Peneliti sekaligus guru besar dari Universitas Indonesia mengembangkan inkubator rumahan untuk bayi prematur. Penggunaan dan perawatan hasil inovasi ini mudah dan dapat dipakai secara gratis oleh setiap keluarga.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Kelahiran prematur merupakan salah satu masalah kesehatan paling serius yang masih dihadapi keluarga di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Data terakhir dari Organisasi Kesehatan Dunia pada 2018, Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai negara dengan angka kelahiran prematuryang cukup tinggi,yakni 675.700 kelahiran.
Setiap bayi yang terlahir prematur ini terkadang membutuhkan intervensi medis agar dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya dan mengurangi mortalitas. Intervensi dan penatalaksanaan bayi prematur sangat bergantung pada kondisi bayi tersebut saat lahir.
Salah satu upaya yang dilakukan terhadap bayi prematur untuk mengurangi mortalitas adalah dengan merawatnya di dalam inkubator. Penggunaan inkubator memungkinkan bayi terhindar dari infeksi bakteri, suara bising, dan menjaga tubuh tetap hangat. Hal ini penting mengingat suhu tubuh bayi prematur kerap turun meski sudah mengenakan pakaian.
Kami tidak mematenkan produk ini, tetapi kami akan mengajarkan siapa pun yang ingin membuatnya. Dengan begitu, semua orang bisa membuat inkubator ini untuk menolong banyak bayi prematur.
Meski demikian, mayoritas inkubator yang ada di rumah sakit masih berasal dari impor. Merawat bayi di inkubator rumah sakit hingga suhu tubuhnya normal juga membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga kerap memberatkan keluarga dengan ekonomi lemah.
Kondisi tersebut mendorong Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Raldi Artono Koestoer untuk mengembangkan inkubator bayi yang mudah dalam penggunaan dan perawatan. Desain sederhana dan komponen yang mudah didapat memungkinkan setiap orang dapat membuat inkubator ini tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal.
”Inkubator yang kami kembangkan merupakan produk antipaten. Jadi, kami tidak mematenkan produk ini, tetapi kami akan mengajarkan siapa pun yang ingin membuatnya. Dengan begitu, semua orang bisa membuat inkubator ini untuk menolong banyak bayi prematur,” ujar Raldi saat ditemui di ruangan kerjanya di UI, Depok, Rabu (1/2/2023).
Inkubator bayi ini memiliki dua bagian utama, yakni ruang dalam akrilik dan boks bawah. Area di dalam inkubator yang disebut dipan atau ranjang menjadi tempat untuk meletakkan bayi. Sementara komponen lainnya terdapat di bagian bawah inkubator yang berfungsi sebagai kamar penghangat dan kontroler untuk mengatur suhu di kabin.
Teknologi inkubator bayi ini dirancang pada suhu 33-35 derajat celsius dengan menggunakan sirkulasi dan konveksi alamiah. Dua lampu pijar kecil berukuran 25 watt digunakan sebagai pemanas untuk menghangatkan. Dengan komponen sederhana tersebut, inkubator ini hanya menghabiskan energi sebesar 50 watt atau enam kali lipat lebih hemat dibandingkan dengan inkubator konvesional yang mencapai 300 watt.
Bahan penyusunkerangka inkubator ini adalah kayu yang bersifat isolatif terhadap kalor. Inkubator bayi rumahan tersebut tidak menggunakan kipas angin sehingga bayi dapat merasa tenang karena tidak ada suara apa pun di dalam inkubator.
Kerangka dan desain yang sederhana membuat inkubator memiliki bobot yang lebih ringan, yakni 13 kilogram (kg). Sebagai perbandingan, inkubator konvensional yang digunakan di banyak rumah sakit biasanya memiliki bobot 80-100 kg.
Penggunaan inkubator ini sangat mudah hanya dengan menyalakan tombol yang berada di bagian belakang alat. Sebelum bayi diletakkan, pengguna perlu menunggu selama 20-30 menit setelah tombol dinyalakan agar inkubator mencapai suhu ideal. Setelah itu, inkubator bisa terus digunakan tanpa harus dimatikan sampai bobot bayi sudah ideal.
Inkubator ini tidak memerlukan perawatan khusus. Perawatan yang dilakukan hanya perlu membersihkan bagian dalam dan luar inkubator dengan kain bersih secara berkala. Apabila mati, lampu pijar dapat diganti dengan jenis yang sama dan mudah didapat di pasaran.
Tahap pengembangan
Rehan dari Tim Inkubator UI menjelaskan, inkubator bayi ini beberapa kali mengalami pengembangan yang dimulai dari tipe A hingga terbaru tipe H. Inkubator tipe B sampai F merupakan desain tipe utuh yang tidak bisa dilepas pasang. Tim kemudian mengembangkan inkubator ini kembali dengan desain lepas pasang (completely knock down/CKD) untuk mengurangi potensi kerusakan saat dikirim ke berbagai wilayah di Indonesia.
”Saat itu, kami pernah mengirimkan inkubator utuh ke Aceh dan ternyata memang ada keretakan di akrilik dan kayu. Jadi, memang terdapat sebuah dorongan untuk mengembangkan inkubator agar aman disebar di seluruh wilayah di Indonesia,” katanya.
Selain mengurangi potensi kerusakan, kata Rehan, inkubator dengan desain lepas pasang juga dapat mereduksi biaya pengiriman hingga 30 persen. Setiap inkubator yang dikirim juga dibekali modul agar bisa dirakit secara mandiri dengan arahan dari Tim Inkubator UI.
Inkubator ini terus dilakukan pengembangan terbaru menyusul banyaknya permintaan dari masyarakat, khususnya untuk merawat bayi prematur kembar. Pengembangan yang dilakukan adalah dengan memperluas area dipan dengan dimensi 90 x 95 cm.
Pengembangan terbaru lainnya untuk inkubator tipe J yang akan dilakukan adalah menambahkan layar penunjuk suhu dan kelembaban di dalam kabin. Nantinya, setiap inkubator tipe J juga akan dipasang boks kecil berisi air untuk meningkatkan kelembaban.
Sementara untuk pengembangan dalam jangka panjang, tim berencana menyisipkan teknologi internet (IoT) ke dalam inkubator. Inkubator pengembangan paling terbaru ini juga akan memiliki fitur untuk memantau kondisi bayi secara langsung mulai dari suhu tubuh, detak jantung, saturasi oksigen, glukosa, dan tanda vital lainnya.
Peminjaman gratis
Raldi dan tim mengembangkan inkubator ini tidak untuk dikomersialisasikan secara luas, tetapi sebagai upaya pengabdian serta pemberdayaan masyarakat. Setiap keluarga, khususnya dengan ekonomi menengah ke bawah, dapat meminjam inkubator ini secara gratis dengan menghubungi agen relawan yang berada di masing-masing kota.
Selain inkubator, Tim Inkubator UI juga meminjamkan lampu fototerapi yang merupakan sinar biru dengan panjang gelombang tertentu. Fototerapi ini dapat digunakan untuk menyembuhkan bayi kuning, terutama di musim hujan, karena minimnya sinar matahari.
Sejak 2013 sampai saat ini, agen relawan untuk inkubator bayi gratis telah tersebar di 25 provinsi dan 138 titik atau kabupaten/kota. Nantinya, agen relawan dapat mengantar inkubator tersebut atau peminjam bisa mengambilnya secara langsung. Agen relawan juga akan memberikan petunjuk penggunaan dan perawatan inkubator tersebut.
”Meskipun sudah banyak diproduksi, kami tidak mematenkan inovasi inkubator ini. Kami juga akan mengajarkan setiap orang yang ingin membuat inkubator ini,” tutur Raldi.
Ke depan, Raldi menargetkan agen relawan dapat tersebar ke 300 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Setelah itu, inkubator ini juga diharapkan bisa menjangkau negara-negara berkembang lainnya di satu ekuator dengan geografis atau cuaca hampir serupa seperti Indonesia dan memiliki kondisi kelahiran bayi prematur tinggi.