusahaan pers, penyelesaian sengketa, pembentukan pelaksana, serta sumber pembiayaan.
”Draf ini akan dibahas Kemenkominfo dan ada kemungkinan direvisi. Namun, jangan sampai pasal-pasalnya bertentangan dengan UU Pers,” ujar Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers Asmono Wikan saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (19/2/2023).
Asmono mengatakan, draf tersebut telah diserahkan kepada Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo Usman Kansong, Jumat (17/2/2023). Draf ini juga dapat diunduh di situs resmi Dewan Pers.
Pasal 7 rancangan perpres itu mengatur tentang kewajiban perusahaan platform digital, salah satunya menghilangkan berita yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik (KEJ). Namun, hal ini harus berdasarkan rekomendasi Dewan Pers.
”Jadi tidak bisa sembarangan. Kami menggarisbawahi hal ini. Jika ada berita yang ditengarai hoaks, tetap harus ada filternya, yaitu telaah dari kacamata KEJ yang direkomendasikan Dewan Pers,” jelasnya.
Jurnalisme berkualitas
Kewajiban platform lainnya yang tertera dalam draf itu yakni mendukung jurnalisme berkualitas dan berbagi data agregat aktivitas pengguna yang berasal dari pemanfaatan konten jurnalistik milik perusahaan pers secara transparan dan adil.
Selain itu, perusahaan platform digital wajib memberitahukan perubahan algoritma atau sistem internal yang memengaruhi distribusi konten, referral traffic, dan sistem paywalls.
Platform digital juga diwajibkan tidak mengindeks atau menampilkan konten jurnalistik yang merupakan hasil daur ulang dari konten media lain tanpa izin. ”Platform diharapkan memberi kontribusi lebih besar dari yang dilakukan sekarang terhadap tata kelola kehidupan pers di Indonesia yang lebih profesional,” ujarnya.
Draf ini terdiri dari 14 pasal dengan sejumlah ketentuan di antaranya kewajiban perusahaan digital, kesepakatan bagi hasil perusahaan platform digital dan perusahaan pers, penyelesaian sengketa, pembentukan pelaksana, dan sumber pembiayaan.
Sementara Pasal 12 mengatur pembentukan badan pelaksana dalam mewujudkan kesepakatan bagi hasil antara platform digital dengan perusahaan pers. Badan ini dibentuk Dewan Pers. Isu ini sempat memunculkan kekhawatiran sejumlah pihak ada lembaga lain di luar Dewan Pers yang mengatur kehidupan pers Tanah Air.
”Dengan demikian, tidak ada pertentangan dengan UU Pers. Jadi, asas independensi terjaga karena pengelolaan terhadap perpres ini sepenuhnya ada di Dewan Pers,” katanya.
Terus dikawal
Asmono menambahkan, proses penyusunan perpres tersebut perlu terus dikawal. Tujuannya agar ketentuan yang diatur di dalamnya tak membuka peluang untuk merampas kebebasan pers.
”Hitungan kami, tanggal 9-10 Maret 2023 mungkin sudah selesai (penyusunan perpres). Minggu-minggu ini pembahasan internal di Kemenkominfo. Lalu, ada pertemuan dengan Dewan Pers sebelum finalisasi untuk disampaikan ke Sekretariat Negara,” ujarnya.
Dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 9 Februari lalu, Presiden Joko Widodo meminta perampungan perpres tidak lebih dari satu bulan. Presiden berjanji akan mengikuti beberapa pembahasan perpres itu.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyebut, dalam proses finalisasi rancangan perpres tersebut, pihaknya telah mengundang semua konstituen untuk membahas materi draf. ”Penyusunan draf itu dengan menyandingkan usulan tim kelompok kerja yang dibentuk Dewan Pers (27 pasal) dan dari Kemenkominfo (13 pasal). Hasil akhir draf terdiri atas 14 pasal,” ujarnya.
Adapun materi usulan pokja yang tidak tertampung di draf itu akan dimasukkan dalam draf peraturan pelaksana. Dewan Pers menugaskan tiga anggotanya, yaitu Asmono Wikan, Arif Zulkifli, dan Totok Suryanto, beserta perwakilan konstituen serta tenaga ahli untuk pembahasan antar-kementerian.
Usman Kansong menyatakan, usulan Dewan Pers itu akan dibahas dalam rapat panitia antar-kementerian. ”Minggu depan, saya diminta Setneg untuk membawa draf yang sudah dibahas bersama. Jika memungkinkan, anggota Dewan Pers yang bertugas di luar bisa bergabung dalam aplikasiZoom,” ujarnya.
Sementara Google, dalam pernyataan resmi di blognya, Selasa (14/2/2023), menyampaikan, perusahaan itu tak menghasilkan uang dari klik pengguna pada artikel berita di hasil penelusuran dan tidak pula menjual konten publikasi berita. Pengguna membuka Google untuk mencari banyak hal dan berita hanya sebagian kecil dari jenis konten yang disajikan.
Jika pemerintah ingin membuat regulasi, pihak Google mendorong dibentuknya badan independen yang terpisah dari penerbit berita dan platform digital untuk memastikan integritasnya.
”Dengan demikian, debat yang sehat akan mungkin dilakukan dengan mempertimbangkan sudut pandang institusi yang bertujuan melindungi jurnalis dan mendukung kelangsungan hidup berita domestik, serta realitas digital pengguna di Indonesia dan sifat teknologi yang global,” tulis pernyataan itu.